Mohon tunggu...
Johanes Marno Nigha
Johanes Marno Nigha Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar

Sedang Senang Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jahe, Sengon, dan Bapak: Membendung Budaya Latar Baru dari Kampung Naidewa

16 September 2021   09:35 Diperbarui: 20 September 2021   10:45 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi penduduk sekitar tradisi menanam merupakan bagian dari keseharian mereka. Apapun akan ditanam. Tanah yang subur menjadi sumber identitas, sumber hidup juga dasar spiritual masyarakat.

Tradisi menanam ini lalu kemudian dikaitkan dengan berbagai wacana politisasi tanaman. Sebelum Jahe, wilayah desa bapak adalah penghasil kedelai. 

Namun. wacana terus bergulir tentang isu-isu tanaman komoditas. Saat harga vanili dan cengkeh di tahun 2000an awal naik dengan fantastis, sebagian besar warga memilih menanam dua varian tanaman ini.

Kedelai menghilang diganti vanili dan cengkeh. Masa kejayaan dua varian tanaman ini singkat sekali dan kemudian redup diganti wacana menanam pohon Sengon antara tahun 2013-2017.

Wacana disuntikan secara luas dalam percakapan harian tentang pejabat A menanam Sengon karena ia punya jejaring B di Pusat, atau Sengon akan menjadi emas hijau baru. Atau kebutuhan bahan baku Sengon meningkat pesat dan dibutuhkan sentra-sentra produksi baru.

Semua warga antusias menanam Sengon dengan prediksi umur panen singkat. Bapak adalah salah satu dari sekian banyak warga yang menyerap isu ini.

Rantai nilai dipompa secara masif lewat percakapan harian tanpa masyarakat seperti bapak sadar tentang pentingnya mengetahui dengan pasti rantai pemasaran.

Hasilnya pohon Sengon tak dibeli atau kalau pun ada yang ingin membeli, harga akan jauh dari yang dibayangkan.

Syukur bahwa wacana menanam Sengon tidak serta merta menghancurkan pohon-pohon kopi mereka. Kopi Bajawa yang terkenal seperti Arabika dan Robusta  tetap ditanam karena wacana ekonomis tentang kopi selalu ditata dengan baik setiap tahun.

Selain itu tentu saja program parawisata super premium Labuan Bajo ikut mendongkrak wacana tentang kopi.

Wacana pariwisata yang berhembus dengan kencang kemudian mempengaruhi daerah bapak di Bajawa juga daerah-daerah lain di NTT. Namun jika diusut lebih dalam ada cukup banyak hal yang membingungkan dari percakapan tentang pariwisata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun