Koran Sindonews (2019) mengungkap data BPS yang menyebutkan bahwa angka persentase pernikahan dini di Tanah Air meningkat menjadi 15,66% pada 2018, dibanding tahun sebelumnya 14,18%. Pernikahan dini adalah pernikahan di mana mempelai perempuan berusia di bawah 16 tahun (!).Â
Suara Merdeka (2019), Tagar.id (2019), IDN Times (2019) mengutip pernyataan beberapa pakar BKKBN di tempat yang berbeda yang menenggarai bahwa seks bebas di usia dinilah yang menyebabkan kehamilan di luar nikah yang menjadi salah satu penyebab tingginya persentase pernikahan dini.
Jadi berbeda dengan Jepang dan Korea Selatan yang mengalami adanya penundaan aktifitas seksual rekreatif maupun semakin sedikitnya aktifitas seksual reproduktif, di Indonesia ada kecenderungan bahwa aktivitas seksual warga NKRI dimulai pada usia yang sangat dini.Â
Aktifitas seksual usia dini inilah yang untuk para pakar dianggap jadi biang keladi tingginya pernihakan dini ataupun aborsi yang merupakan tindak ilegal.Â
Dari kesimpulan ini, resesi seks di Indonesia dapat didefinisikan sebagai minimnya pemahaman akan seks yang sehat, terutama terkait usia yang tepat dan alasan di belakangnya.Â
Minimnya pemahaman ini menyebabkan terlalu banyaknya warga NKRI yang melakukan kegiatan seksual pada usia dini, jelas dengan motivasi ena-ena tanpa menyadari konsekuensinya.Â
Aborsi yang seringkali menjadi solusi tentu beresiko tinggi seperti yang ditunjukan oleh besarnya angka kematian ibu (AKI).Â
Jika pasangan remaja dinikahkan, tentu kita layak kuatir akan kualitas anak-anaknya kelak. Bagaimana kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang dilahirkan oleh pasangan yang terpaksa menikah pada usia yang masih belia?Â
Satu strategi ampuh yang dapat ditempuh untuk mengatasi resesi seks a la negara +62 adalah sex amnesty!Â
Apa itu sex amnesty? Minimum ada dua arti yang bisa kita ambil dengan implikasinya yang sangat praktis.
Pertama, bersifat konotatif, sex amnesty dapat diartikan sebagai sex education amnesty atau pengampunan pendidikan seks.