Mohon tunggu...
JENY KHAENI
JENY KHAENI Mohon Tunggu... karyawan swasta -

JENY KHAENI is a passionate reader who loves to write, creativity addicted, and an enthusiastic amateur photographer. She is working in shipping company. Follow her on twitter@JKHAENI

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Klub Kebenaran

2 September 2015   15:47 Diperbarui: 2 September 2015   15:59 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Lagi ngapain ?” tanya Merpati kepada Elang yang sedang menyiapkan sesuatu

“Saya mau ke pasar agama. Mo ikut ?”

“Mo ngapain disana ?” tanya merpati bingung. Merpati belum pernah ke pasar agama. Dia semakin heran melihat Elang membawa teropong dan jaket invisible seperti jaket milik Harry Potter. Bedanya jaket itu langsung fit to body Elang. Secanggih jaket di film G.I.Joe.

“Nanti kuberitahu setelah kita sampai disana. Nih, teropong dan jaketmu.”

Elang memberikan kedua magic tools tersebut kepada Merpati

”Eh, tunggu. Saya mo ngepas dulu jaketnya”

“Gak perlu. Jaket ini akan langsung mengepaskan ukurannya di tubuh si pemakai. Tinggal  switch pake ‘pikiran’ kita. Mau ‘hilang’ atau ‘tampak’. So simple and friendly user lagi. Alat ini juga dilengkapi GPS. Jadi kita tidak bakal nyasar,” jelas Elang begitu semangat mempromosikan gadget terbaru made in Mama OWL yang baru di rilis sepekan lalu di Mall hewan. 

“Ayo, kita berangkat”

Elang dan Merpati lalu terbang menuju pasar agama. Kordinat pas untuk mendarat sesuai petunjuk GPS adalah sebuah pohon yang dahannya menjorok keluar. Tepat di atas pagar pembatas dengan pasar agama. Hop ! Merpati bertengger dengan perasaan excited.

Elang mengeluarkan teropong. Dia mengecek situasi. Malam itu di Pasar Agama tampak begitu ramai. Adabanyak kios-kios disana. Kios Muslim, Kios Katolik, Kios Kong Hu Cu, Kios Kristen dan Kios Hindu. Di deretan seberang masih terlihat kios-kios lain yang menjajakan ajarannya. Ada Kaballah, Sainstology, Tangki, Freethinker dan Ignoratia. Bahkan kios merajah tangan untuk melihat nasib dan peruntungan juga ada. Mereka semua tergabung dalam klub kebenaran.

Masing-masing kios dihiasi lampu kerlap kerlip dan beraneka ragam design. Semua tanda keagamaan di pajang hingga obral pernak pernik suvernir. Cuma satu tujuannya : menarik perhatian calon pembeli.

“Wow keren!” seru Merpati dibalik teropongnya.

“Coba liat arah jam 3, Elang.”

Elang lalu mengarahkan teropongnya yang juga bisa mendengar suara. Dia  menyetel lensa fokus. Papan nama kios itu tertera dengan huruf tegas sehingga terlihat begitu besar dan mudah dibaca : KIOS ATHEIS.

“Great!”sahut Elang. Even Atheis juga punya kios di pasar agama ini. Luar biasa. Mereka ikut berdagang rupanya.”

Sesekali terdengar riuh suara penjual yang terus merayu, mengajak pengunjung singgah di kiosnya untuk membeli kebenaran. Sebagian membagi selebaran. Penjual lain menggunakan taktik lewat musik memabukkan sukma. Ada pula yang berkoar-koar dengan toah berteriak semangat : “Ajak 10 kawan, gratis satu tempat di surga. Buruan !”  

“Ah, pikir-pikir dulu ya. Saya harus come and see sebelum membeli kebenaran dari anda”,ujar seorang pengunjung

“Halah, ngapain dipikir lagi. Tinggal yakini Nabi saya, anda pasti masuk surga,”garansi pemilik kios tersebut.

Kios disebelahnya tidak mau kalah. Dia juga ikut berpromosi. Melancarkan aksi propagandanya. Terus mengobral kebenaran kepada pengunjung tersebut. Bercerita panjang lebar tentang produk kebenaran. Macam-macam keuntungan plus bonus  menggiurkan yang bisa didapatkan seumur hidup.

Pemilik kios di seberang yang lagi sepi pengunjung ikut nimbrung.

“Ayo ke kiosku saja,”rayu pemilik kios sambil menggandeng tangan pengunjung remaja memakai kaos katun hitam berkerah V dengan sablon tulisan Tuhan, Agamamu apa ?

“Mereka semua penjaja kebenaran palsu, cuma kiosku satu-satunya yang original. Lihat, saya memiliki sertifikasi langsung dari Tuhan. Di tambah garansi bebas neraka. Perjalanan ke surga tanpa hambatan. Layanan first class, no additional surcharge, no tax and get a lifetime membership. Pokoknya tanpa syarat apapun. Dijamin anda gak bakal rugi deh !”

Remaja itu tampak berpikir keras. Ambil tidak ? Beli gak ya ?

Setelah capek tawar sana sini, akhirnya pengunjung tadi berkata kepada salah seorang pemilik kios. “Ok, aku beli kebenaran dari kiosmu. Awas kalo palsu.”

Pemilik kios tersebutpun tertawa kegirangan. Akhirnya jualan dia laku hari itu. Laris manis.

Pemilik kios kebenaran lain yang dagangannya sepi mulai melancarkan ejekan. Dari mulut hingga adu fisik memakai senjata tajam.

Merpati dan Elang yang menyaksikan kejadian itu menggelengkan kepala. Di Endcyclepedia bangsa burung, dijelaskan manusia beragama itu agar hidup tidak kacau. Tapi lihatlah apa yang terjadi. Manusia sendiri yang menyulut api kekacauan.

“Sst…itu siapa, Elang ?” tanya Merpati.

Dia menunjuk kepada sesosok pria yang memakai jas tuxedo, klimis, berwajah tampan dan bodi atletis didampingi wanita sexy berbodi bahenol sedang tertawa centil.

Elang segera memberi kode kepada Merpati untuk menyetel tombol jaket jadi ‘hilang’ agar keberadaan mereka tidak terlihat.

“Itu adalah Setan. Hati-hati dengan mereka, Merpati. Daya tarik mereka begitu kuat. Mereka bisa menyedotmu ke kegelapan tanpa dasar. Sekali terjebak, sulit untuk keluar. Mereka sangat lihai menutup mata hati dan mengacaukan pikiran. Lihat saja, mereka bisa bebas berkeliaran dipasar agama tanpa sepengetahuan manusia,“jelas Elang setengah berbisik sambil waspada. Soalnya jarak mereka cukup dekat dengan si setan.

“Sayang, apa yang kamu temukan ?”tanya setan wanita kepada setan pria bergelayut manja.

“Segenggam kebenaran,”jawab setan pria

“Oh, apa itu merisaukanmu ?” tanya setan wanita lagi

“Tidak! Akan kubiarkan dia menjadi kepercayaan agama. Agama adalah sebuah jalan menuju kebenaran. Tapi orang yang berpegang kuat-kuat pada penunjuk jalan, tidak dapat berjalan terus menuju kebenaran. Sebab, ia mengira telah memilikinya.Menganggap sudah tahu apa itu kebenaran sejati. Ibarat orang yang sedang menaiki tangga, dia harus melepaskan pegangan anak tangga untuk dapat menaiki anak tangga berikutnya. Bila tidak, ia tidak akan pernah sampai.”

“Wah, jenius sekali. Jadi kita biarkan saja mereka saling membunuh, saling mengutuk, saling berdebat demi segenggam kebenaran itu ? Hebat ! Sayangku memang luar biasa,”puji setan wanita tertawa jahat. Sederet kawat giginya bersinar cemerlang.

Merpati yang mendengar percakapan itu jadi merinding.

“Apakah manusia tidak tahu hal itu, Elang ?”

“Kurasa tahu. Hanya saja manusia lebih suka mengerdilkan kebenaran itu dalam bingkai agama. Sehingga kebenaran yang dilihat hanyalah selebar bingkai agama yang dibeli. Padahal, kebenaran sejati bukanlah hapalan kalimat di kitab. Mereka merapal doa, tapi tidak mengerti makna, apa gak mirip kawan kita- Si Beo ?

“Kasihan ya, manusia,” ujar Merpati bersimpati. Manusia memiliki kebjaksanaan tinggi untuk menemukan kebenaran sejati. Cuma herannya, ingin menemukan kebenaran, kok malah takut sama kebenaran. Ingin melihat kebenaran, kok malah membutakan mata hati sendiri. Manusia memang aneh. Benar-benar……”

“Hussh, diam dulu,”potong Elang. Dia melihat serius ke Kios Buddha. Ada seorang pemilik kios Kristen yang mendekati guru Zen ternyata.

“Bolehkah saya membaca beberapa kalimat di Alkitab ?”

“Silahkan, akan kudengarkan dengan senang hati,”jawab Guru Zen

Pemilik kios Kristen membaca beberapa ayat lalu berhenti sejenak dan melihat reaksi guru.

Guru tersenyum.

”Ah, siapapun yang pernah mengucapkan kalimat itu, pastilah sudah mendapatkan penerangan budi.”

Pemilik kios bertambah semangat. Senyum dia makin melebar. Dia meneruskan membaca.

Guru menjawab :”Orang tersebut bisa disebut penyelamat dunia.

Pemilik kios Kristen bertambah girang dan meneruskan membaca lagi.

“Khotbah yang disampaikan oleh orang yang memancarkan cahaya ilahi.”

Suka cita pemilik kios Kristen itu meluap luap. Hatinya penuh kemenangan. Dia lalu permisi kembali ke kiosnya. Disana dia berseru gembira kepada putra Allah.

“Saya telah berhasil membuat orang itu mengaku bahwa Engkau adalah Tuhan”. Putra Allah tersenyum. 

“Apa gunanya hal itu bagimu, selain membesarkan ‘ego’ kristenmu ?”

Sementara itu, pembeli kebenaran dari kios Buddha yang menyaksikan kejadian itu tertawa terbahak-bahak.

“Wah, guru hebat. Pasti karena ajaran Dhamma paling indah, paling tinggi, paling dalam, paling bagus sehingga mendengar sekilas saja guru sudah memahami ajaran itu. Saya memang tidak salah membeli kebenaran dari kios ini.”

Tiba-tiba sebuah pukulan mendarat tepat di kepala pembeli kebenaran tersebut.

Pok !

“Aduh !”

Pembeli kebenaran tersebut mengerang kesakitan. Mengusap-usap kepalanya tanpa mengerti apa maksud guru.

Elang menggumam dalam hati. Ternyata sama saja. Dasar manusia bodoh. Munafik. Fanatik.

“Ayo, kita pulang, Merpati,” ajak Elang 

 

*Terinspirasi dari Burung Berkicau karya Anthony De Mello

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun