Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bertemu Bukan sebagai Kekasih

21 September 2019   06:14 Diperbarui: 21 September 2019   06:15 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: uwaterloo.ca

Hari keempat di Eden 1 ini aku lebih bersemangat. Apa gerangan yang menjadi penyebabnya?

Hari keempat ini waktuku menularkan sedikit ilmu kepada guru- guru bangsa yang berjuang untuk mendapatkan sertifikat keprofesian, di kelas Sherly, kekasihku. Ya meski aku tetap harus merahasiakan perihal hubunganku dengan Sherly. Demi menghindari pikiran negatif teman- teman Sherly juga.

Masuk kelas Sherly seolah masuk di tempat yang istimewa. Dan jujur menjadi hari yang benar- benar kunantikan. Namanya juga rindu sama kekasih, kemudian bertemu, sudah pasti bahagia.

Seperti biasa, sebelum mengisi sesi materi diklat, aku dan pak Widi berkenalan dulu. Pak Widilah yang hampir membuka rahasia hubunganku dengan Sherly.

"Di antara peserta ini ada wajah yang tak asing ya, mas Gesang. Sepertinya mahasiswa saya dulu. Mas Gesang mungkin lebih ingat..." ujar pak Widi. 

Aku gelagapan sendiri ketika pak Widi mengungkapkan hal itu. 

"Oh iya ya, pak. Yang mana sih, pak. Siapa tahu saya ingat..."

Para peserta diklat saling bertanya. Sherly juga agak ragu untuk mengaku sebagai mahasiswa pak Widi. Tapi Sherly adalah perempuan yang ngajeni atau menghormati semua guru dan dosennya. Akhirnya Sherly mengangkat tangannya.

"Benar kan mbak guru? Mbak mahasiswi saya kan?"

Anggukan pelan Sherly diikuti tatapan peserta diklat ke arah Sherly. 

"Alhamdulillah. Berarti ingatan saya masih kuat. Bagaimana kabarnya, mbak?"

"Alhamdulillah baik, pak. Senang bertemu dengan pak Widi lagi..."

Untuk mencairkan suasana, pak Widi menceritakan ketika membimbing penyusunan skripsi Sherly.

"Nggak ngira ya, mbak. Bisa ketemu di sini..."

Giliran pak Widi bertanya kepadaku.

"Mas Gesang kenal sama mbak Sherly apa nggak?"

"Sepertinya wajahnya nggak asing, pak..."

Kuarahkan pandanganku ke arah Sherly.

"Kita seangkatankah, mbak? Kok sepertinya saya pernah lihat mbak..."

Sherly terperanjat mendengar pertanyaan dariku. Tak berapa lama kudengar suara Sherly mengiyakan. Lalu HPku bergetar. Ada pesan dari Sherly.

"Sudah, mas. Jangan diperpanjang lagi..."

Aku tersenyum. Sayangnya pak Widi terburu bertanya padaku.

"Mas Gesang, coba tanya mbak Sherly. Sudah punya suami apa belum..."

"Kok tanya seperti itu, pak..."

Aku bingung harus menjawab bagaimana. Sementara Sherly sudah protes.

"Mbak Sherly belum punya suami, pak..."

Tiba- tiba seorang peserta nyeletuk. 

"Mas instruktur belum berkeluargakah?" Tanya peserta lainnya. Kembali pesan Sherly masuk ke kontakku. Tanpa kubuka atau kubacapun aku sudah menerka kalau Sherly protes lagi.

"Sudah. Itu kita bahas lain kali ya, bapak dan ibu. Kita langsung ke materi saja. Untuk menghemat waktu..."

Pak Widi tertawa. Kupersilakan pak Widi menyampaikan materi. Aku dan para peserta diklat menyimak. 

**

Materi tentang bahan ajar sudah selesai disampaikan pak Widi. Waktunya para peserta praktik menyusun bahan ajar sendiri. Aku dan pak Widi membuka kesempatan untuk konsultasi bagi para peserta. Pak Widi membagi peserta menjadi dua kelompok. Kelompok pertama berkonsultasi dengan pak Widi, kelompok kedua berkonsultasi denganku. Entah disengaja atau tidak, Sherly masuk kelompok kedua. 

Para peserta mulai berkonsultasi. Namun Sherly belum juga berkonsultasi. Begitu peserta berjubel antri berkonsultasi, tak kulihat Sherly di deret peserta kelompok kedua. Hmmm... 

"Loh mbak Sherly nomor genap kok sama saya..." tanya pak Widi.

"Nggak apa- apa, pak. Sama saja..."

Sherly menyodorkan laptopnya kepada pak Widi.

Aku yang mendengar percakapan mereka langsung berkomentar, "Kalau mahasiswi pinter ya nggak mau konsultasi dengan saya, pak..."

Sherly terbelalak mendengar ucapanku. Lucu sekali melihatnya seperti itu. 

**

Akhirnya laptop Sherly berpindah ke tanganku. Pak Widi yang menyerahkannya ketika tak ada lagi peserta yang berkonsultasi padaku. Kebetulan banyak peserta yang mengantri konsultasi pada beliau.

Rinduku pada Sherly sedikit terobati ketika ada diskusi kecil tentang tugasnya hari ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun