Mohon tunggu...
Johani Sutardi
Johani Sutardi Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan Bankir Tinggal di Bandung

Hidup adalah bagaimana bisa memberi manfaat kepada yang lain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Telur di Ujung Tanduk

24 Januari 2020   20:30 Diperbarui: 24 Januari 2020   20:35 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketika sampai di rumahnya atasan barunya kecewa. Hanya ada istri dan anaknya yang masih kecil. Istrinya mengatakan bahwa suaminya pergi mengendarai sepeda motornya tanpa memberi tahu mau ke mana sejak Sabtu pagi. Ia hanya menitipkan buku yang diminta disampaikan kepada siapa pun pegawai dari kantornya yang datang ke rumah.

Rupanya uang nasabah yang digunakannya ia catat dalam buku kecil itu meliputi tanggal penggunaan, nama nasabah, nomor rekening beserta kapan ditutupi: dari nasabah nomor rekening dan nama siapa serta tanggal berapa. Dicatat juga nama dan nomor rekening nasabah-nasabah yang uangnya masih belum ditomboki. Catatan yang tertib dan rapi, memudahkan pemeriksaan. Semudah itu juga ia kehilangan pekerjaan.

Aku menggelengkan kepala.

"Ada juga atasan yang terjungkal karena ulah pekerja!" kata Kurniadi.
"Kok, bisa."

"Ceritanya begini..."

Seorang pekerja meminjam uang kepada debitur bank sebagian kecil dari pinjaman yang sudah dicairkan. Untuk mengembalikannya ia meminjam lagi kepada debitur lain. Begitu seterusnya dengan jumlah yang semakin membengkak seirama dengan syahwatnya yang terus meningkat. Ketika tak ada lagi debitur yang mau pinjami maka pinjaman debitur menjadi macet yang membuka akal bulusnya. Atasan turut bertanggung jawab sebab pada setiap putusan kredit ada persetujuan atasan dalam dokumen yang disimpan di bank. Atasannya itu tidak sampai dipecat karenanya, tetapi jabatan yang sudah lama dirintis, hilang begitu saja.

Aku menggeleng-gelengkan kepala.

"Betul-betul menyakitkan." kataku
"Sangat!" kata Kurniadi geram.

Belum lagi soal persaingan meraih jabatan antar pegawai. Semakin bernafsu ia menjelasakan.

"Ayah saya yang menjadi korban." Kurniadi mengucapkannya sambil menatap langit-langit. Matanya menerawang.

Tidak lama ia pun melanjutkan ceritanya. Jabatan ayahnya wakakanca. Sebelum dipromosikan untuk menduduki jabatan kepala cabang tiba-tiba sakit yang tak jelas penyebabnya. Telah mencoba berobat ke mana-mana tak kunjung sembuh penyakitnya sampai akhirnya meninggal sehabis memuntahkan belasan paku berkarat dari mulutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun