Mohon tunggu...
John Rinaldi
John Rinaldi Mohon Tunggu... -

Saya adalah alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Berminat terhadap kajian filsafat, sosial, budaya, psikologi, agama, dan sufistik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi 7, 40, 100, dan 1000 Hari dalam Timbangan Syariat Islam

3 Februari 2014   10:11 Diperbarui: 30 Agustus 2020   07:56 14281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tahlilan (ntb.kemenag.go.id)

Menurut Imam as-Suyuthi, hadits di atas diriwayatkan secara mursal dari Imam Thawus dengan sanad yang shahih. Hadits tersebut diperkuat oleh hadits Imam Mujahid yang diriwayatkan oleh Ibnu Rajab dalam Ahwal al-Qubur dan hadits Ubaid bin Umair yang diriwayatkan oleh oleh Imam Waki’ dalam al-Mushannaf, sehingga kedudukan hadits Imam Thawus ini dihukumi marfu’ yang shahih. 

Imam as-Suyuthi juga mengatakan bahwa Imam Thawus yang wafat pada tahun 110 H dikenal sebagai salah seorang generasi pertama ulama negeri Yaman dan pemuka para tabi’in yang sempat menjumpai lima puluh orang shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Guru-guru Imam Thawus adalah para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika beliau mengatakan bahwa orang yang meninggal dunia diuji di dalam kuburnya selama tujuh hari, maka tentulah hal itu bukan hasil ijtihadnya sendiri, karena persoalan alam barzakh adalah persoalan yang bersifat ghaib yang tidak bisa diijtihadi.

Pengetahuan itu mestilah beliau dapatkan dari para gurunya yang berasal dari kalangan shahabat, dan para shahabat pun tidak akan mengetahui hal itu kecuali dari guru mereka, yakni Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini sesuai dengan kaidah yang diakui para ulama, baik dari kalangan ahli ushul maupun ahli hadits:

“Setiap riwayat seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ma ruwiya mimma la al-majalla ar-ra’yi fiih (yang tidak bisa diijtihadi), semisal alam barzakh dan akhirat, maka itu hukumnya adalah Marfu’ (riwayat yang sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), bukan Mauquf (riwayat yang terhenti pada shahabat dan tidak sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).”

Yang juga perlu diingat bahwa tradisi bersedekah selama tujuh hari berturut-turut dari hari kematian seseorang telah berlangsung di Makkah dan Madinah sejak generasi shahabat hingga abad ke sembilan Hijriah, sebagaimana yang ditegaskan oleh Imam as-Suyuthi berikut ini:

أَنَّ سُنَّةَ اْلإِطْعَامِ سَبْعَةَ أَيَّامٍِ بَلَغَنِيْ أَنَّهَا مُسْتَمِرَّةٌ إِلَى اْلآنَ بِمَكَّةَ وَالْمَدِيْنَةِ، فَالظَّاهِرُ أَنَّهَا لَمْ تُتْرَكْ مِنْ عَهْدِ الصَّحَابَةِ إِلَى اْلآنَ وَأَنَّهُمْ أَخَذُوْهَا خَلَفًا عَنْ سَلَفٍِ إِلَى الصَّدْرِ اْلأَوَّالِ

Artinya: “Kesunnahan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan perbuatan yang tetap berlaku hingga sekarang (zaman Imam Suyuthi, sekitar abad IX Hijriyah) di Mekah dan Madinah. Yang jelas, kebiasaan itu tidak pernah ditinggalkan sejak masa shahabat sampai sekarang, dan tradisi itu diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama (masa shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).” (al-Hawi li al-Fatawi, Juz 2, halaman 194).

Cobalah Anda perhatikan. Imam as-Suyuthi telah menyatakan bahwa bersedekah tujuh hari berturut-turut sejak kematian seseorang sudah berlangsung sejak masa shahabat hingga masa beliau sendiri di Makkah dan Madinah, yakni sekitar abad ke-9 Hijriyah.

Lalu, bagaimana dengan pendapat orang yang mengatakan bahwa tradisi memberi sedekah tujuh hari berturut-turut itu dari agama Hindu? Layakkah kita mempercayainya?

Tentu saja pendapat yang demikian itu hanya keluar dari lisan seseorang yang tidak memiliki wawasan keislaman yang baik. Maka berhati-hatilah terhadap mereka yang bisanya hanya menyalah-nyalahkan, namun tidak memiliki ilmu yang memadai perihal sesuatu yang disalahkannya itu.

Lalu, bagaimana dengan tradisi setahunan atau yang dalam bahasa Jawa sering disebut khol? Adakah dalil untuk amaliah yang demikian itu? Tentu saja ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun