Sekejap, mataku terlelap, dan aku tertagetkan oleh sosok wajah istriku yang tersenyum kepadaku, aku masih teringat betul saat ia memberiku Quran. Lalu aku pun memegang Quran mungil itu dan membacanya dalam situasi yang kuharap aman dari serangan.
Tak lama, lewat tengah malam, satu per satu kawanku tiada oleh tembakan dari berbagai penjuru persembunyi itu.
"Jdarr ! Jdarrr !...buuummmm !"
Aku pun sontak memegang kembali senjataku dan memasukkan kembali Quranku dalam tasku. Detak jantungku bergejolak kembali. Aku sangat memberontak kepada mereka semua.
Dua zionis menghadapiku dengan bersembunyi di belakang tembok dan satu orang dibalik meja. Aku sudah tahu posisi mereka, tetapi aku menunggu saat yang pas akan ku bantai mereka.
Inilah saat yang tepat bagiku untuk menembak.
"Jdar jdar !...dar !dar !dar! dar! dar !......."
Alhamdulillah, satu diantara dua zionis berhasil kutembak, tapp....
"Wooooosssshhhh......"
Ternyata di belakangku terdapat seorang lagi yang membawa senjata bara api. Ia membakar tubuhku, ia membakar tubuhku. Aku merontah-rontah, aku kepanasan, aku berlari dan berguling-guling sebisaku.
"Hahahahaha.....saatnya kau kami siksa, hahahaha..."