Apa yang menyebabkan sistem imun kita tetap dalam keadaan siap tempur? Mengapa sesuatu yang seharusnya membantu kita malah menyebabkan kekacauan seperti itu?
Inflamasi kronis terjadi sebagai akibat dari sistem imun yang merespons terus menerus, ancaman yang belum terselesaikan. Ini mencegah selesainya proses penyembuhan dan memungkinkan inflamasi menjadi kerusuhan.
Ada banyak pemicu berbeda yang bisa menyebabkan sistem imun menyebabkan inflamasi kronis. Ini termasuk:
1. Pola makan.
2. Gula darah dan resistansi insulin.
3. Stres.
4. Infeksi.
5. Masalah usus.
6. Toksin.
7. Gen
8. Faktor gaya hidup seperti merokok, asupan alkohol berlebih, dan kurang olahraga.
1. Diet
Makanan mengandung pembawa pesan kimia yang kuat. Setiap gigitan yang Anda makan mengirim pesan positif kepada tubuh Anda yang menginspirasi kesehatan dan vitalitas, atau mengirim sinyal bahaya yang memicu sistem kekebalan untuk merespons terhadap inflamasi.
Diet modern adalah salah satu alasan utama kita mengalami begitu banyak inflamasi, dan makanan olahan adalah penyebab utamanya. Diet ini penuh dengan gula, lemak olahan, bahan pengawet, pewarna, dan segala macam bahan yang aneh dan tidak terlalu bagus, yang digunakan untuk meningkatkan rasa dan memperpanjang usia pemakaian. Tiga makanan penyebab inflamasi teratas adalah gula, lemak dan minyak olahan, dan pemanis buatan.
Gula
Makan terlalu banyak gula adalah cara yang pasti untuk memicu inflamasi. Asupan gula yang berlebih telah dikaitkan dengan resistansi insulin, penambahan berat badan, kerusakan gigi, kerusakan pada lapisan usus dan pengurangan keragaman bakteri usus Anda, yang semuanya bisa memicu dan melanggengkan siklus inflamasi kronis.
Lemak dan Minyak Olahan
Lemak peka dan cepat rusak bila terkena panas, cahaya, atau bahan kimia. Mengkonsumsi lemak olahan yang rusak menciptakan stres oksidatif dalam tubuh. Stres oksidatif bisa  menyebabkan peradangan yang meluas dan terjadi ketika ada ketidakseimbangan antara radikal bebas (atom tak stabil yang bisa merusak sel) dan antioksidan.
Minyak olahan adalah makanan olahan andalan dan sering digunakan dalam masakan restoran. Saat membaca label makanan, Anda akan mengetahui produk tersebut mengandung lemak olahan jika Anda melihat kata-kata seperti "minyak nabati olahan," "terhidrogenasi," "terhidrogenasi sebagian" atau "margarin." Anda juga bisa melihat minyak sulingan jika label mencantumkan minyak tetapi tidak menyertakan istilahnya
"ekstra virgin" atau "pres dingin."
Berhati-hatlah dengan minyak biji industri, yang sangat menimbulkan inflamasi dan tidak mirip dengan lemak alami. Ini termasuk minyak jagung, kedelai, rapeseed/kanola, biji kapas, safflower dan minyak bunga matahari.
Minyak-minyak ini terpaparkan temperatur yang sangat tinggi, kemudian diproses dengan bahan kimia untuk meningkatkan warna dan rasa.
Minyak biji industri hanya menjadi bagian dari makanan kita sejak awal 1900-an dan menyebar luas setelah pabrik-pabrik menyadari biayanya yang rendah dan lama pemakaiannya yang panjang.
Minyak biji industri telah dipasarkan dengan cerdik dan kemampuannya untuk menyebabkan kerusakan belum mendapat perhatian sebanyak gula. Ketika Anda mulai membaca label dan penasaran, Anda akan terkejut melihat seberapa banyak minyak biji industri telah menyusup ke pasokan makanan kita.
Pemanis buatan
Digunakan dalam banyak makanan untuk meningkatkan rasa, terutama pada yang berlabel "diet" atau "ringan," pemanis buatan termasuk asesulfam, aspartam, neotam, sakarin dan sukralosa.
Meskipun dikatakan tidak mengandung gula, bahan-bahan ini bisa menyebabkan banyak disfungsi metabolisme yang bisa menyebabkan inflamasi dan meningkatkan risiko untuk kondisi seperti obesitas, diabetes dan penyakit kardiovaskular.
Banyak orang memilih produk dengan pemanis buatan untuk mengurangi asupan kalori mereka, tetapi pendekatan ini bisa menjadi bumerang.
Sebuah kajian yang berlangsung selama 7 tahun menemukan bahwa konsumsi minuman manis secara teratur meningkatkan risiko obesitas 2 kali lipat. Yang juga menjadi perhatian adalah dampak pemanis pada mikrobiota usus (ekosistem bakteri dan mikroba lain yang hidup dalam usus).
Kajian-kajian telah menunjukkan bahwa konsumsi pemanis buatan bisa berdampak negatif terhadap komposisi dan fungsi mikrobiota usus. Ini penting karena ketidakseimbangan dalam mikrobiota usus bisa dapat menyebabkan inflamasi.
2. Gula Darah dan Resistansi Insulin
Seberapa baik kita menyeimbangkan kadar gula darah kita memainkan peranan besar dalam tingkat inflamasi kita. Kebanyakan orang memakan makanan yang menaikkan kadar gula darah.
Tubuh kita benci memiliki kadar gula darah yang tinggi, dan memiliki sistem yang canggih untuk mempertahankan tingkat yang tepat.
Komplikasi diabetes yang tidak dikelola dengan baik, antara  kerusakan saraf, gagal ginjal, dan bahkan amputasi anggota badan, menunjukkan betapa toksiknya peningkatan gula darah.
Faktor makanan utama yang meningkatkan kadar gula darah adalah gula dan konsumsi berlebihan karbohidrat sederhana atau olahan (misalnya roti putih, keripik, keripik kentang, biskuit, banyak sereal sarapan, makanan penutup, dan sebagainya), yang terurai menjadi gula.
Jika karbohidrat dan gula sederhana menjadi pusat perhatian dalam diet Anda, ini bisa menyebabkan peningkatan kadar gula darah dan, seiring waktu, resistansi insulin. Resistansi insulin juga bisa didorong oleh stres dan kurang berolahraga.
Apa itu Resistensi Insulin?
Saat Anda memakan makanan yang mengandung karbohidrat, kadar gula darah Anda mulai meningkat. Menanggapi hal ini, insulin, hormon yang diproduksi oleh pankreas, dilepaskan. Insulin kemudian bergerak melalui aliran darah dan bertindak sebagai penjaga pintu, mengetuk pintu sel-sel Anda dan memberitahu sel-sel tersebut untuk membuka pintu dan membiarkan gula (glukosa) masuk.
Setelah insulin melakukan tugasnya dan gula telah diambil oleh sel-sel Anda untuk digunakan sebagai bahan bakar atau disimpan sebagai lemak, kadar gula darah turun kembali ke normal.
Jika kadar gula darah Anda terlalu tinggi terlalu sering, sel-sel Anda dapat berhenti merespons insulin dengan benar. Insulin akan mengetuk pintu, tetapi sel-sel tidak akan menjawab dan glukosa tidak akan bisa masuk ke dalam sel.
Ini disebut resistansi insulin. Resistansi insulin menyebabkan peningkatan gula darah kronis dan gejala seperti kelelahan dan mengidam karbohidrat karena sel-sel Anda kekurangan sumber energi.
Pankreas merespons kadar gula darah yang tinggi dengan mengeluarkan lebih banyak insulin, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan kadar insulin secara kronis.
Resistansi insulin adalah salah satu pendorong utama inflamasi kronis. Seberapa baik kita menyeimbangkan kadar gula darah kita memainkan peranan besar dalam tingkat inflamasi kita.
3. Infeksi
Infeksi yang berlama-lama bisa menjadi pemicu besar inflamasi dan diam-diam bisa  mengipasi api selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Beberapa contoh misalnya infeksi gigi, infeksi virus persisten, pertumbuhan candida berlebih, penyakit Lyme dan koinfeksinya, infeksi menular seksual, misalnya klamidia, parasit dan berbagai jenis bakteri berbahaya atau oportunistik, jamur yang bisa melekat di usus dan bagian tubuh lainnya.
Jika ada penyebab infeksi di balik inflamasi kronis, melacak dan mengobatinya penting untuk mematikan respons inflamasi.
Infeksi gigi bisa sangat merepotkan. Ada banyak penelitian yang menghubungkan infeksi mulut seperti penyakit gusi (periodontitis) dengan inisiasi dan perkembangan beberapa kondisi seperti artritis rematoid, penyakit kardiovaskular dan diabetes. Ini karena infeksi menyebar dari rongga mulut ke bagian tubuh lain, memicu peradangan sistemik.
Saluran akar juga penting untuk dipertimbangkan, karena bisa bertindak sebagai reservoir infeksi lama setelah prosedur saluran akar selesai. Keberadaan bakteri yang tertinggal di saluran akar, serta toksin berbahaya yang bisa dihasilkan bakteri ini, bisa menjadi pendorong inflamasi yang kuat.
4. Stres
Ketika stres mendominasi hidup kita dan kita kekurangan sumber daya untuk mengatasinya, kita menyiapkan diri untuk inflamasi. Penyebab stres berbeda untuk setiap orang. Untuk satu orang, itu mungkin pekerjaan bertenaga tinggi yang dikombinasikan dengan olahraga yang intens tanpa istirahat dan makanan yang cukup sebagai penyeimbang.
Untuk orang lain, itu mungkin hubungan yang toksik, kekhawatiran akan uang atau kesepian. Stres menyebabkan peradangan dengan meningkatkan produksi hormon stres dan sitokin pro-inflamasi dan dengan meningkatkan kadar gula darah dan menurunkan sensitivitas terhadap insulin.
5. Masalah Usus
Sistem pencernaan adalah keajaiban biologi. Usus Anda mampu mengambil materi eksternal, memprosesnya melalui simfoni proses pencernaan yang diatur dengan hati-hati, dan berakhir dengan molekul kecil yang bisa digunakan untuk memberi daya pada setiap sel.
Sistem pencernaan menampung 70 persen sistem imun Anda dan terus-menerus berdialog dengan otak Anda melalui jalur komunikasi yang dikenal sebagai saraf vagus.
Mikrobiota dalam usus Anda terdiri dari ekosistem luar biasa dari puluhan triliun mikroorganisme. Ini adalah hubungan simbiosis mutualisme, usus memberi mikrobiota tempat tinggal, dan sebagai gantinya mikrobiota  melakukan beberapa pekerjaan penting, termasuk mencegah mikroba berbahaya dan menghasilkan nutrisi berharga seperti asam lemak rantai pendek, vitamin B dan vitamin K.
Mikrobiota juga mensintesis neurotransmiter, misalnya serotonin, asam gamma aminobutirat (GABA) dan dopamin, yang semuanya memainkan peran kunci dalam suasana hati.
Usus kita diserang oleh pola makan yang buruk, antibiotik, stres, penggunaan obat-obatan tertentu secara berlebihan, misalnya obat penghilang rasa sakit (terutama obat antiinflamasi nonsteroid, atau NSAID, misalnya ibuprofen), alkohol dan rokok.
Faktor-faktor ini mengganggu fungsi pencernaan kita dan secara signifikan mengganggu kesehatan dan keragaman mikrobiota kita. Akibatnya, lebih banyak orang menderita kondisi seperti refluks asam, sindrom iritasi usus dan penyakit radang usus.
Penelitian telah menghubungkan kerusakan mikrobioma dengan inisiasi dan perkembangan banyak penyakit inflamasi seperti kanker kolorektal, penyakit Crohn, penyakit hati berasam lemak non-alkohol, sindrom metabolik, diabetes, obesitas, dan aterosklerosis.
6. Toksin
Lingkungan kita menjadi semakin toksik, dalam udara yang kita hirup, makanan yang kita makan dan apa yang kita kenakan pada kulit kita. Beberapa kekhawatiran terbesar adalah pestisida, polusi, logam berat dan bahan kimia dalam plastik, kosmetik dan produk pembersih rumah.
Dari sudut pandang evolusi, tubuh kita diperlengkapi dengan baik untuk menangani toksin, baik dari lingkungan kita maupun dari produk sampingan metabolisme dari proses internal tubuh kita sendiri.
Tubuh memiliki metode detoksifikasi yang canggih dan menghilangkan toksin berbahaya. Namun, ketika lingkungan kita menjadi lebih toksik, tubuh kita berjuang untuk mengimbanginya.
Paparan toksin tingkat rendah yang terus-menerus memiliki efek yang sangat merusak pada kemampuan kita untuk berfungsi, tubuh kita harus menggunakan sumberdaya yang berharga (misalnya antioksidan dan vitamin) untuk menetralisisasi dan menghilangkan toksin.
