Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Jurnalis - pendiri komunitas Seniman NU
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis opini di lebih dari 100 media berkurasi. Sapa saya di Instagram: @Joko_Yuliyanto

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Terpasung

7 Januari 2020   14:27 Diperbarui: 7 Januari 2020   14:29 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih seperti biasa. Jam dinding berdetak di ruang tengah. 

Seperti jejak memburu tawanan. Ditemani suara tokek merapat di samping TV.

Malam semakin gelisah. Tak seperti malam kemarin dan kemarinnya lagi.

Pikiran dan hati kini mengombak, aneh. "Kuat" Bisik setan untukku yang terpasung.

 

Tanganku menggenggam sakit. Kakiku berat tak berasa, Mati.

Mataku sayup tiga bulan dalam gelap. Tubuhku sulit bergerak.

Aku ingin berlari, menari, dan tebang. Ada yang membatasi, dinding ketakutan.

Kegelisahan, kekhawatiran,kefasikan. "kuat". Kata Tuhan aku mampu.

 

Mampu Tuhan sangat rumit. Aku tak sebesar gajah dan sebuas singa.

Aku takut malam dengan keterpasungan. Aku ingin bebas seperti elang pagi hari.

Keras. Menjadi jahat dan musuh. Mungkin setelah lepas dari pasung biadab ini.

Menjadi baik kini tak dihargai. Buruk layaknya lebih mudah dan menyenangkan.

 

"Bangsat! Jangan kau turut iblis sekitar"

"lantas aku menurut siapa?"

Perasaan ini mulai pudar. Aku bahkan sulit membedakan cahaya maupun api.

 

Tuhan aku musti bagaimana? Lepaskan hamba dari ikatan keji ini.

Hamba tak kuasa, limpahkan yang sewajarnya. Bahkan aku sulit membedakan.

Tuhan, Kau menyayangiku atau membenciku?

 

Kalau ruangan ini bercahaya. Pastilah hanya lilin tua yang menyala.

Setelah itu habis digerogoti nyamuk yang mulai muak dengan darahku.

"Kuat". Dalam hati nyamuk menyemangatiku

 

Jam tengah malam. Masih aneh. Di atas meja ada pisau lipat.

Cukup untuk merobek nadi dan masalah. Sayang tangan dan kakiku terpasung.

"Hey nyamuk cantik. Bisa ambilkan pisau itu?"

"Kuat". Malaikat menghampiriku risau.

Kenapa? Bukankah surga lebih indah. Tanpa kecurigaan tanpa permasalahan.

 

Raihlah surga dengan cara yang benar. Gunakan hati, lepaskan pasung.

Tuhan akan menuntunmu. Jangan lemah. Tuhan tak suka hamba lemah.

Tak ada yang membantu tuan, percuma. Semakin lama kian rumit dan menumpuk.

"Kuat". Ingat. Kamu hamba yang kuat.

 

Kalau aku jadi ia mungkin lebih tersenyum. Tertawa tanpa topeng yang menyelimuti.

Jangan berprasangka, ia juga sepertimu. Tinggal bagaimana melepas pasung.

Kuat. Tuhan berpesan padaku untukmu.

Karanganyar, 14 September 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun