Mohon tunggu...
Johansyah Syafri
Johansyah Syafri Mohon Tunggu... Editor - Pelayan Publik

Kata Imam Syafi'i, "Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tak Ada Tikungan Berbeda di Jalan yang Sama

28 Januari 2023   08:40 Diperbarui: 28 Januari 2023   08:44 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Dokumen pribadi)

Jalan merupakan tempat untuk lalu lintas orang (kendaraan dan sebagainya) atau perlintasan (dari suatu tempat ke tempat lain).

Kesempatan (untuk mengerjakan sesuatu), dan sesuatu yang dilalui atau dipakai untuk keluar masuk, juga disebut jalan.

Menurut KBBI, ada 14 definisi atau pengertian jalan. Tentu pengertian tersebut tak termasuk kata turunan dan gabungan kata dari lema jalan.

Di Indonesia, ada dua UU berkenaan dengan jalan (ada kata jalan). Yakni, UU Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, dan UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.

Diundangkannya kedua UU tersebut di antaranya memiliki muara akhir yang sama. Baik UU Nomor 2 Tahun 2022 maupun UU Nomor 22 Tahun 200 merupakan bagian dari upaya untuk memajukan kesejahteraan umum.

Masih di Indonesia, selain jenis jalan (seperti jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/kota, jalan desa), ungkapan khusus yang menggunakan kata jalan juga tak sedikit.

Misalnya, jalan tikus, jalan damai, jalan belakang, jalan pintas, jalan kompromi, jalan tengah, jalan pikiran, jalan keluar, jalan cerita, jalan buntu, jalan gelap, jalan cepat, dan jalan santai.

Begitu pula peribahasa atau pepatah yang menggunakan kata dasar jalan. Juga banyak.

Pertama, "Banyak jalan menuju Roma".

Pepatah tersebut muncul kali pertama dalam bahasa Latin, yakni "Mlle viae dcunt homins per saecula Rmam" yang artinya, "Seribu jalan membimbing orang selamanya ke Roma".

Maknanya, "Ada lebih dari satu cara untuk mencapai tujuan yang sama".

Kita diperbolehkan menempuh strategi berbeda asalkan hasilnya sama. Tak ada larangan untuk tampil lain dari yang lain. Tapi, tentu bukan sekadar tampil beda.

Bila tampil beda dan hasilnya tak sama, bahkan lebih buruk atau gagal, itu namanya menyalah. Bersalahan.

Kedua, "Jangan ditentang matahari condong, takut terturut jalan tak berintis".

Artinya, "Hendaklah kita selalu ingat dan cermat, jangan teperdaya atau tergoda akan sesuatu yang elok, tetapi mungkin mendatangkan bahaya".

Pepatah ini mengingatkan agar berhati-hati. Tidak mudah tersemu oleh sesuatu yang terlihat cantik.

Memang, yang tampak oleh indra penglihat belum tentu yang sejati. Sebab, yang tulen, yang esensi justru berada di balik apa yang terlihat oleh mata. The map is not the territory. Peta bukan wilayah. Jangan tertipu oleh pencitraan. Apalagi gencar. 

Ketiga, "Lancar kaji karena diulang, pasar jalan karena diturut".

Artinya, "Kepandaian atau kemahiran bisa didapat karena rajin berlatih atau kerap mengerjakannya".

Dalam hal apa pun, jika ingin terampil memang harus banyak latihan. Harus dibiasakan. Mesti menjadi budaya.

"Keunggulan adalah sebuah seni yang dimenangkan oleh latihan dan kebiasaan," kata Aristoteles, filsuf atau ahli pikir dari Yunani (384 SM-322 SM).

Peribahasa ini juga sering ditulis atau diucapkan dengan susunan "terbalik". Yakni, "Pasar jalan karena diturut, lancar kaji karena diulang".

Keempat, "Sedepa jalan ke muka, setelembap jalan ke belakang".

Maknanya ada dua. "Maju terus untuk menyampaikan maksud" dan "Segala apa pun harus selalu diperhitungkan untung ruginya".

Selagi tujuannya baik dan untuk kebaikan, jangan takut menyampaikannya. Apalagi untuk hal yang prinsip. Sesuatu yang benar.

Sabda Rasulullah saw., "Katakanlah yang benar meskipun itu pahit (berat untuk dikatakan)." (HR Ibnu Hibban).

"Jangan pernah merasa takut akan kesendirian dan terasing karena Anda mempertahankan prinsip yang benar," pesan Galileo Galilei, ahli fisika dari Italia (1564-1642).

Perhitungan adalah perencanaan. Bagian dari manajemen. Penting dan menentukan hasil. Tapi jangan terlalu banyak rencana. Sebab, program bisa menjadi salah dikarenakan terlalu banyak rancangan.

Kelima, "Sudu-sudu di tepi jalan dipanjat kena durinya, disinggung kena rabasnya, ditakik kena getahnya".

Artinya, "Orang yang tidak bisa dikalahkan".

Meskipun berjangka, orang yang tak dapat diungguli lawan, pasti memiliki keutamaan pribadi. Keunggulan yang unik, lain daripada yang lain.

"Keinginan untuk menang, gairah untuk sukses, dorongan untuk memberikan potensi terbaikmu, inilah kunci yang akan membuka pintu menuju keunggulan pribadi," ujar Konfusius, filsuf dari Tiongkok (551 SM-479 SM).

Keenam, "Adat sepanjang jalan, cupak sepanjang betung".

Maknanya, "Segala sesuatu ada tata caranya".

Benar adanya. Apa pun pasti ada aturannya. Punya adat istiadat. Memiliki norma atau hukum yang mesti ditaati.

Ungkapan jalan pintas atau jalan belakang merupakan antitesis dari nasihat bijak ini.

Bagi umat Islam, tentu harus seperti aforisme terkait pengamalan adat dan Islam dalam masyarakat Minangkabau, "Adat bersendikan syariat, syariat bersendikan Kitabullah (Al-Qur'an dan sunah)".

Ketujuh, "Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang penggalan".

Maknanya, "Cinta kasih seorang anak tidak bisa mengalahkan cinta kasih seorang ibu".

Peribahasa ini memberikan nasihat agar kita berbakti dan tidak durhaka kepada orang tua. Utamanya ibu.

Mengapa ibu? Karena (sebagai contoh), kita tak akan pernah bisa membalas budinya, meskipun hanya satu embusan napas yang dikeluarkannya ketika melahirkan kita.

Banyak ayat Al-Qur'an dan sunah yang menjelaskan mengenai kewajiban seorang anak berbakti kepada ibunya. Antara lain (hadis), "Surga di bawah telapak kaki ibu."

Kedelapan, "Anggup-anggip bagai rumput tengah jalan".

Maknanya, "Hidup yang serba kesusahan". Contohnya miskin, sakit, dan sebagainya.

Siapa pun orangnya, pasti tak mau hidup dalam kesulitan. Apalagi serba-serbi. Hidup dengan serbaneka berat.

Terlepas dari takdir, ada satu kata yang menjadi sebab munculnya kesusahan dalam hidup. Kata tersebut adalah malas. Parahnya lagi, sudah susah malas pula. Pasti lebih susah. Paket komplet.

Dan yang lebih parah lagi, sudah susah dan malas menyusahkan orang lain. Naudzubillah min dzalik 'kami/aku berlindung kepada Allah dari hal itu (merujuk pada hal yang buruk)'.

Kesembilan, "Searah bertukar jalan".

Maknanya, "Sama maksudnya tetapi berlainan cara mencapainya".

Nasihat dari pepatah ini setali tiga uang dengan ungkapan "Banyak jalan menuju Roma".

Kesepuluh, "Seiring bertukar jalan (sekandang tidak sebau, seia bertukar sebut)".
Maknanya, "Berlainan pendapat (caranya) meskipun maksudnya sama".

Pesan dari ungkapan ini tak berbeda dengan maksud peribahasa "Searah bertukar jalan" dan "Banyak jalan menuju Roma".

Kesebelas, "Di mana ada kemauan, di situ ada jalan".

Maknanya, "Jika mempunyai cita-cita, berusahalah dengan bersungguh-sungguh untuk mencapainya."

Di "panggung sandiwara" ini, melakoni hidup memang tak selamanya mesti serius. Namun, bila menginginkan keberhasilan, maka kesungguhan menjadi salah satu kuncinya. Jadi benar adanya jika hasil tidak akan berbuat khianat kepada usaha.

Terakhir, judul tulisan ini. Tentu judul tersebut bukan peribahasa atau kutipan. Tapi fakta dalam keseharian. Realitas yang nasihatnya kerap diabaikan bahkan sengaja dicuaikan. Dianggap tak penting.

Tak ada tikungan berbeda di jalan yang sama adalah kenyataan tak terbantahkan. Semua orang tahu itu.

Memang dan pasti 'kan tak ada sensasi atau pengalaman baru jika berada di sirkuit yang sama. Itu-itu saja.

Pun perubahan. Jika ingin perubahan maka jadilah perubahan. Tentu sebagai perubahan dengan prinsip ahimsa (anti kekerasan) dan satyagraha (jalan yang benar).

"Kita harus menjadi perubahan yang ingin kita lihat di dunia," pesan kebajikan dari Mohandas Karamchand Gandhi atau yang lebih dikenal sebagai Mahatma Gandhi (2 Oktober 1869-30 Januari 1948). *****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun