Mohon tunggu...
Jitunews SEO
Jitunews SEO Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jitunewseo: Optimasi SEO Jitunews.com, Portal Informasi Pangan, Energi,dan Air

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Dampak #DaruratAsap Kemarin : Ekosistem, Nawacita, Masa Depan Anak & Revolusi Mental, Apa Kabar?

23 September 2015   11:11 Diperbarui: 23 September 2015   11:11 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Herman menambahkan, perlu penegakan hukum yang tidak diskriminatif bagi pengusaha yang terlibat kebakaran hutan karena dampaknya yang sangat merugikan negara termasuk pengawasan khusus terhadap pelaku penebangan liar, pendudukan lahan, dan deforestasi hutan Indonesia.

"Perlu koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengawasi pihak swasta yang telah diberikan izin untuk HTI dan perkebunan. Mereka harus bertanggungjawab pada titik api di masing-masing lahannya,” pungkas Herman.

Motif Ekonomi

Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, hutan dan lahan gambut di sebagian besar wilayah Sumatera dan Kalimantan memang sengaja dibakar. Motifnya jelas ekonomi.

"Biaya pembukaan lahan dengan cara membakar hanya butuh Rp600 ribu hingga Rp800 ribu per hektare, sedangkan tanpa membakar biayanya Rp3,4 juta per hektare," tegas Sutopo.

Sutopo mengungkapkan, pelakunya rata-rata kelompok terorganisir dalam bentuk koperasi untuk membuka kebun kelapa sawit baru. Mereka memanfaatkan konflik penguasa adat dan pemerintah.

"Mereka melakukan saat musim kering. Dimulai dengan membakar ranting-ranting. Membakar dengan ban bekas dipotong-potong diberi minyak lalu dibakar. Setelah dibakar lalu ditinggalkan. Waktu membakar pagi hingga sore hari," ungkap Sutopo.

Komitmen Pemerintah

Terlepas dari itu semua, Indonesia merupakan negara tropik yang sebagian besar kawasannya memiliki iklim basah dengan curah hujan lebih dari 2.000 mm3 per tahun, sehingga memiliki tutupan hutan dengan karakteristik hutan hujan tropik. Ciri utama ekosistem hutan ini adalah memiliki keanekaragaman hayati dan kelembaban yang tinggi.

Akan tetapi, negara dalam hal ini pemerintah belum terbukti hadir untuk melindungi rakyatnya. Hal ini dibuktikan dari minimnya perlindungan hutan dan lahan gambut dari kebakaran yang selalu saja terjadi. Sehingga, berimbas pada masyarakat yang terpapar kabut asap. Bahkan, moratorium hutan yang diperpanjang hingga bulan Mei tahun lalu sampai tahun 2017, terbukti tidak kuat untuk melindungi hutan dan lahan gambut di Indonesia.

Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), yang terus terjadi dalam 1 dekade ini menjadi gambaran nyata bahwa kerusakan alam telah sangat parah dan sistematis. Setidaknya 66 kabupaten yang ada di 5 Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah, langganan kebakaran dan kabut asap dalam 5 tahun terakhir. Pada tahun 2011, ditemukan sebanyak 18.789 titik api dan pada tahun 2014 naik menjadi 20.253 titik api.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun