Mohon tunggu...
Johanna Ririmasse
Johanna Ririmasse Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis

L.N.F

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sepotong Cokelat Untuk Papa

12 Juli 2016   22:10 Diperbarui: 12 Juli 2016   22:16 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : snupeducation.blogspot.com

"Samuel, bagaimana nih? Perwakilan dari setiap sekolah. dua sampai empat anak. Berarti, anak kelas lima dan kelas enam, hanya mengutus satu dua anak." Berty, berkata kepada Samuel. Anak-anak kelompok Pattimura dan kelompok Reebook, belum pulang dari sekolah. Mereka sedang duduk di kelas, dan berdiskusi tentang acara Halal Bi Halal.

"Beta tidak bisa berbuat banyak. Sebab, itu sudah menjadi keputusan rapat guru." Samuel, menjawab pertanyaan Berty.

"Benar, Berty." John, menambahkan. "Mungkin, semua sudah diatur panitia. Karena, ini berhubungan dengan transportasi."

"Hmmm,,, Jadi, Samuel. Sebagai, ketua kelas. Ose pilih siapa dari kelas lima. Untuk, mengikuti acara Halal Bi Halal."

Samuel, berpikir sebentar. Kemudian, menjawab pertanyaan MIa. "Beta sudah pertimbangkan, dua anak dari kelas lima. Yaitu, anak perempuan dan anak lelaki. Kemudian, satu beragama muslim dan satu beragama kristen."

"Wah! Bagus itu, Samuel. Ose memang ketua kelas yang bijaksana." Berty, melonjak dari bangku. "Bagaimana, kalau ose pilih beta dan Tika. Beta, utusan dari Kristiani. Dan, Tika adalah utusan dari muslimah."

"Huh huh..." Anak-anak, menyoraki Berty.

"Itu sih ose punya mau, Berty." Ahmad, tersenyum ke arah Berty. Kemudian, Ahmad mendekati Tika. "Ade Tika, ikut kakak Ahmad saja. Kita naik motor sampai ke Liang."

"Dibonceng sama siapa, kakak Ahmad?"

"Dibonceng sama Oom Simon, ade Tika. Masa, dibonceng sama nyong Berty, yang masih belajar naik sepeda roda tiga."

"Ha ha ha..." Anak-anak, tertawa riuh.

Berty, yang biasanya tak dapat membalas kata-kata Ahmad. Tiba-tiba, tersenyum lebar. "Nona Tika, nyong Berty rela belajar naik sepeda roda dua. Asalkan, dapat berdua dengan nona Tika."

Anak-anak, tertawa kembali. John menepuk meja, sambil menyelutuk. "Mantap, nyong Berty. Ose jua gacu..."

"Samuel e, utus Berty dan Tika jua. Biar, Berty bisa bawa sepeda roda dua." Pedro, berkata kepada Samuel.

Anak-anak, tertawa menyambut canda Pedro. Namun, mereka pun sepakat. Berty dan Tika akan mewakili kelas lima.

***

John tiba di rumah. Mama Aya sedang mengajar Ann, angka dan huruf. Papa Mathew sedang duduk membaca koran. John menyapa kedua orang tua, menggoda Ann dan masuk ke kamar. Mama Aya melanjutkan, mengajari Ann.

"Angka berapa ini?" Mama Aya, bertanya kepada Ann.

"Sembilan."

"Angka berapa ini?"

"Dua belas."

"Ini, angka berapa?"

"Tujuh belas." Ann, menjawab cepat. Ketika, mama Aya menunjukan angka yang tertulis di kartu. Mama Aya merasa senang dan bersyukur, dengan kemajuan belajar Ann. Papa Mathew, yang membaca koran dan mendengar jawaban Ann. Juga, ikut bahagia dengan perkembangan belajar anak perempuannya. Papa Mathew, berhenti membaca koran dan berdiskusi dengan mama Aya. Saat, Ann sudah masuk ke kamar dan bermain dengan John.

"Mama e, kenapa kita tidak mengantar Ann ke sekolah minggu?" Papa Mathew, bertanya lembut kepada mama Aya. Sejak, papa Mathew dan mama Aya mulai bekerja sama, mengajar dan mendidik Ann. Meskipun, hanya melalui bimbingan dokter Kristo. Tetapi, mereka dapat melihat banyak perilaku dan perkembangan Ann. Bahkan, ketika mereka belajar bekerja sama demi Ann, anak mereka yang menyandang autis. Hubungan suami isteri, yang semula tegang dan frustrasi. Ketika, belum mampu menerima keadaan Ann. Sekarang, mulai mencair dan bersahabat.

"Apakah, papa yakin Ann sudah dapat diantar ke sekolah minggu?!" Mama Aya, duduk disamping papa Mathew. "Mama cuma masih kuatir, Papa. Bagaimana, kalau Ann berlari atau berjalan mondar-mandir di kelas. Atau, Ann tiba-tiba berteriak dan tertawa sendiri. Selain, mengganggu kelas sekolah minggu. Ann juga bisa jadi tontonan kawan-kawannya?"

Papa Mathew, terdiam sebentar. Seperti, memikirkan apa yang dikatakan isterinya. "Apa yang dikatakan Mama, juga ada benarnya. Tetapi, jika kita tidak memulai mengantar Ann ke sekolah minggu. Untuk, belajar dan mengenal Tuhan lebih dekat dari sekarang. Kapan kita mulai mengantar Ann ke sekolah minggu?!"

Sekarang, Mama Aya yang terdiam. Apa yang dikatakan papa Mathew, juga benar. Meskipun, Ann adalah anak penyandang autis. Namun, Ann juga seperti anak-anak yang lain. Perlu, belajar tentang firman Tuhan dan mengenal Tuhan lebih dekat. Dan, sekolah minggu seperti gereja untuk anak-anak. Dimana, anak-anak dapat bersekutu bersama dan belajar firman Tuhan.

***

"Papa, hari sabtu ini. Papa tugas di rumah sakit?!" Samuel, memeluk pundak pak Kristo yang sedang duduk. Ahmad yang duduk di sofa, tersenyum menatap tingkah Samuel. Terlebih, Ahmad sudah tahu tujuan Samuel bertanya kepada papa Kristo.

"Hmmm... Sepertinya, papa tidak ada jadwal piket hari sabtu ini." Pak Kristo, menengok ke arah Samuel. "Memangnya kenapa, Samuel?"

Samuel menyodorkan cokelat kesukaan papa Kristo, kemudian berkata. "Papa bisa tolong, Samuel?"

Pak Kristo menikmat gigitan terakhir, potongan cokelat dimulutnya. "Bisa dong, Samuel. Apa yang musti papa lakukan?"

"Papa sayang...., acara Halal Bi Halal dari sekolah akan diadakan hari sabtu ini. Tempatnya, di Liang. Papa mau antar Samuel, Ahmad dan sahabat-sahabat yang lain. Agar, kami dapat bergabung dengan Berty dan Tika. Diacara Halal Bi Halal tersebut?!"

"Ose tidak sedang menyuap papa dengan cokelat, kan?" Papa Kristo, menatap Samuel serius.

Ahmad, tertawa. "Samuel tidak menyuap papa Kristo. Tetapi, Samuel kasih cokelat ditangan papa Kristo tadi."

"Nah! Ahmad benar, Papa."

Pak Kristo, menggelengkan kepalanya. Tetapi, hatinya senang melihat tingkah Samuel dan Ahmad. Mereka tampak kompak. "Yeah, sudah. Nanti, papa pikirkan dulu. Juga, papa harus tanya mama. Apakah mama mau pergi ke Liang?"

"Iya dong, Papa. Mama, juga mau ke Liang. Mama kan senang ke pantai." Mama Shinta, masuk ke ruang keluarga. Tersenyum, ke arah Samuel dan Ahmad. Samuel, mengangkat jempol ke arah mama Shinta. Ahmad, yang sedang duduk berhadapan dengan papa Kristo. Juga, membalas senyum mama Shinta.

Mama Shinta duduk di sofa panjang, mengeluarkan empat batang cokelat dari kantong plastik. "Ada yang mau cokelat?"

"Beta mau, Mama..." Samuel, duduk di samping mama Shinta. Ahmad, menerima cokelat yang diberikan mama Shinta. Pak Kristo tak mampu menolak, saat isterinya memberikan cokelat kepadanya. Akhirnya, mereka pun menikmati setiap potongan cokelat, didalam kebersamaan.

***

(Writer : Johanna Ririmasse)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun