Mengawali tulisan refleksi ini dengan pertanyaan penuntun Apakah Corona Virus Outbreak ini ada kaitannya dengan konspirasi besar dunia dengan WHO sampai pada pemasangan chip 666 pada tubuh manusia?
Mengapa saya memulai dengan pertanyaan tersebut? Karena hampir setiap group Whatsapp dan Message FB berbagai tulisan spekulatif sehubungan dengan teori konspirasi asal muasal Coronavirus, bagaimana proses penyebaran dan penularan, pihak-pihak yang bermain dan terlibat di dalamnya, senjata biologis sebagai senjata pembunuh masal dan juga perang dagang antara Amerika dan cina serta bilangan barcode (666) yang akan dipasang pada tubuh manusia lewat sebuah chip.
Tentunya tulisan-tulisan tersebut bukan baru saat ini muncul ditengah situasi pandemic coronavirus. Banyak sekali teori konspirasi yang tersebar bahkan dibukukan sertai ramai dibaca dan dikonsumsi publik. Saya adalah satu pencinta teori konspirasi dan ada beberapa buku bahkan e-book berbagai teori konspirasi saya kumpulkan.
KONTROVERSI TEORI KONSPIRASI
Ada dua tulisan yang cukup menyita perhatian saya yakni pertama datangnya dari Ndaru Anugerah dan kedua dari Linda Kodarsono. Tulisan mereka diposted dan disharing sampai saat ini keberbagai group WA dan Message FB. Ndaru mulai tulisannya dengan mengatakan bahwa apakah kita perlu panic menghadapi coronavirus. Menurut dia virus ini sudah ada dan diciptakan oleh Negara pesaing terberat Cina yakni Amerika. Menurutnya, "sebelum timbulnya pandemi tersebut di seantero Amrik, fasilitas utama bio-lab militer AS di Fort Detrick, Maryland, ditutup dengan tiba-tiba oleh CDC dengan alasan yang tidak dijelaskan. Selidik punya selidik, salah satu karyawan CDC telah tewas akibat terserang virus Corona. Padahal Directur CDC, Robert Redfield sebelumnya mati-matian lewat keterangan pers-nya, bilang bahwa penyebab kematian staf-nya adalah flu Amerika". Ia melanjutkan bahwa Tentara Amerikalah yang sengaja menyelundupkan virus tersebut ke Wuhan-Cina (Tanggal 18 -- 27 Oktober 2019, bertempat di Wuhan, berlangsung event internasional berjudul Conseil Intenational du Sport Militaire (CISM) alias Military Word Games. Dalam ajang olimpiade militer dunia tersebut, AS mengirimkan 200 personel militernya untuk berlomba).
Pada bagian kedua dari postingan tulisannya, Ndaru lebih menspesifikan penjelasan tentang pandemic coronavirus dan viksinasi serta Uang Digital. WHO dituding akan menekan Negar-negara untuk membeli obat vaksin yang mereka telah sediakan untuk memberantas Coronavirus. Ia menambahkan "Dr. Tedros lewat WHO jauh-jauh hari sudah mengumandangkan seruan penggunaan uang digital sebagai pengganti uang konvensional. "Penggunaan uang (terutama uang kertas) dapat meningkatkan penyebaran virus Corona," begitu kurlebnya".
Tulisan lain yang tak kalah hebohnya datang dari postingan Linda Kadarsono yang menyoroti Coronavirus dan pemasangan chip RFID yang tidak lain adalah chip yang di dalamnya tertera 666 yakni sebagai chip antichrist, sehingga baginya, saat ini kita memasuki New world order. One system government,one religion,one Financial system. Ia menjelaskan dan mengaitkan antara  Virus covid 19 dan  Lock down. Semua orang mau pergi wajib isi formulir. Supaya terdata.Semua orang wajib discan dahi suhu tubuh .agar terbiasa dg kehidupan digital scan. Semua orang masuk mall,gereja,rumah sakit, gedung pemerintahan,pabrik wajib scan dahi ,tubuh. Latihan utk terbiasa di scan. Menjadi gaya hidup. Ada covid 19 semua orang dibikin takut mati, diteror. Solusinya scan dahi mu. Jadi tanpa sadar strategi sangat hebat utk mengiring semua orang menerima sistem 666 tanpa sadar . Ini solusinya. Ketika kasus covid 19 selesai. Masyarakat sudah diedukasi gaya hidup scan dahi. Masyarakat sdh bisa menerima. Baginya ini adalah Cara edukasi terbaik utk menyambut sistem 666.
Terlepas dari benar dan tidaknya teori-teori konspirasi silahkan pembaca yang menilainya sendiri. Saya hanya membagi beberapa catatan Kritis sebagai pembanding untuk memberikan informasi seputar tulisan-tulisan tersebut. Sesuatu yang dikatakan Benar/Betul/Tepat harus selalu base on fact. Harus dapat dibuktikan secara ilmiah (scientific evident). Sistematika berpikiranya harus secara filosofis agar kebenaran atau keabsahan tersebut dapat diterima sebagai kebenaran mutlak. Sebuah catatan pendek dari Shoby Lawata, Ph.D yang mencoba melihat Teori Konspirasi dari segi biologi. "1. Manusia punya kecenderungan menemukan pola di mana sebetulnya tidak ada pola (nama ilmiahnya "pareidolia", diliat di Wikipedia). 2. Kebanyakan teori konspirasi itu evoking "soft spot" manusia misalnya menyenggol fear... Fear itu diregulasi di bagian otak yang paling basic namanya amygdala (mengontrol primal urges seperti pleasure, fear, anxiety). Dan sirkuit amygdala ini tidak bisa dilawan dengan logika karena logika adanya di frontal cortex, jadi gak nyambung dan sulit dilawan dengan fakta. Â 3.Manusia punya kebiasaan alami yang namanya bias kognitif. Kalau udah kejeblos percaya teori2 seperti ini, maka ada data dan fakta yang kontra pun pasti akan mental duluan karena udah terfilter. Menciptakan echo chamber alias reinforcing loop terhadap naratif yang sudah ada di dalam diri".
