Mengapa mengampuni pendidikan seks?
Mengadaptasi definisi tax amnesty sebagaimana dalam UU no 11 tahun 2016, maka sex education atau pendidikan tentang seks adalah hal yang begitu ditelantarkan oleh negara Indonesia selama puluhan tahun.
Angket yang dilakukan oleh perusahaan kondom Durex (Detik, 2019) mengungkapkan bahwa 84 persen remaja 12-17 tahun di Indonesia belum pernah mendapat pendidikan seks. Republika (2015) juga mengutip angket yang dilakukan fabrikan pembalut Laurier yang menyatakan bahwa hanya 1 dari 4 remaja putri berusia 13-19 tahun yang pernah membahas masalah seksualitas dengan orang tuanya.
Pengamat kesehatan seksual, dr Boyke SpOG (Detik, 2016) menenggarai rendahnya pendidikan seks secara formal di sekolah maupun di dalam keluarga sebagai biang keladi tingginya angka aborsi di Indonesia yang menjadi sebab utama besarnya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia.Â
Apa yang harus kita lakukan?
Sebagaimana tax amnesty menuntut adanya 'pengungkapan harta', maka pada sex (education) amnesty, Indonesia harus memulai dengan langkah awal untuk memetakan masalah.Â
Survey atau angket pada level nasional harus dilakukan untuk segera memetakan seberapa minim pengetahuan masyarakat tentang seksualitas. Angket nasional harus berfokus pada golongan usia anak-anak sampai akhir golongan usia aktif secara seksual.
Berdasarkan hasil angket nasional, strategi pendidikan seks secara formal lewat sekolah maupun secara informal lewat badan-badan kemasyarakatan yang melibatkan keluarga harus segera digodok dan diterapkan.
Kedua, sex amnesty juga berarti pengampunan seksual secara mental.
Economica (2020)Â mengungkap pendapat Sri Wiyanti pakar dari Fakultas Hukum IGM yang mrnyatakan bahwa para penentu kebijakan di Indonesia masih belum berani menerapkan kurikulum formal pendidikan seks karena masih terbawa wacana dari kelompok tertentu yang hanya melihat pendidikan seks sebagai isu moral dan bukan sebagai kebutuhan.Â
Di artikel yang sama dr. Hasto Wardoyo Kepala BKKBN juga menyatakan kentalnya persepsi publik yang masih menganggap bahwa pendidikan seks lebih memberikan dampak negatif dibandingkan dampak positif.Â