Diabetes tipe 1 hanyalah salah sebuah penyakit autoimun, tetapi sekarang bukti mulai menunjukkan bahwa target-target seluler lain pada penyakit lain dengan sendirinya juga bisa menyebabkan kematian.
Kajian-kajian genetik terbaru menunjukkan bahwa sel-sel pada penderita artritis rematoid dan multipel sklerosis memiliki gen-gen yang terlalu aktif, yang mengkodifikasi protein-protein terkait penyakit-penyakit itu, dan sel-sel imun tertampung dalam target-target tersebut.
Sharma mengatakan mungkin ada 10 langkah di antara sebuah peristiwa penginisiasi dan serangan akhir pada jaringan target oleh sel-sel sistem imun. "Kami telah melihat langkah ke-10, sedangkan kami harus melihat langkah pertama, ke-2, ke-3, dst." katanya. "Ini hampir seperti kami telah bekerja mundur. Jika para peneliti bisa memahami langkah-langkah awal tersebut, itu bisa mengarah pada perawatan, penyembuhan, atau bahkan tindakan yang lebih baik untuk mencegah penyakit."
Sulit untuk menyalahkan para peneliti karena pada awalnya berkonsentrasi pada akhir sistem imun itu. Penyakit-penyakit autoimun tampak seperti pengkhianatan oleh sistem pertahanan yang sangat canggih yang ber-evolusi bukan hanya untuk melindungi kita dari patogen-patogen yang menginvasi, tetapi juga untuk memantau ancaman sel-sel yang akan berubah menjadi kanker dan untuk membersihkan sel-sel setelah cedera.
Itu adalah penjaga dalam tubuh kita yang berdiri di antara kita dan kekacauan, dan jelas merupakan bagian penting dari sistem imun, terutama sel B dan sel T, pemain-pemain kritis dalam penyakit autoimun.
Perawatan membutuhkan "sebuah pendekatan 2 pukulan" yang ditujukan pada sel-sel ini dan sel-sel target. Sistem imun itu persisten dan memiliki memori seekor gajah. Setelah belajar mengenali molekul-molekul pada sel-sel target, sel T akan terus datang kembali.
Agen Penghancuran Diri
Kebanyakan penelitian selama 50 tahun terakhir berfokus pada ciri klasik penyakit autoimun, yaitu autoantibodi. Antibodi adalah protein kecil yang diproduksi oleh sel B dalam sistem imun dan mengikat protein yang disebut antigen yang terdapat pada penginvasi asing seperti bakteri dan virus.
Ketika berikatan dengan cara ini, antibodi menandai penginvasi tersebut untuk selanjutnya dihancurkan. Namun, autoantibodi mengikat apa yang disebut antigen-diri pada permukaan sel-sel kita sendiri. Di sana autoantibodi bertindak sebagai suar-suar pelacak bagi pembunuh terspesialisasi yang disebut sel T sitotoksik, atau sel T pembunuh. Sel T ini adalah agen penghancur yang sebenarnya, sehingga para ilmuwan yang menyelidiki autoimunitas mencari pasangan-pasangan sel T-autoantibodi ini.
Apa yang baru-baru ini diketahui oleh para ilmuwan adalah bahwa walaupun merupakan tanda-tanda sebuah masalah autoimun, lokasi tampaknya lebih penting daripada fakta keberadaan sel T pembunuh dan autoantibodi. Orang-orang yang sehat, misalnya, bisa memiliki sel T ini dalam darah mereka tanpa menjadi sakit.
Pada 2018, ahli imunologi Roberto Mallone dari INSERM di Prancis dan kolega-koleganya menerbitkan sebuah hasil kajian yang membandingkan orang-orang berdiabetes tipe 1, orang-orang berdiabetes tipe 2 (gangguan nonautoimun di mana insulin diproduksi tetapi bekerja buruk), dan orang-orang tanpa diabetes.