JEJAK TEORI KONSPIRASI LEWAT BUKU DAN FILM
Karena Coronavirus begitu menghebohkan dan mengguncangkan seluruh dunia, maka saya mencoba meriset beberapa buku dan film yang saya tonton dalam seminggu belakangan ini yang tentunya sangat erat kaitannya dengan wabah penyakit dan virus.
A. Buku
Pertama, di  tahun 1981 seorang penulis kawakan bernama Dean Koontz menulis sebuah novel  yang cukup terkenal berjudul  The Eyes of Darkness.  Buku itu bercerita tentang virus baru yang diketemukan di China lebih tepatnya di Wuhan. Oleh sebab itu jenis virus baru ini diberi nama Wuhan-400. Virus ini adalah senjata pembunuh masal yang sangat perfect atau sempurna. Ketika Coronavirus mulai terangkat ke publik maka orang mulai mengaitkan dan membenarkan bahwa Skenario pembunuhan masal itu sebernarnya sudah ditulis dalam The eyes of darkness lebih dari 39 tahun yang lalu.
Kedua, buku lain (2008) yang cukup luar biasa ditulis oleh Sylvia Browne tentang End of Days: Prediction and Prochecies About the End of the World. Dalam buku itu bercerita tentang pada tahun 2020 penyakit seperti pneumonia yang akan menyebar ke seluruh dunia, menyerang paru-paru dan saluran bronchial . Para nitizen kemudian mulai mengatakan bahwa apa yang disabdakan oleh Sylvia Browne benar-benar terjadi dan itu sangat kaitan eratnya dengan tulisan Dean Koontz. Orang kemudian mulai menaruh rasa percaya mereka kepada kedua tulisan tersebut. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Dean dan Sylvia adalah nabi modern yang telah memprediksi bahwa sesuatu yang besar akan terjadi menimpa manusia tapi sayangnya manusia tidak mempercayainya.
Ketiga, 10 Tahun lalu saya membaca sebuah buku teori konspirasi yang berjudul Novus Ordo Seclorum atau Tantangan Dunia Baru karya Zaynur Ridwan. Buku ini menggambarkan bagaimana senjata pembunuh masal itu bernama virus. Dalam rangka mengontrol populasi manusia yang telah membludak, maka WHO melakukan upaya untuk mengontrol pertumbuhan penduduk dunia dengan melepas berbagai jenis virus baru ke Negara-negara yang berpenduduk banyak. (Disadur dari beberapa sumber dan buku serta e-book pribadi saya).
B. Film
Paling tidak ada beberapa film yang diangkat ke layar lebar yang berceritakan tentang wabah penyakit atau virus. Pertama, Outbreak (1995). Ini adalah Film pertama yang masuk daftar film bertemakan wabah virus mematikan adalah Outbreak. Film ini merupakan satu-satunya film yang dirilis sebelum tahun 2000an di daftar film versi Bob. Dalam film Outbreak, virus mematikan merupakan turunan dari virus ebola atau Motaba. Wabah virus mematikan tersebut berasal dari seekor monyet hingga menginfeksi seseorang. Di film ini para penyelamat atau para medis harus menggunakan ADP lengkap sebagaimana yang kita saksikan saat ini ketika para petugas medis menggunakan pakian lengkap untuk melakukan pemeriksaan terhadap pasien Coronavirus.
Kedua, Â 28 Days Later (2002). Film tentang virus mematikan ini berkisah tentang virus yang menyebar di London. Virus ini sendiri berasal dari simpanse yang merupakan subjek virus Rage. Virus tersebut menyebar mulai dari aktivis, ilmuan, hingga akhirnya ke seluruh kota London. Ketiga, Shaun of the Dead (2004). Keempat, I am Legend (2007). Kelima, The Crazies (2010).
Keenam, Contagion (2011). Saya yakin bahwa film ini sudah ditonton oleh kita semua. Alur cerita film berkisah tentang Beth Emhoff yang merasakan demam selepas kepulangannya dari bisnis di Hong Kong. Tak disangka, demam tersebut justru menular pada siapa saja yang sudah melakukan kontak dengannya. Tak berhenti sampai di sana. Usut punya usut, dalam film tersebut, virus yang awalnya menjangkit Beth tersebut berasal dari kelelawar dan babi. Bagi sebagian nitizen di Twitter, film ini sangat memiliki kemiripan dengan situasi pandemic corona virus dihari ini.
Ada beberapa film lainnya yang juga bercerita tentang virus-virus mematikan tetapi saya belum sempat menontonnya satu per satu. Ketika membaca dan menonton film-film yang telah saya sebutkan di atas dan juga membaca tulisan dari Ndaru dan Linda maka ada beberapa kemiripan yang saya temui. Pertama, yang mendasari tulisan-tulisan tentang teori konspirasi coronavirus bukanlah berdasarkan pada fakta ilmiah tetapi lebih tepat berdasar pada scien-fic. Dasar argumentasi mereka peroleh ketika membaca berbagai berita di media masa dan mereka mengaitkannya dengan peristiwa pandemic saat ini. Apakah mereka salah tentunya tidak sebab setiap orang boleh berspekulasi tentang sesuatu.
Kedua, tulisan mereka dipengaruhi oleh cerita-cerita masa lalu tanpa berusaha untuk menyelidiki kebenaran cerita-cerita tersebut. Saya ambil contoh tentang chip 666. Cerita ini tidak asing bagi setiap anak-anak Kristen generasi 80-90an. Bahkan disetiap majalah gambar orang yang dahinya tercap 666 sering kita lihat dan baca di tahun-tahun tersebut. (Khususnya untuk sejarah perjalanan angka ini akan saya lanjutkan di Bagian ketiga dari tulisan ini).
BAGAIMANA PENDAPAT PARA SCIENTIST
Pada bagian ketiga ini, saya hendak menampilkan beberapa catatan penting dari para ahli dan futurelog ketika mereka berbicara mengenai ancaman sarang virus dalam kehidupan manusia.
BILL GATES,
Tahun 2015 seorang Bill Gates telah memperingati Negara-negara bahwa akan ada senjata pembunuh masal yang akan menyerang manusia dan itu bukan nuklir, melainkan wabah virus (dapat dilihat disini https://www.youtube.com/watch?v=6Af6b_wyiwI&t=96s). Gates menyampaikan hal tersebut dalam sebuah acara yang diselanggarakan oleh TED Talks. Â Gates kemudian mengatakan bahwa dunia perlu berinvestasi dalam sistem kesehatan yang lebih baik, meningkatkan kolaborasi internasional, menjaga staf medis yang terlatih dalam cadangan, dan berinvestasi dalam penelitian vaksin. Gates mengatakan pada 2015 bahwa dunia tidak siap menghadapi epidemi, dan mendesak: "Kita harus segera pergi. Karena waktu tidak ada di pihak kita. " Tetapi saat itu tidak ada Negara-negara yang terlalu peduli bahkan menghiraukan pemikiran orang terkaya dunia tersebut. Padahal Gates sudah katakan virus menyerang tanpa manusia punya kesiapan sama sekali, maka itu akan dapat menelan biaya jutaan nyawa dan triliunan dolar. Bagi saya Komentar Gates adalah sebuah warning sign sebab coronavirus sekarang sudah terjadi di 160 negara, memporak-porandakan ekonomi global, dan lebih dari 85.5222 kematian terjadi sampai saat ini.
https://www.washingtonpost.com/science/2020/02/14/inside-lab-where-scientists-are-working-urgently-fight-coronavirus-outbreak/ . Dalam website ini menjelaskan tentang bagaimana sekarang para ahli di USA harus jatuh bangun untuk berperan melawan coronavirus dengan harus sesegera mungkin menemukan vaksin baru. Tentu bukan harga murah yang harus dibayar. Andaikata ketika mereka lebih sigap dari awal, maka korban jiwa dan biaya tidak mungkin akan sebesar dan sebanyak saat ini.
YUVAL NOAH HARARI,
Dalam beberapa tahun belakangan ini siapa yang tidak kenal dengan Prof.Yuval Noah Harari, Ph,D dari Hebrew University di Jerusalem. Alumni Oxford University ini terkenal dengan 3 bukunya yang mengguncang dunia akademik yakni Sapiens; A Brief History of Humankind, Homo Deus; A Brief History of Tomorrow dan 21 Lesson for the 21st Century yang telah dicetak ke dalam berbagai bahasa dan jual sebanyak jutaan copy. Yuval dalam bukunya Homo Deus secara panjang lebar berbicara mengenai wabah virus dan kematian manusia dalam sejarah kehidupannya. Coronavirus yang terjadi dihari sekarang ini bukan merupakan sebuah peristiwa baru dan berdiri sendiri. Dunia pernah diperhadapkan dengan bencana wabah terbesar dalam sejarah seperti Black Death, Spain Flu, HIV/AIDS, SARS, EBOLA, MERS, dll. Bahkan Coronavirus masih ada dalam relasi antara SARS dan MERS. Tetapi dunia tidak pernah belajar dari kegagalan untuk memperkuat penelitian dalam bidang kesehatan. Negara-negara lebih banyak menginvestasikan uangnya hanya untuk pembangunan semata-mata, padahal disaat yang bersamaan dia sementara mengalami global warmning dan climate change yang bisa saja memicu bermunculan berbagai virus-virus baru. Pihak medis merasa kecolongan ketika mereka tidak melanjutkan pencarian Vaksin untuk SARS dan MERS akibatnya saat ini mereka harus kembali bergegas untuk menemukan vaksin coronavirus. Yuval mengkritik para penguasa Negara maju dan badan-badan internasional yang bekerja buat kesehatan. Mereka lambat dalam mengantisipasi hal ini sehingga dampak dari Coronavirus sangat besar dan luas dan menelan kerugian yang tak terhitung besarnya.
Yuval dalam beberapa interview dan dialog juga mengatakan bahwa apabila alam tidak dijaga dan dikelola dengan baik (sebab climate change) dan dunia medis tidak singgap untuk serta dibentengi dengan penelitian yang memadai, maka kita akan menghadapi bahaya dari serangan virus yang mungkin lebih ganas dari Coronavirus saat ini.
Senada dengan Yuval, beberapa pakar biologi, environmental, Climate Change dalam diskusi yang diselanggarakan oleh Climate Interactive (Tools for a thriving future) pun mengaminkan apa yang dikatakan oleh Yuval. Ketika mereka menghitung lajut pertumbuhan dan perkembangan virus mulai dari HIV -- SARS -- EBOLA -- MERS dan CORONA dapat dikatakan sangat dekat jarak ekspansi virus-virus tersebut. Bahkan mereka memprediksi bisa jadi di 5-10 tahun ke depan manusia akan menghadapi serangan virus-virus yang lebih ganas dari corona. Mengapa? Prof Lin member penjelasan bahwa dalam mata rantai survival di dalam tanah (ataupun dalam es, kutub utara-selatan), ada virus-virus yang memang terperangkap di dalam dam mempunyai fungsi dan tugas masing-masing (pada tahap ini belum tidak membreakdown secara mendetail), tetapi akibat bumi yang semakin memanas, perubahan iklim yang sangat drastis dan es yang mencair, maka virus-virus tersebut muncul ke permukaan. Alhasilnya virus-virus tersebut menghinggapi hewan dan bermutasi serta bisa menginveksi manusia. Mereka bersepakat bahwa perubahan gaya dan pola hidup serta kebijakan yang berpihak kepada alam itulah yang bisa menekan bermunculannya berbagai virus-virus baru.
Â
CORONA VIRUS DAN DUNIA CHIP RFID -- 666
Fokus dari akhir tulisan ini terletak pada narasi konspirasi yang mencoba menghubungkan coronavirus dan Chip RFID yang tak lain dituduh sebagai biang keladi utama agar menggiring orang semua masuk pada New world order. One system government,one religion,one Financial system. Di dalam chip RFID itu terpasang sebuah barcode yang angkanya adalah 666. Tentu angka ini tidak asing bagi orang Kristen pada umumnya. Bilangan 666 tertera di dalam Alkitab khususnya di Kitab Wahyu dan itu dilambangkan sebagai lambang antichrist.
Untuk menjernihkan pemikiran ini maka tentunya kita harus memeriksa beberapa teks-teks yang berkaitan dengan sejarah perkembangan teknologi Chip RFID, Barcode dan sejarah kaitannya bilangan 666 dengan kedua teknologi tersebut.
A. Barcode
Di zaman now, tentu sangat mudah untuk mendapatkan jenis informasi apapun yang kita butuhkan. Saya mencoba menelusuri beberapa website yang menulis tentang The history of Barcodes dari situs https://www.barcoding.com/resources/barcoding-basics/the-history-of-barcodes/.
Dalam situs tersebut memberikan a brief history of barcodes. Sejak tahun 1932, toko kelontong dan supermarket mencari cara yang lebih mudah untuk melacak atau menemukan produk yang dijual dan menyediakan persediaan barang-barang. Wallace Flint, seorang mahasiswa bisnis Harvard, mengusulkan sistem kartu punch, mirip dengan yang dikembangkan untuk Sensus A.S 1890. Sangat disayangkan gagasan ini tidak pernah membuahkan hasil, karena sistemnya mahal dan tidak praktis. Kemudia di tahun 1948, Bernard Silver, seorang mahasiswa pascasarjana di Drexel Institute, mendengar presiden perusahaan makanan besar dan seorang dekan yang membahas penelitian tentang pengumpulan informasi produk secara otomatis di kasir supermarket. Silver menyampaikan apa yang didengarnya kepada teman dan teman sekelasnya, Norman Joseph Woodland. Akhirnya Woodland tertarik dengan ide ini dan akhirnya ia mulai melakukan penelitian.Di tahun 1949, File Woodland dan Silver menjelaskan system kerja tersebut. Rupanya ia sangat terinspirasi dari kode Morse dan akhirnya jadilah bull's-eye barcode systems.
Pada tahun 1952, Â Mereka berdua membangun pembaca barcode pertama. Di tahun yang sama pula, hak paten untuk sistem barcode mereka dapatkan. 1962, Perusahan Philco membeli paten, yang kemudian dijual ke RCA. 1967, Association of American Railroads mulai menggunakan barcode untuk ID kereta api mobil. Sistem ini terdiri dari garis-garis reflektif biru dan merah yang melekat pada sisi mobil, mengkodekan pengidentifikasi perusahaan enam digit dan nomor mobil empat digit.1969, Computer Identics Corporation menginstal sistem barcode asli pertama di General Motors dan fasilitas General Trading Company.1970, National Association of Food Chains (NAFC) membentuk Komite Ad-Hoc untuk Supermarket A.S. pada Uniform Grocery-Product Code untuk menetapkan pedoman pengembangan barcode. Hingga tahun 1984: 33 persen toko di A.S. dilengkapi dengan pemindai barcode. 1994, QR Codes dibuat oleh anak perusahaan Toyota, Denso Wave, untuk membantu pelacakan kendaraan dan suku cadang dengan lebih cepat. Dan pada akhirnya 2004 : 80 hingga 90 persen dari 500 perusahaan teratas di Amerika Serikat menggunakan barcode, menurut majalah Fortune.
Dengan demikian dimana letak hubungan barcode dengan angkat 666. Saya akan coba menjelaskannya secara teknis. Tentunya kita sudah sering melihat barcode (gambar bergaris hitam putih seperti tuts piano). Secara umum satu nomor barcode diwakili oleh tujuh unit angka-angka yang digambarkan sebagai baris hitam dan spasi putih. Komputer akan membaca barcode dengan cara mengenali bar hitam sebagai angka 1 pada barcode. Terdiri dari angka 0011001 atau spasi spasi bar bar spasi spasi bar.
Dalam program Universal product code (UPC) setiap nomor dibagi menjadi dua kategori yaitu kategori manufaktur atau pabrikan dan kategori produk. Kedua kode binary ini yaitu kode odd parity disebelah kiri dan even parity disebelah kanan. Keduanya merupakan sisi yang saling melengkapi atau disebut mirror side. Bila kita lihat nomor 1 barcode adalah 0011001 ini adalah nomor sisi kiri atau odd parity, maka angka pada even parity adalah kebalikannya, yaitu 1100110.
Kalau kita melihat kode standar produk Amerika, maka kode pabrik pada sisi kiri untuk standar produk selalu terdiri dari 5 angka yakni 12345 (sebelah kiri). Kode produk disebelah kanan juga terdiri dari 5 angka yakni 67890. Sebagai contoh Kode Pabrik Andre adalah 38000. Angka ini menjadi paten milik pabrik Andre. Sehingga setiap barang yang diproduksi di Pabrik Andre akan menampilkan angka 38000 pada sisi kiri dan kode produk pada sisi kanan. Katakanlah kode produk kripik Andre 13.5ons, digit binarynya adalah 38000 90530. Setiap angka pada sisi kanan berbeda sesuai jenis produk dan kategorinya.
Harga barang tidak dimasukkan dalam sister barcode, karena harga berubah menurut hokum pasar, sehingga kode pabrik dan produklah yang mengirimkan impuls untuk mengenali data harga pada program database. Jadi pada dasarnya barcode ini bertujuan untuk memudahkan transaksi penjualan.
B. Sejarah Bilangan 666 dalam teknologi    Â
Fungsi barcode yang dipakai untuk memudahkan system transaksi kemudian berjalan jauh masuk sampai pada wilayah keyakinan dan keagamaan. Â Lho kog bisa? Bukankah barcode itu untuk system ekonomi semata-mata kenapa bisa menyerempat masuk ke dalam ranah keyakinan? Seperti yang saya telah sebutkan di bagian 1, bahwa desas-desus barcode ini sudah ada dari decade 80-90an tentang angka 666. Ini semua bermula ketika seorang penulis buku bernama Mary Steward Relfe menulis buku berjudul When Your Money Fails, The 666 System is Here dan buku kedua yakni The New Money System 666 pada tahun 1981 dan 1982.
Bagi kalangan umat Kristen ketika mendengar bilangan 666 pikiran sudah terframing bahwa itu adalah angka Antichrist. Â Bilangan 666 merupakan sebuah suatu tanda Binatang atau Mark of The Beast dalam kitab Wahyu.
Sekarang marilah kita memeriksa dimana letak tanda binatang atau Mark of the beast di dalam barcode. Coba kita lihat dan perhatikan bar pembatas di bagian awal, tengah dan akhir barcode. Bar pembatas itu terdiri garis yang lebih panjang, sehingga tampak menjorok ke bawah dan dibaca dengan 101, atau Bar spasi bar. Angka 101 dalam digital unit barcode hanya terdapat pada angka 6, sehingga computer akan membaca 666 pada setiap barcode meskipun kode pabrik dan produknya berbeda.
Lebih lanjut Bob Fraley dalam bukunya The Last Day in America yang diterbitkan tahun 1984, menyatakan bahwa angka 666 adalah kunci system binary pada UPC barcode. Angka ini digunakan untuk mengenali kode -- kode pada sebuah produk. Dengan kata lain, angka 666 merupakan tanda identifikasi sebuah produk. Kata 'the mark' dalam bahasa Yunani adalah Charagma atau charax yang berarti goresan atau garis yang menyerupai pagar. Simbol-simbol ini pernah digunakan pada abad pertama untuk mengenali kata-kata tertentu. Sekarang, symbol yang sama digunakan dalam bahasa computer untuk mengenali kode-kode dalam bahasa program yang mendeskripsi sebuah produk. Tanda pagar ini disebut barcode.
Dalam kitab Wahyu, tanda 666 adalah tanda yang diletakkan pada tangan kanan dan dahi. Barcode diletakkan pada produk. Ini tidak berhubungan saa sekali dengan tanda binatang itu. Kedua buku inilah kemudia yang menjadi dasar dari setiap argumentasi antara barcode dan tanda binatang yang disampaikan dari masa ke masa hingga ke telinga kita saat ini serta dibumbuhi dengan berbagai keterangan yang berlandas pada Alkitab.
C. Radio Frequency Identification (RFID)
RFID adalah sebuah teknologi mutakhir dan berukuran sebesar biji beras. RFID diperkenalkan oleh perusahan Jepang bernama Hitachi pada tahun 2008. Chip RFID dikembang untuk membantu dunia ekonomi, kesehatan-medis bahkan politik. Chip ini memiliki 128 bit ROM yang mampu menyimpan data 38 digit nomor atau angka-angka unik. Menurut beberapa sumber bahwa main function dari alat ini adalah sebagai pencatat data base indivu, alat pelacak dan transfer informasi. Alat ini dibuat untuk membantu mengirim informasi pekerja masuk dan pulang kantor, bisa mengecek posisi terrorist, dl. Intinya RFID dibuat untuk tujuan "mulia" saat itu.
Selain pada manusia, RFID sudah diujicoba pula pada binatang. Chip atau kapsul RFID ini beroprasi pada frekuensi 860MHz dan 960Mhz dan mengirimkan data transponder ke RFID readers di pusat data tentang posisi dan lokasi. Informasi kecukupan gizi, kesehatan, data tentang posisi dan lokasi, pendataan dan penyakit hewan. Dengan kata lain layanan RFID sangat membantu peternak untuk mengontrol hewan peliharaan mereka. Di tahun 2007 Presiden Bush saat ini menandatangi Undang-Undang tentang penggunaan RFID pada telinga binatang.
Di tahun yang sama, di Hongkong uji coba Chip Monetary dan dexter (Mondex) dipasang pada 120.000 pekerja. Di dalam chip itu tersimpan beberapa item dasar seperti nama, foto, rekaman sidik jari, kondisi fisik, alamat tempat tinggal, pekerjaan dan data pajak, jumlah uang yang dimiliki, riwayat kesehatan serta catatan criminal.
Beberapa professor termasuk di dalamnya Yuval Noah Harari justru berpendapat bahwa tantangan abad 21 dengan kemajuan teknologi akan sangat membantu manusia. Salah satunya dengan ada RFID. Semua transaksi retail dapat dipermudah hanya dengan menscan tangan seperti yang dilakukan dengan scan barcode konvensional. Bila sakit maka data data medis akan terbuka dengan terang benderang dari chip tersebut. Pihak medis akan sangat mudah melakukan penanganan terhadap pasien. Pihak dokter tidak perlu bersusah payah untuk melakukan diagnose secara manual, semuanya akan dipermudah dengan catatan digital yang terkirim langsung dari chip tersebut.
Tentunya hal ini mengandung pro dan kontra. Apalagi dikalangan Kristen ketakutan terbesar adalah ketika menghubungkan barcode, RFID dan Firman Tuhan dalam kitab Wahyu 13:16-17 : "13:16 Dan ia menyebabkan, sehingga kepada semua orang, kecil atau besar,  kaya atau miskin, merdeka atau hamba, diberi tanda  pada tangan kanannya atau pada dahinya,  13:17 dan tidak seorangpun yang dapat membeli atau menjual selain dari pada mereka yang memakai tanda itu,  yaitu nama binatang itu atau bilangan namanya". Jadi berbagai teori konspirasi itu mau mengatakan bahwa Coronavirus diciptakan untuk memuluskan jalan grand design dari kelompok-kelompok tertentu seperti illuminati, freemansory, dll agar membawa semua manusia masuk ke dalam satu system dan satu otoritas pengendalian manusia.
BAGAIMANA SIKAP KITA MENGHADAPI BERBAGI TEORI KONSPIRASI ?
Pada penghujung tulisan ini, tentu saya harus memberikan jawaban tentang bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap teori konspirasi. Mungkin saja jawaban yang saya berikan akan berbeda dengan pilihan setiap pembaca. Ada yang tetap 'ngotot' dan bertahan pada keputusannya bahwa memang benar COVID-19 adalah senjata biologis yang coba dimainkan oleh negera-negara tertentu atau para milyader dunia untuk meraih keuntungan dari situasi dan kondisi tersebut. Apakah mereka salah dengan standing point pemikiran mereka? Tentu tidak! Tetapi argumentasi seperti itu dapat dipatahkan secara sederhana.
Pertama, Apabila ini dimainkan oleh Amerika, maka tentunya Amerika bisa survive untuk menekan angka penularan virus. Minimal mereka telah punya vaksin yang mumpuni untuk menghancurkan virus ini. Tetapi data hari ini berkata lain. Justru Amerika telah melambung 2 negara penyumbang penularan terbesar di dunia yakni China dan Italia. Per hari ini data menunjukkan bahwa 213 negara terkena dampak penularan Coronavirus, lebih dari 2.203.927 orang yang terpapar virus yang mengakibatkan kematian sebanyak 148.749 jiwa. Tentunya ini bukan angka yang kecil. Lebih dari 5 triliun USD kerugian akibat Coronavirus.
Jadi hal ihwal teori konspirasi pada dasarnya adalah penggabungan berbagai hal yang kemudian dianalisis secara sepihak untuk mendukung keinginan dan pemikiran si penulis. Base on data memang ada tetapi hanya sebagai penunjang pendapatnya semata-mata.
Kedua, Saya lebih tertarik untuk menjawab pertanyaan di atas dengan mengungkapkan beberapa hasil penelitian dan data ilmiah yang disadur dari berbagai website yang kredibel dan independen. Saya lebih percaya pada kekuatan penelitian ketimbang kekuatan imajinasi. Oleh sebab itu, bagi saya Coronavirus sangat erat hubungannya dengan Global warming dan Climate Change. Beberapa catatan dari World Health Organization (WHO) secara resmi dalam websitenya telah membahas secara panjang lebar antara penyakit-penyakit yang muncul akibat Climate Change seperti Climate change and human health - risks and responses. Summary (Global climate change and health: an old story writ large, How much disease would climate change cause? Climate change and infectious diseases) https://www.who.int/globalchange/summary/en/index5.html. Penjelasan ini diperkuat dengan https://www.bloomberg.com/news/articles/2020-04-07/what-links-coronavirus-and-climate-change-lack-of-preparation, yang mencoba melihat korelasi dan hubungan antara climate change dan coronaviru. Tulisan dari Vijay Kolinjivadi "The coronavirus outbreak is part of the climate change crisis"  https://www.aljazeera.com/indepth/opinion/coronavirus-outbreak-part-climate-change-emergency-200325135058077.html, diperkuat oleh  https://www.weforum.org/agenda/2020/04/climate-change-coronavirus-linked/,  tentang How our responses to climate change and the coronavirus are linked. https://www.washingtonpost.com/climate-solutions/2020/04/15/climate-change-affects-everything-even-coronavirus/?arc404=true, "Climate change affects everything --- even the coronavirus" yang kesemuannya bermuara pada satu pendapat yang dipublikasikan oleh Jasmin Fox-Skelly dalam http://www.bbc.com/earth/story/20170504-there-are-diseases-hidden-in-ice-and-they-are-waking-up, dengan judul "There are diseases hidden in ice, and they are waking up".
Bagi saya pemikiran Jasmin lebih bersifat scientific evidence dan itupula yang menjadi dasar pemikiran saya bahwa Coronavirus outbreak saat ini sangat erat kaitannya dengan Climate Change (tulisan ini dipublikasikan pada tanggal 4 Mei 2017). Jasmin telah memberikan catatan-catatan pentingnya tentang bahaya Climate Change dan wabah yang akan muncul. Menurut Jasmin, "Sepanjang sejarah, manusia telah hidup bersama dengan bakteri dan virus. Dari wabah pes ke cacar, kami telah berevolusi untuk melawan mereka, dan sebagai tanggapan mereka telah mengembangkan cara-cara baru menginfeksi kami. Dengan memiliki antibiotik hamper seabad lamanya, sejak Alexander Fleming menemukan penisilin. Sebagai tanggapan, bakteri merespons dengan mengembangkan perlawanan terhadap antibiotik. Pertarungan ini tidak ada hentinya, Â karena kita menghabiskan begitu banyak waktu dengan patogen, kita kadang-kadang mengembangkan semacam kebuntuan alami.
Mereka berusaha untuk mencari tahu tentang perubahan iklim mencairkan tanah permafrost (lapisan tanah yang telah membeku selama ribuan tahun), dan ketika tanah mencair serta melepaskan virus dan bakteri purba yang terjebak di dalamnya dan tidak aktif, kini mulai hidup kembali. Pada Agustus 2016, di sudut terpencil Siberia yang disebut Semenanjung Yamal di Lingkaran Arktik, seorang bocah lelaki berusia 12 tahun meninggal dan setidaknya dua puluh orang dirawat di rumah sakit setelah terinfeksi antraks. Teorinya adalah bahwa, lebih dari 75 tahun yang lalu, seekor rusa kutub yang terinfeksi anthrax meninggal dan bangkainya yang beku menjadi terperangkap di bawah lapisan tanah beku, yang dikenal sebagai permafrost. Di sana ia tinggal sampai gelombang panas di musim panas 2016, ketika lapisan es mencair. Bangkai rusa itu melepaskan antraks menular ke air dan tanah di dekatnya, kemudian menjalar ke pasokan makanan. Lebih dari 2.000 rusa yang makan rumput di dekatnya terinfeksi, dan manusia pun turut terinfeksi.
Jasmin menambahkan bahwa saat bumi menghangat (global warming), lebih banyak lapisan es akan mencair. Dalam keadaan normal, lapisan permafrost dangkal sekitar 50cm meleleh setiap musim panas. Tapi sekarang pemanasan global secara bertahap memperlihatkan lapisan permafrost yang lebih tua. Lapisan permafrost yang beku adalah tempat yang sempurna bagi bakteri untuk tetap hidup untuk jangka waktu yang sangat lama, mungkin selama jutaan tahun. Itu artinya, pencairan es berpotensi membuka penyakit dalam kotak Pandora. "Permafrost adalah tempat pemelihara mikroba dan virus yang sangat baik, karena dingin, tidak ada oksigen, dan gelap," kata ahli biologi evolusi Jean-Michel Claverie di Aix-Marseille University di Prancis. "Virus-virus patogen yang dapat menginfeksi manusia atau hewan mungkin disimpan di lapisan permafrost lama, termasuk beberapa yang telah menyebabkan epidemi global di masa lalu."
Pada awal abad ke-20 saja, lebih dari satu juta rusa mati karena antraks. Tidak mudah menggali kuburan yang dalam, jadi sebagian besar bangkai ini terkubur di dekat permukaan, tersebar di antara 7.000 kuburan di Rusia utara. Namun, ketakutan besar adalah apa yang bersembunyi di bawah tanah beku. Orang dan hewan telah dikubur di lapisan es selama berabad-abad, jadi bisa dibayangkan bagain infeksi lain dapat dilepaskan. Sebagai contoh, para ilmuwan telah menemukan fragmen RNA dari virus flu Spanyol 1918 pada mayat yang terkubur di kuburan massal di tundra Alaska. Cacar dan penyakit pes juga kemungkinan terkubur di Siberia.
Dalam sebuah penelitian 2011, Boris Revich dan Marina Podolnaya menulis: "Sebagai konsekuensi pencairan permafrost, vektor-vektor infeksi mematikan abad ke-18 dan ke-19 dapat kembali, terutama di dekat kuburan tempat para korban infeksi ini dikubur." Misalnya, pada tahun 1890-an ada epidemi cacar di Siberia. Satu kota kehilangan hingga 40% populasinya. Tubuh mereka dikuburkan di bawah lapisan permafrost di tepi Sungai Kolyma. 120 tahun kemudian, air bah Kolyma mulai mengikis tepian, dan pencairan lapisan es telah mempercepat proses erosi ini (tentu dapat kita bayangkan bahaya apa yang akan muncul).
Dalam sebuah proyek yang dimulai pada 1990-an, para ilmuwan dari Pusat Penelitian Negara Virologi dan Bioteknologi di Novosibirsk telah menguji sisa-sisa manusia Zaman Batu yang telah ditemukan di Siberia selatan, di wilayah Gorny Altai. Mereka juga telah menguji sampel dari mayat pria yang telah meninggal selama epidemi virus di abad ke-19 dan dimakamkan di permafrost Rusia. Para peneliti mengatakan mereka telah menemukan tubuh dengan karakteristik luka bekas cacar. Meskipun mereka tidak menemukan virus cacar itu sendiri, mereka telah mendeteksi fragmen DNA-nya. Tentu saja ini bukan pertama kalinya bakteri yang dibekukan dalam es hidup kembali. Dalam sebuah studi tahun 2005, para ilmuwan NASA berhasil menghidupkan kembali bakteri yang telah dikurung di kolam beku di Alaska selama 32.000 tahun. Mikroba, yang disebut Carnobacterium pleistocenium, telah membeku sejak zaman Pleistosen, ketika mamut berbulu masih menjelajahi Bumi.
Dua tahun kemudian, para ilmuwan berhasil menghidupkan kembali bakteri berumur 8 juta tahun yang telah tertidur di dalam es, di bawah permukaan gletser di lembah Beacon dan Mullins di Antartika. Dalam studi yang sama, bakteri juga dihidupkan kembali dari es yang berusia lebih dari 100.000 tahun.
Dalam sebuah studi tahun 2014, sebuah tim yang dipimpin oleh Claverie menghidupkan kembali dua virus yang telah terperangkap dalam lapisan es Siberia selama 30.000 tahun. Dikenal sebagai Pithovirus sibericum dan Mollivirus sibericum, keduanya adalah "virus raksasa", karena tidak seperti kebanyakan virus mereka sangat besar mereka dapat dilihat di bawah mikroskop biasa. Mereka ditemukan 100 kaki di bawah tanah di tundra pantai. Begitu mereka dihidupkan kembali, virus dengan cepat menjadi menular. Untungnya bagi kita, virus khusus ini hanya menginfeksi amuba bersel tunggal. Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa virus lain, yang benar-benar dapat menginfeksi manusia, dapat dihidupkan kembali dengan cara yang sama.Â
Claverie mengatakan virus dari manusia pertama yang menghuni Kutub Utara bisa muncul. Kita bahkan dapat melihat virus dari spesies hominin yang sudah lama punah seperti Neanderthal dan Denisova, yang keduanya menetap di Siberia dan penuh dengan berbagai penyakit virus. Sisa-sisa Neanderthal dari 30-40.000 tahun yang lalu telah ditemukan di Rusia. Populasi manusia telah tinggal di sana, sakit dan mati selama ribuan tahun. "Kemungkinan bahwa kita dapat menangkap virus dari Neanderthal yang telah lama punah menunjukkan bahwa gagasan bahwa virus dapat 'diberantas' dari planet ini adalah salah, dan memberi kita rasa aman palsu," kata Claverie. "Inilah sebabnya persediaan vaksin harus disimpan, untuk jaga-jaga."
Sejak 2014, Claverie telah menganalisis kandungan DNA lapisan permafrost, mencari tanda tangan genetik virus dan bakteri yang dapat menginfeksi manusia. Dia telah menemukan bukti banyak bakteri yang mungkin berbahaya bagi manusia. Bakteri memiliki DNA yang mengkodekan faktor virulensi: molekul yang dihasilkan bakteri dan virus patogen, yang meningkatkan kemampuan mereka untuk menginfeksi inang. Tim Claverie juga menemukan beberapa sekuens DNA yang tampaknya berasal dari virus, termasuk herpes. Namun, mereka belum menemukan jejak cacar. Untuk alasan yang jelas, mereka belum berusaha untuk menghidupkan kembali patogen mana pun.
Sekarang tampaknya patogen yang terputus dari manusia akan muncul dari tempat lain juga, bukan hanya es atau permafrost. Pada Februari 2017, para ilmuwan NASA mengumumkan bahwa mereka telah menemukan mikroba berumur 10-50.000 tahun di dalam kristal di sebuah tambang Meksiko. Bakteri itu berlokasi di Gua Kristal, bagian dari tambang di Naica di Meksiko utara. Bakteri itu terperangkap di dalam kantong kristal kecil yang berair, tetapi begitu mereka diangkat, mereka hidup kembali dan mulai berlipat ganda. Mikroba itu secara genetik unik dan mungkin merupakan spesies baru, tetapi para peneliti belum mempublikasikan karya mereka. Â Bahkan bakteri yang lebih tua telah ditemukan di Gua Lechuguilla di New Mexico, 1.000 kaki di bawah tanah. Mikroba ini belum terlihat di permukaan selama lebih dari 4 juta tahun. Gua tidak pernah melihat sinar matahari, dan sangat terisolasi sehingga dibutuhkan sekitar 10.000 tahun untuk air dari permukaan untuk masuk ke gua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H