"Yess! Aku nggak jadi lomba pidato, Bu!"
Itu beberapa ucapan siswa yang merasa belum mampu untuk lomba. Sebenarnya tahun-tahun sebelumnya saya juga menghadapi siswa yang malu untuk lomba. Padahal siswa itu akademiknya lebih dibandingkan dengan teman-temannya.
Saya jadi ingat saat masa-masa Sekolah Dasar. Sejak SD, saya sering didaftarkan lomba MTQ oleh sekolah. Saya lupa, pertama kali lomba MTQ saat kelas berapa. Yang jelas, memang ada rasa tidak percaya diri. Apalagi melihat peserta lomba yang sangat banyak. Nyali rasanya ciut juga.
Pengalaman serupa saat duduk di bangku SMP dan SMA. Saya tak tahu kenapa harus saya yang mewakili sekolah. Padahal tak jarang saat maju lomba, saya sekadar jadi penggembira.
Nah, kini setelah saya menjadi guru, meski pernah merasakan kecil hati saat lomba, namun saya bersama guru Agama Islam dan Budi Pekerti harus bisa memompakan semangat. Setidaknya siswa bisa memiliki rasa percaya diri.
Ya, sedari kecil mereka harus dilatih lomba. Di mana dalam lomba, para siswa harus siap dengan segala konsekuensinya. Menang atau kalah.Â
Dari sini, siswa bisa belajar legowo atau berbesar hati jika kalah dan tidak sombong jika juara.Â
Cara Memupuk Percaya Diri Siswa yang menjadi Duta Sekolah
Tentu saja butuh kerjasama antara satu guru dengan guru yang lainnya. Di saat guru membesarkan hati siswa, tak ada salahnya Kepala Sekolah dan guru lain turut mendukung.
Nasehat bahwa mereka akan memiliki pengalaman berharga dan bisa menjadi jalan untuk masuk sekolah favorit melalui jalur prestasi diberikan kepada siswa. Mereka sudah tahu bahwa untuk masuk sekolah favorit setidaknya berprestasi jika jalur zonasi tidak bisa dicapai.
Nasehat itu ternyata lumayan ampuh. Kelemahan fisik seperti cadel harus dikikis. Guru harus bisa menjelaskan kalau cadel itu bukan menjadi penghalang untuk berprestasi.