Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembentukan Karakter Tidak Bisa Dilakukan Sendirian

17 Juli 2024   10:59 Diperbarui: 17 Juli 2024   11:02 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anggota Pramuka sedang bekerjasama membuat tandu (Foto : ANTARA/Zabur Karuru ?

Pembangunan karakter (character building) terus dilakukan. Jargon ini pun berseliweran di banyak media, seminar, diskusi ataupun berbagai kegiatan yang dilakukan berbagai lembaga dan organisasi.

Hal itu tidak terlepas dari berbagai kondisi yang bisa dikatakan krisis pada bangsa ini, tak hanya soal ekonomi maupun politik tapi lebih dari itu krisis karakter atau jati diri.

Situasi yang ada saat ini menyadarkan kita pentingnya pembangunan karakter itu, terutama bagi anak-anak muda. Merekalah yang menjadi tumpuan harapan kita atas arah masa depan bangsa.  

Kita tidak boleh pesimis dan membiarkan anak-anak muda berjalan sendirian. Peran kita sebagai orangtua, sebagai guru, pembimbing dan teman sangat penting bagi perjalanan mereka ke masa depan.


Pondasi

Dalam kacamata pengamat sosial, Dr. A.A Ketut Patera, SE, M.Fil.H, pembentukan karakter bukanlah perkara sepele. Bukan sekedar program rutin yang sudah dianggarkan. Justeru merupakan pondasi krusial untuk menciptakan individu yang tangguh, berintegritas, dan bertanggung jawab.

"Generasi muda harus memiliki bekal sebagai karakter yang kuat untuk menghadapi berbagai tantangan dan rintangan. Mereka nantinya bisa mengambil keputusan yang tepat. Nilai-nilai seperti kejujuran, disiplin, kerja keras, dan rasa empati sangat penting untuk ditanamkan sejak dini," ujar Agung yang juga Dosen  Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara Jakarta.

Karakter yang kuat tidak hanya membantu individu dalam kehidupan pribadinya, tapi juga bisa memberikan sumbangan bagi masyarakat.

Pendidikan pada dasarnya mempunyai dua tujuan, yaitu membantu manusia menjadi cerdas (smart) serta membantu manusia menjadi pribadi yang lebih baik.

Menjadikan manusia pintar dan cerdas mungkin mudah, namun menjadikan manusia baik dan cakap nampaknya jauh lebih sulit atau bahkan sangat sulit.

Maka sangatlah wajar bahwa permasalahan karakter sebenarnya adalah permasalahan ketakutan atau penyakit merugikan. Salah satunya pada anak muda yang saat ini kenyang akan dunia digital tapi minim pendidikan karakter.


Keterampilan Sosial 

Seperti apa anak muda, yang disebut generasi Z saat ini?.

Mereka sering dianggap sebagai kelompok yang tumbuh dalam era teknologi yang cepat dan beragam. Generasi yang cerdas, kreatif, dan terhubung secara global, sosok yang mobile dan yang paling well educated karena peran dari digitalisasi informasi. Selain itu merupakan generasi yang terbuka, dan tentunya kritis terhadap apapun yang ada di sekitar.

Agung Patera (kiri) bersama peserta kegiatan stunting yang diselenggarakan Kemenag Bangka Belitung, Mei 2024 (Foto : dokpri)
Agung Patera (kiri) bersama peserta kegiatan stunting yang diselenggarakan Kemenag Bangka Belitung, Mei 2024 (Foto : dokpri)
Generasi kelahiran 1996 -- 2010 ini menjadi digital native yang membuat mereka memiliki karaktertistik yang unik. Menurut data BPS 2020, generasi Z berjumlah 75,5 juta atau 27.94 persen dari total jumlah 272 Juta penduduk Indonesia.

