Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bias pada Permen Pendidikan dan Kebudayaan No. 17 Thn 2017

6 Juni 2017   15:48 Diperbarui: 6 Juni 2017   15:48 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

'3. Bias Pada Peraturan Menteri No. 17 Tahun 2017

Menurut yang saya baca dan yang saya pahami, pada permen tersebut terdapat sejumlah bias yang menyimpang dari tujuan awal.

Pertama: Peraturan tersebut dirancang dengan asumsi dasar bahwa terdapat kesenjangan mutu yang sangat besar pada lulusan tiap jenjang pendidikan. Ini memang fakta yang tidak mungkin ditutupi apalagi diingkari. Fakta bahwa terdapat kesenjangan mutu yang sangat lebar, tampaknya adalah pemicu hasrat pemerintah untuk melakukan pemerataan mutu.

Kedua: Di dalam pemahaman saya, pemerataan mutu itu dilakukan dengan cara "mengubah sekolah yang kurang/tidak bermutu menjadi sekolah yang mutunya sejajar dengan sekolah unggulan atau sekolah favorit. Meningkatkan sarana dan prasana sehingga semua sekolah sejajar dan setara".

Pemerintah tampaknya memahami "pemerataan" dengan cara yang berbeda. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 17 itu bukan untuk "pemerataan" tetapi untuk lebih tepat untuk "merata-ratakan". Kita semua pasti tau bagaimana menghitung nilai rata-rata. Merata-ratakan itu berarti menurunkan mutu tertinggi agar tidak terlampau senjang terhadap mutu terendah.

Ketiga: Tujuan dari permen ini salah satunya adalah "mendorong peningkatan akses layanan pendidikan" sulit saya korelasikan dengan sistem zonasi. Seperti apapun sistem PPDB, selama kapasitas jauh lebih kecil dari peserta, selama itu pula akses tidak mungkin ditingkatkan. Cara paling baik untuk meningkatkan akses pendidikan adalah "meningkatkan kapasitas". Toh anggaran pendidikan sudah begitu besar.

Keempat: Sulit juga saya korelasikan antara sistem zonasi dengan prinsip "tanpa diskriminasi". Bahkan yang paling mudah terlihat adalah sistem zonasi itu memperkuat dan melembagakan "diskriminasi".

Sekolah unggul dan favorit mayoritas ada di kota provinsi atau paling banter di kota kabupaten. Begitu juga keberadaan sekolah yang sarana dan prasarananya lengkap yang mayoritas ada di kota provinsi atau paling banter di kota kabupaten. Bukankah langsung terlihat jelas bahwa sistem zonasi itu mendiskriminasikan siswa dari kota kecil kecamatan dan siswa dari desa-desa?

Sekolah unggul dan favorit mayoritas ada di pusat kota, maka sistem zonasi itu mendiskriminasikan siswa dari pinggiran kota.

'4. Usul

Kita harus meningkatkan mutu pendidikan agar mampu bersaing dengan mutu pendidikan Negara lain, dan harus dilakukan bersamaan dengan pemerataan mutu pendidikan diseluruh wilayah Negara. Dan itu bisa dilakukan tidak cukup hanya dengan mengutak-atik kurikulum dan menganti-ganti sistem penerimaan siswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun