Eizirik dan kolega-koleganya menggali basis data genetik yang dibuat dari biopsi-biopsi jaringan yang terkena dari orang-orang dengan penyakit autoimun: sel-sel pankreas orang-orang dengan diabetes, jaringan sendi dari orang-orang dengan artritis rematoid, sel-sel ginjal dari orang-orang dengan lupus dan bahkan sampel-sampel autopsi dari otak orang-orang dengan multipel sklerosis.
Analisis mereka menunjukkan bahwa banyak gen-gen kandidat sangat aktif dalam jaringan yang ditargetkan, dan banyak dari potongan DNA aktif ini muncul pada banyak penyakit, yang mengarah pada benang-benang merah yang sama.
Diantara gen-gen teratas yang menunjukkan aktivitas tambahan adalah gen-gen yang terkait dengan interferon, kelompok sitokin proinflamasi yang dilepaskan oleh sel-sel untuk menurunkan sel-sel imun ketika ada masalah seperti sebuah infeksi virus.
Banyak sel target pada sebuah penyakit autoimun juga memiliki fitur-fitur nongenetik yang membuat sel-sel itu sangat rentan terhadap serangan. Sel-sel itu memiliki setidaknya 3 kelemahan intrinsik.
Pertama, banyak dari sel-sel itu berada dalam kelenjar seperti tiroid dan pankreas, penghasil hormon yang memompakan hormon-hormon dengan kecepatan tinggi dan menciptakan banyak stres.
Karena sel-sel itu sudah berada di bawah banyak tekanan, sedikit stres seluler tambahan bisa mengubah keseimbangan menuju malfungsi dan patologi, yang memberi peringatan kepada kru pembersihan dari sebuah sistem imun.
Kedua, sel-sel itu mensekresi hormon dan peptida lain secara langsung ke dalam aliran darah. Molekul-molekul tersebut mengalir ke seluruh tubuh. Ini berarti bahwa, sebagai tanda-tanda dari sel-sel itu, molekul-molekul tersebut bisa mensensitisasi sistem imun dari jarak jauh.
Kelemahan ketiga dari sel-sel target adalah bahwa sel-sel itu dipenetrasi oleh banyak pembuluh darah, sehingga mudah diakses. Ini berarti bahwa begitu disensitisasi, sel-sel imun memiliki pekerjaan yang mudah dalam mencapai sel-sel target.
Selain kerentanan-kerentanan itu, sel-sel target bisa bereaksi terhadap ancaman luar, misalnya kerusakan akibat virus, dengan cara-cara yang menimbulkan sebuah respons imun yang kuat.
Beberapa sel menghancurkan diri sendiri ketika terinfeksi virus, mengeluarkan diri sendiri sebelum bahaya menyebar dan sebelum intervensi sistem imun diperlukan. Akan tetapi, sel-sel tertentu yang terkena penyakit autoimun, misalnya neuron dan sel beta, jumlahnya terbatas dan hanya menunggu kematian setelah terinfeksi virus.
Kita bermasalah jika terlalu banyak sel yang mati. Jika sel-sel mati menempel di sekitarnya, maka sistem imun mulai menafsirkan molekul-molekul yang dilepaskan oleh sel-sel itu sebagai tanda bahwa semua sel dari kelompok itu sedang bermasalah, kemudian terjadilah serangan autoimun.