Jika tubuh kita kewalahan atau kekurangan sumberdaya untuk menghilangkan toksin tertentu (misalnya Merkuri yang tercuci dari tambalan amalgam atau BPA dari wadah plastik), toksin berbahaya akan mulai menumpuk.
Beban toksik yang tinggi bisa mendorong dan melanggengkan inflamasi kronis. Kabar baiknya adalah Anda bisa melindungi diri sendiri dengan mengubah kebiasaan konsumsi Anda. Ini penting tidak hanya untuk menjaga kesehatan Anda, tetapi juga untuk memelihara ekosistem alami yang menderita akibat penggunaan bahan kimia toksik.
Sumber Paparan Toksik
- Polusi (termasuk polusi industri dan knalpot mobil).
- Pestisida dan pembasmi gulma.
- Kosmetik.
- Produk pembersih rumah.
- Penyegar udara sintetis dan lilin beraroma
- Tambalan amalgam gigi
- Merkuri dari ikan tertentu, termasuk tuna, ikan todak, hiu, dan king mackerel.
- Tato.
- Pemadam api di kasur, karpet, dan furnitur.
- Peralatan masak antilengket.
- Bahan kimia dalam cat dan plastik.
- Bahan kimia dalam air keran (misalnya fluorida, timbal dan Klor).
- Jamur rumah tangga.
- Paparan di tempat kerja (misalnya, petani yang terpapar pestisida atau tukang bangunan yang terpapar asbes)
7. Gen
Banyak gen telah diidentifikasi memiliki potensi untuk mendorong inflamasi kronis yang mengarah pada penyakit (misalnya, mewarisi mutasi pada gen BRCA1 dan BRCA2 bisa meningkatkan risiko kanker payudara), tetapi memiliki gen atau mutasi tertentu tidak berarti bahwa penyakit tidak bisa dihindari.
Pada abad ke-20, terobosan bidang epigenetika menunjukkan bagaimana faktor lingkungan bisa menentukan bagaimana gen kita diekspresikan (dihidupkan atau dimatikan). Ini mengubah banyak hal dan tidak bisa dikembalikan seperti semula.
Dulu kita berpikir bahwa gen adalah takdir kita, tetapi sekarang kita mengerti bahwa gen hanya bertanggungjawab atas sekitar 10 persen penyakit, 90 persen lainnya adalah karena faktor internal dan eksternal yang secara kolektif disebut "eksposom."
Eksposom adalah ukuran dari semua paparan, misalnya diet, toksin, faktor gaya hidup, dan perilaku sosial, yang bisa memengaruhi gen dan biologi kita. Ini berarti kita memiliki pengaruh besar pada gen kita, apakah gen tersebut memanifestasikan penyakit atau tidak.
8. Faktor Gaya Hidup
Faktor gaya hidup seperti merokok, asupan alkohol berlebih, dan kurang olahraga bisa berdampak serius pada kesehatan Anda, menciptakan gangguan internal yang meningkatkan risiko penyakit kronis.
Asap rokok mengandung lebih dari 7.000 senyawa kimia, termasuk Arsen, Kadmium, Karbon monoksida, dan formaldehida. Rokok elektronik, atau "vape," yang disebut-sebut sebagai alternatif yang sehat, mengandung berbagai bahan kimia berbahaya seperti propilen glikol, bahan yang ditemukan dalam antibeku.
Paparan bahan kimia ini bisa menginflamasi tubuh dan mempercepat risiko penyakit kronis, terutama kanker.
Kurangnya aktivitas fisik juga merupakan ancaman besar bagi kesehatan kita. Waktu duduk yang lama telah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kronis, dan juga berdampak negatif pada sirkulasi, drainase limfatik, dan postur.
Banyak orang sekarang beralih ke meja berdiri, berolahraga lebih sering dan menyadari manfaat "istirahat bergerak" secara teratur sepanjang hari untuk melawan efek negatif dari terlalu banyak duduk.
Kepustakaan
1. Davy, Anoushka, The Anti-inflammatory Plan, 1st Ed., Welbeck Publishing Group Limited, UK, 2021, hlm. 16-23.
2. Diary Johan Japardi.
3. Berbagai sumber daring.
Jonggol, 30 Agustus 2021
Johan Japardi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H