"Terserah kamu. Pokoknya jangan macem-macem!"
Telepon kami terputus. Tentu aku tak ambil pusing. Lalu kuscroll nomor kontakmu. Kukirimkan chat kata-kata bijak. Belajar bijak jika nanti akan bersamamu. Melanjutkan hubungan kita ke arah lebih serius.
"Kamu itu seperti adikku. Cara bicaramu mirip," kataku saat meneleponmu, di jam istirahat.
"Ngeselin kan?"
Aku tertawa. Suaramu candu sekali di telingaku. Setiap saat aku ingin mendengarnya. Dan ingin kujumpaimu jika kurasa diriku sudah yakin.
"Ngangeni," aku mulai melancarkan gombalan.
"Sudah, nggak usah aneh-aneh."
Lama percakapan lewat telepon terhenti. Aku menebak isi hatimu. Apakah nama Rizky telah mengisi hatimu? Ah tidak! Selama janur belum melengkung, kau itu masih bisa dimiliki siapa saja. Maksudku bisa didekati siapa saja.
"Kamu masih sering ketemu Rizky?"
Kutunggu jawabanmu. Entah kau sedang melakukan aktivitas apa. Tak ada suaramu. Terdengar lirih percakapan di sebuah ruangan. Entah rapat atau apa. Terpaksa kututup teleponku.
Malam hari, jelang tidur.