Ditambah lagi milenial yang berusia paling muda 26 tahun hingga 38 tahun ditahun 2021, berjumlah 70 juta (25.87 persen). Terakhir dari kelompok usia produktif adalah post gen Z berjumlah 29.4 juta yang saat ini mulai masuk ke bangku SMP dan SMA ditahun 2021.

Total generasi produktif Indonesia sejumlah kurang lebih 175 juta jiwa. Angka yang sangat besar dan menjanjikan sebagai tumpuan harapan bagi Indonesia yang lebih baik.

Meski begitu, di balik itu ada beberapa hal yang menjadi kelemahan sekaligus bisa menghambat perkembangan mereka di masa mendatang.

Dalam hal sosialisasi atau keterampilan sosial mereka dianggap kurang mahir. Penggunaan media sosial yang berlebihan sering disebut sebagai penghambatnya. Mereka menganggap lebih nyaman berkomunikasi melalui layar gadget daripada berinteraksi secara langsung.

Hal lain adalah soal tingkat ketahanan mental saat menghadapi tekanan dan stress. Mereka cenderung kurang kuat dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Tekanan itu berasal dari ekspektasi sosial, sekolah yang kompetitif dan pengaruh media sosial secara terus-menerus.


Tidak Sendiri

Namun, pembentukan karakter anak atau generasi muda bukanlah semata jadi urusan para pendidik. Lingkngan maupun orang terdekat, seperti keluarga dan lingkungan sekitar memiliki pengaruh besar bagi pembentukan karakter.

Bahkan keluarga merupakan tempat belajar dan pembentukan karakter pertama yang diperoleh oleh anak.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan terhadap anak sedari kecil dan saat mereka tumbuh menjadi pemuda untuk membentuk karakternya.

1.Pesan Moral

Dalam pelajaran di sekolah, atau saat menjadi pembicara, pesan moral bisa disisipkan agar siswa atau peserta mengambil hikmah dari situ.

Misalnya dalam pelajaran matematika, tak hanya tentang angka atau rumus semata. Guru bisa menanamkan karakter bersabar, kerja, jujur dan pantang menyerahkan dalam menyelesaikan soal. Ini akan membuat siswa siap menghadapi masalah dan berpikir optimis.

Seperti yang dilakukan oleh Agung Patera saat menjadi pembicara dengan topik  "Character Building Sebagai Pondasi Masa Depan" dalam kegiatan "Pencegahan Stunting Bagi Siswa Pasraman", yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama Bangka Belitung, Mei 2024 lalu.

Agung memutar slide tentang kisah sebuah pohon apel yang rela dahan, buah hingga batangnya diambil oleh seorang anak hingga tinggal sepenggal kayu. Pesan yang diselipkan adalah besarnya kasih sayang orangtua terhadap anaknya, sedari masih bocah hingga menua.

Pesan moral itu mendapat tanggapan positif dari Pembimbing Masyarakat Hindu Bangka Belitung, I Nengah Wiardiasa, S.Ag. yang dikenal memiliki inisiasi meningkatkan Pembangunan karakter di provinsi tersebut.

"Tantangan yang dihadapi oleh generasi muda memang semakin kompleks. Oleh karena itu, mereka harus punya bekal dengan pembangunan karakter  yang kuat. Berbagai  pesan yang mengena dan tidak terkesan menggurui sangat dibutuhkan," ujar I Nengah Widiarsa.

Di sekolah, lanjutnya, program seperti PDK (Pengenalan Dunia Kewirausahaan) bisa menjadi salah satu sarana efektif untuk mengembangkan pembangunan karakter.

Kegiatan-kegiatan tersebut dapat membentuk karakter siswa menjadi lebih mandiri, percaya diri, dan inovatif.

2. Keteladanan

Anak muda yang kritis sangat membutuhkan keteladanan dari lingkungan pendidikan dan sekitarnya. Para pemimpin, termasuk guru memiliki peran penting sebagai teladan, tak hanya di lingkungan sekolah atau lembaga.

