Mohon tunggu...
Johansyah Syafri
Johansyah Syafri Mohon Tunggu... Editor - Pelayan Publik

Kata Imam Syafi'i, "Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya."

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat dari Lampion Imlek 2023

23 Januari 2023   03:59 Diperbarui: 23 Januari 2023   04:06 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagai sayur kurang garam. Begitu pula Imlek tanpa kehadiran lampion yang menghiasi sudut-sudut jalan, kelenteng, dan rumah-rumah. Terasa kurang meriah.

Bagi beberapa orang, lampion juga dimaknai sebagai simbol status sosial. Semakin mewah dan bagus lampion menandakan "si pemilik" berasal dari kalangan atas.

Kata lampion dalam bahasa Mandarin disebut 'denglong' menerangi. Sedangkan warna merah melambangkan kemakmuran, kesatuan, dan rezeki.

Masyarakat dari etnis Tionghoa percaya bahwa lampion memberi jalan dan menerangi rezeki penggunanya.

Tersebab itulah, lampion selalu ada, terutama pada perayaan-perayaan besar, seperti saat perayaan tahun baru Cina 2574, tahun 2023 ini.

Bagi mereka yang beragama Konghucu, melalui pemasangan lampion ini mereka menggantung asa agar selalu mendapat keberhasilan di tahun-tahun mendatang.

Lampion memiliki akar sejarah yang panjang. Pembuatan lampion tujuan awalnya sederhana, sebagai penerangan.

Menurut sebuah literatur, tradisi memasang lampion diperkirakan sudah ada di daratan Cina sejak era Dinasti Xi Han (tahun 206 SM s.d. 9 M).

Orang-orang dari Dinasti Han Timur (25-220 M) membuat rangka lampion dari bambu, kayu, atau jerami gandum.

Mereka meletakkan lilin di tengahnya dan merentangkan sutra atau kertas di atasnya sehingga nyala api tak padam dihembus angin.

Lampion kemudian diadopsi para biksu Buddha sebagai bagian dari ritual ibadah mereka pada hari ke-15 bulan pertama kalender lunar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun