Persepsi masyarakat terhadap calon legislatif (caleg) dari tahun ke tahun belum juga berubah. Mereka menilai caleg yang terpilih dan melenggang ke Senayan kinerjanya masih belum memuaskan. Belum memenuhi harapan para pemilih yang mencoblosnya.
Jelang pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) tahun 2024 mendatang, masih banyak ditemukan catatan hitam kinerja anggota parlemen dalam 5 (lima) tahun terakhir. Isu keterwakilan suara rakyat yang diperjuangkan oleh wakilnya masih menjadi pertanyaan besar hingga hari ini.
Tak hanya itu, seperti diberitakan Kompas.id, 16 Mei 2023 dari hasil survey Litbang Kompas, sebanyak 43,8 persen responden memandang anggota DPR sebagai wakil partai politik (parpol), dan setuju jika mereka lebih mengutamakan kepentingan kelompok.
Bahkan sebanyak 25,9 persen responden menilai para anggota DPR merupakan wakil dari ketua umum parpol. Sebanyak 8,5 persen responden menjawab tidak tahu.
Kurang memuaskannya kinerja anggota DPR itu membuat mayoritas responden (75,5 persen) menyatakan akan selektif dalam memilih partai politik atau caleg DPR pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Saat ditanya idealnya hal apa yang mejadi pertimbangan parpol dalam merekrut caleg di DPR, sebanyak 35,7 persen menginginkan sosok yang berintegritas.
Selain itu, dari pertanyaan yang sama, ada 28,2 persen yang menilai pengalaman di legislatif menjadi syarat ideal.
Kepercayaan Lebih
Beberapa ahli menyebutkan bahwa integritas adalah bentuk komitmen, kejujuran, serta konsistensi. Artinya, orang yang memang  memiliki integritas adalah mereka yang dapat diberi kepercayaan lebih.
Hal ini didasarkan pada kesesuaian antara perilaku serta ucapannya. Integritas menjadi cerminan bagi seseorang dengan suatu ciri yang transparan, bertanggungjawab serta objektif.
Nilai integritas adalah kesatuan antara pola pikir, perasaan, ucapan, dan perilaku yang selaras dengan hati nurani dan norma yang berlaku.
Sedangkan dalam Modul Integritas Umum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijelaskan, sikap integritas adalah bertindak dengan cara yang konsisten dengan apa yang dikatakan.
Namun, ideal dari nilai itu tak semudah membalikkan tangan. Kita bisa melihat pada parpol yang biasanya merekrut caleg yang pintar, punya rekam jejak mumpuni, misalnya aktivis. Tidak sedikit pula yang dicalonkan karena punya modal sosial dan finansial.
Faktanya, tidak sedikit di antara mereka, setelah terpilih dan menyandang status sebagai anggota dewan yang terhormat, malah menjadi penghuni jeruji besi alias dibui karena korupsi.
Pada akhirnya, integritas itu menjadi modal kepercayaan bagi para wakil rakyat untuk membuktikan kepada masyarakat (terutama konstituennya) seberapa besar kontribusi nyata yang bisa diberikannya. Tak hanya lewat pernyataan manis politis di media.
Anggota Komisi X DPR (antara lain membidangi masalah Pendidikan, olahraga, pariwisata dan ekonomi kreatif), Yoyok Sukawi mengakui adanya sorotan tajam dari masyarakat terhadap kinerja para wakil rakyat.
Namun, sorotan itu mestinya jadi pemicu untuk mewujudkan harapan masyarakat, yang memberikan kepercayaan kepada politisi pilihannya.
"Kita tunjukkan hasil perjuangan kita yang sudah dinikmati oleh masyarakat. Itu semua merupakan kontribusi nyata," ujar Yoyok yang menjadi caleg dari Daerah Pemilihan (Dapil) 1 Jawa Tengah. Ia juga dikenal sebagai CEO PSIS Semarang, klub kebanggaan warga Semarang.
Selama menjadi wakil rakyat, baik di DPRD Jawa Tengah selama dua periode (2009-2014 dan 2014-2019) dan DPR (2019-2024) Yoyok terus berusaha memberikan hasil kerja nyata kepada masyarakat atau konstituennya.
Di bidang pendidikan misalnya, mewujudkan pendidikan murah untuk warga Semarang lewat program bantuan beasiswa PIP (Program Indonesia Pindar dan KIP. (Kartu Indonesia Pintar). Sudah 50.000 siswa menerima bea siswa.
Di klub PSIS Semarang, mantan anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI itu bahkan mewajibkan para pemainnya memprioritaskan pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi.
Mengiringi hal itu, PSIS melakukan kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi yang ada di Semarang.
Yoyok bahkan tak segan-segan mendepak pemain yang tidak mau kuliah, termasuk yang berlabel timnas Indonesia. Pemain itu dijual ke klub lain.
"Ketika masuk usia kuliah kamu wajib kuliah, sudah gratis kok, kuliahnya juga sudah dipermudah. Kalau ada yang bilang "saya mau kejar nikah dulu", ya udah, keluar," kata Yoyok.
Isu pendidikan di kalangan pemain sepakbola Indonesia, lanjutnya, sudah menjadi perbincangan hangat di Komisi X DPR RI.
Umumnya para pemain lebih fokus mengejar karier sepakbola daripada menempuh pendidikan. Padahal, jika tidak memiliki pendidikan dasar yang kuat para pemain bakal lebih udah terkena star syndrome.
"Nggak dipungkiri banyak pemain bola kita lebih mengejar karier bola daripada sekolah. Dia sudah jadi Timnas U-20, U-23 tapi SMP-nya aja ditinggal," ujar politisi asal Partai Demokrat yang punya nama lengkap Alamsyah Satyanegara Sukawijaya.
Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar bagi Yoyok merupakan hal yang sangat penting. Di sini peran pemerintah dituntut lebih tegas.
"Ini memang peran pemerintah. Kalau pemerintah berbicara wajib belajar 9 tahun, artinya anak yang enggak mau sekolah itu dihukum. Kalau tidak mampu sekolah dibayarin. Bukan bilang maju belajar 9 tahun, tapi yang negeri gratis dan yang swasta bayar."
Concern Yoyok pada masalah pendidikan tak lepas dari kondisi pendidikan di Kota Lumpia, julukan Semarang, yang menurutnya masih belum adil.
Saat ini banyak anak sekolah sampai SMP khususnya swasta masih bayar.
Berbagai kondisi lainnya yang ada di Semarang dan perlu perbaikan membuatnya berniat maju ke dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Semarang pada 2024.
Meski demikian, dia baru memulai persiapan setelah pemilu legislatif. Saat ini hanya melakukan silaturahmi ke beberapa tokoh, dengan tujuan menyampaikan keinginan untuk maju Pilkada Kota Semarang.
"Di Wali kota, fokusku pendidikan, wajib belajar 9 tahun. tidak punya duit, yo dibayari. di Semarang, wajar 9 tahun, yang gratis cuma negeri," ujarnya.
Yoyok kemudian membandingkan di DKI Jakarta sudah bisa digratiskan. Baik itu sejak SD-SMP, SMA gratis total. Bahkan bocah SD diberi susu gratis.
"Urusan pendidikan itu, urusan wajib. supaya anak-anak kita, sekolah gratis. Sekarang anak sekolah rebutan di negeri, karena sekolah negeri gratis dan swasta bayar.
"Orang swasta, orang semarang. Mereka bayar pajak, bayar PBB. Ojo nyego goreng terus," jelasnya.
Pengalaman di legisltatif selama hampir 15 tahun, membuat Yoyok punya modal kuat untuk menjadi orang nomer satu Semarang. Ditopang juga dengan pengalamannya di dunia bisnis dan memimpin PSIS Semarang sebagai sebuah klub dan entitas bisnis.
Sosok Yoyok sendiri familiar, tak hanya di Semarang atau Jawa Tengah tapi juga nasional. Wajahnya kerap bermunculan di media-media sebagai CEO PSIS Semarang.
Sebuah lembaga pernah menggelar survei tentang persepsi publik menjelang Pilkada Semarang. Dari survey pada Mei 2023 itu menunjukkan eletabilitas Walikota Semarang saat ini, Hevearita masih teratas. Namun ia dibayangi oleh Yoyok Sukawi sebagai sosok favorit pemilh muda.
Tak hanya masyarakat Semarang, tapi  hal itu menjadikan Yoyok sebagai politisi yang difavoritkan oleh pemilih muda.
Bermodal integritas, pengalaman dan kepemimpinan sebagai politisi dan CEO PSIS Semarang, Yoyok menatap pemilihan legislatif dan Walikota Semarang 2024. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H