Apa yang dilakukan akan diingat oleh siswa atau anak muda lainnya. Seperti seorang guru yang sering diingat bukan karena pelajaran yang diterima, tapi karena sifat yang dimilikinya seperti tegas, sabar dan sebagainya.

3. Apresiasi

Anak juga membutuhkan penghargaan, tak hanya saat mendapatkan nilai bagus atau meraih prestasi. Sekecil apapun kemajuan yang ditunjukkannya membutuhkan apresiasi. Ini sangat berarti baginya, karena merasa diakui, dihargai.

4. Kepemimpinan

Jiwa kepemimpinan (leadership) juga perlu dibangun pembentukan kelompok. Ini memberi kesempatan untuk menjadi pemimpin secara bergantian.

Kelompok ini mendapat tugas, yang harus diselesaikan di bawah pemimpin yang terpilih. Anggota kelompok memberikan kontribusinya, baik lewat saran dan lainnya. 

5. Kejujuran

Pelajaran bersikap jujur menjadi salah satu cara untuk mendidik anak bersikap ksatria. Mereka diberitahu bahwa setiap orang tentu memiliki kesalahan, tak terkecuali guru. Saat melakukan kesalahan jangan pernah malu untuk mengakui dan meminta maaf.

6. Sopan Santun

"Gak sopan," begitu yang sering didengar atas sikap atau perilaku seorang anak muda. Sopan santun yang seharusnya sudah tertanam sedari kecil sepertinya ikut mengalami krisis. Namun ini jangan membuat kecil hati, karena masih bisa diperbaiki.

Misalnya, diajarkan sopan santun secara nyata, tidak hanya dengan menuliskannya di lorong-lorong sekolah atau di dinding kelas. Sopan santun dapat diajarkan lagi-lagi dengan teladan.

Ada kalanya siswa melakukan hal tidak sopan bukan karena sengaja, tapi mereka belum tahu bahwa yang dilakukannya itu tidak baik. Ini harus ditegur dengan lembut, tidak menghakimi.


Setara

Bagaimana kita bisa "berbicara" secara efektif dengan generasi Z agar sisipan pelajaran untuk membentuk karakter bisa terserap dengan baik?

Agung Patera saat sidang disertasi (S3) (Foto : dokpri)
Agung Patera saat sidang disertasi (S3) (Foto : dokpri)
Sebuah penelitian dari Seemiler & Grace (2017) menyebutkan, bahwa generasi Z memiliki dua karakteristik dalam belajar. Pertama, mereka adalah pengamat yang tulen. Kedua, mereka ingin mempelajari sebuah konsep yang memiliki pengaplikasian yang luas di banyak hal.

Sebuah riset lain dari Hampton (2019) menemukan bahwa generasi Z menyukai ceramah. Namun, mereka memiliki sudut pandang yang positif tentang metode ceramah dan 'storytelling'.

Ceramah yang disampaikan harus variatif dengan alat bantu audio visual dan interaktif. Semakin bervariasi metode ceramah, maka semakin disukai generasi Z.

Adanya karakteristik demikian memberi kita pola untuk memberikan pelajaran tentang pembentukan karakter agar lebih tepat sasaran, yakni pada subyek yang menggunakan teknologi untuk meningkatkan kualitas belajarnya.

Tinggal bagaimana pendidik menyesuaikan diri dengan keadaan masa kini, serta mampu memancing rasa penasaran mereka dan menggali potensi terdalam generasi Z.  

"Ini merupakan tantangan tersendiri, mengingat pendidikan masih bersifat konvensional dan belum mengintegrasikan teknologi secara penuh, " ujar Agung Patera.

Ditambah lagi dengan mereka suka berdiskusi. Sebuah survey pada 2020 menemukan bahwa 63 persen generasi Z suka berdialog, mengharapkan adanya komunikasi dua arah antara mereka dan pendidik. Artinya, mereka ingin duduk setara sebagai dua orang yang sedang berbicara.  ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun