Jika para guru mengenakan pakaian lurik, para siswa masih diperbolehkan mengenakan kebaya model lainnya.Â
Selain itu, kain batik atau jarik khas Yogyakarta harus disiapkan. Terus terang dulu saya mengira bahwa jarik di Jawa itu sama saja. Ternyata ada perbedaan dalam ketentuan warna dasar dan cara me-wiru jarik.
Jarik yang beredar di pasar kawasan Yogyakarta ada dua model yaitu model Yogyakarta dan model Solo (Surakarta). Jarik Solo-an berwarna dasar kuning, sedangkan jarik model Yogyakarta berwarna dasar putih. Dari informasi yang pernah saya baca, warna dasar itu dibuat beda agar terlihat mana orang yang berada di lingkup keraton Yogyakarta dan Surakarta, maklum waktu itu keraton Yogyakarta dan Surakarta baru saja berdiri, akibat perjanjian Giyanti.
Kemudian cara me-wiru-nya sebenarnya sama, aturan untuk yang putri lebarnya dua jari, sedangkan yang Kakung(pria) lebarnya empat jari. Hanya saja perbedaannya adalah pada sisi lebar paling ujung yang berwarna putih pada jarik Yogyakarta-an terlihat dari luar.
Beda lagi dengan cara wiru jarik Solo atau Surakarta, sisi lebar jarik yang berwarna kuning tidak terlihat. Itu benar-benar saya tahu setelah ada kebijakan dari pemerintah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta itu.
Ya, saya belajar banyak dengan adanya kebijakan mengenakan pakaian tradisional kebaya lurik ini. Akibatnya, saya harus belajar dan menularkan cara me-wiru jarik kepada para siswa. Ini menjadi alasan agak ribetnya dalam mengenakan kebaya.
Tentu saja siswa sangat antusias mempelajari cara me-wiru jarik. Jadi mereka tak hanya bisa mengenakan kebaya, tetapi mengetahui aturan dalam menyiapkan jarik untuk njarit.
Keseruan Siswa dan Guru Karyawan di Hari Kamis Pahing
Beberapa hari menjelang Kamis Pahing, pihak Korwilbiddik dan Kepala Sekolah mengingatkan kepada guru-karyawan agar mengenakan pakaian tradisional Jawa. Edaran yang sudah dishare pada awal tahun, kembali dishare di grup sekolah.