Mohon tunggu...
Jitunews SEO
Jitunews SEO Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Jitunewseo: Optimasi SEO Jitunews.com, Portal Informasi Pangan, Energi,dan Air

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Dampak #DaruratAsap Kemarin : Ekosistem, Nawacita, Masa Depan Anak & Revolusi Mental, Apa Kabar?

23 September 2015   11:11 Diperbarui: 23 September 2015   11:11 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Darurat Asap: Rusaknya Ekosistem, Nawacita, Masa Depan Anak dan Revolusi Mental"][/caption]The environmental damage caused by forest and land fires occurring in Sumatra and Kalimantan is very serious. In fact, the research conducted by the Indonesian Institute of Sciences (LIPI) shows approximately 80 percent of trees are dead.

JAKARTA, JITUNEWS.COM - Kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang tengah terjadi di Sumatera dan Kalimantan sangat berat. Bahkan, penelitian yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) diketahui sekitar 80 persen pohon penyusun utama mati.

Hasil penelitian yang dilakukan Prof. Dr. Tukirin, peneliti Pusat Penelitian (Puslit) Biologi LIPI, menemukan bahwa dampak kebakaran berat dapat mematikan hampir seluruh pepohonan penyusun hutan mencapai lebih dari 80 persen. "Untuk hutan rawa gambut umumnya akan mati secara keseluruhan, tidak ada pohon yang mampu bertahan pasca kebakaran apalagi kebakaran berulang akan memusnahkan seluruh jenis primer,” ungkap Tukirin, di Gedung LIPI, Kamis (17/9). 

Tukirin menambahkan, bahwa ekosistem hutan tropik pada dasarnya tidak bisa terbakar secara alami sekalipun pada daerah beriklim kering. Namun, pengelolaan hutan yang kurang tepat menyebabkan menurunnya kelembaban udara dan bukaan kanopi hutan sehingga, berakibat serasah dan material runtuhan di lantai hutan menjadi kering. “Bahan-bahan runtuhan dan serasah tersebutlah yang memicu kebakaran di areal hutan tropik di Indonesia,” papar Tukirin.

Menurutnya, jenis tumbuhan yang muncul setelah kebakaran adalah jenis-jenis tumbuhan pionir dan sekunder seperti kelompok mahang (Macaranga spp.), anggrung (Vernonia arborea), tembalik angin (Croton sp), dan tumbuhan paku reasm (Pteridium sp. dan Gleichenia sp.).

Sedangkan pada habitat rawa gambut, pasca kebakaran hanya ditumbuhi oleh jenis paku-pakuan seperti Nephrolepis spp, Blechnum spp dan Stenchlaena palustris."Tapi tidak ada tumbuhan berbunga yang mampu bertahan dan tumbuh setelah kebakaran,” ujar Tukirin.

Sementara itu, peneliti Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Dr. Herman Hidayat menambahkan, kebakaran hutan bersumber dari lahan gambut yang seharusnya berfungsi untuk menyerap dan menyimpan air.

"Lahan gambut sebenarnya tidak boleh digunakan oleh pengusaha untuk Budidaya kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI), idealnya peraturan ini dipatuhi karena sudah diatur oleh pemerintah," tegas Herman.

Herman melanjutkan, lahan gambut dapat mudah terbakar apabila mengalami kekeringan dan cuaca panas, sehingga pembakaran kecil dapat secara cepat menyebar. "Lahan gambut memang digunakan untuk industri dengan kedalaman penggunaan tanah tidak lebih dari tiga meter, tapi prakteknya ditemukan lebih dari tiga meter lahan gambut dioperasionalkan untuk perkebunan kelapa sawit, agroforestry, dan HTI," kata Herman.

Kontrol dan pengawasan pemerintah yang lemah dalam mengawasi proses eksplorasi perusahaan serta tumpang tindih lahan ditenggarai menjadi penyebab kebakaran hutan di Indonesia.

"Sebagai contoh, warga pendatang menggunakan lahan gambut yang telah ditinggalkan industri untuk berkebun dengan cara membakarnya. Inilah pemicu kebakaran hutannya," sambung Herman.

Herman menambahkan, perlu penegakan hukum yang tidak diskriminatif bagi pengusaha yang terlibat kebakaran hutan karena dampaknya yang sangat merugikan negara termasuk pengawasan khusus terhadap pelaku penebangan liar, pendudukan lahan, dan deforestasi hutan Indonesia.

"Perlu koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengawasi pihak swasta yang telah diberikan izin untuk HTI dan perkebunan. Mereka harus bertanggungjawab pada titik api di masing-masing lahannya,” pungkas Herman.

Motif Ekonomi

Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, hutan dan lahan gambut di sebagian besar wilayah Sumatera dan Kalimantan memang sengaja dibakar. Motifnya jelas ekonomi.

"Biaya pembukaan lahan dengan cara membakar hanya butuh Rp600 ribu hingga Rp800 ribu per hektare, sedangkan tanpa membakar biayanya Rp3,4 juta per hektare," tegas Sutopo.

Sutopo mengungkapkan, pelakunya rata-rata kelompok terorganisir dalam bentuk koperasi untuk membuka kebun kelapa sawit baru. Mereka memanfaatkan konflik penguasa adat dan pemerintah.

"Mereka melakukan saat musim kering. Dimulai dengan membakar ranting-ranting. Membakar dengan ban bekas dipotong-potong diberi minyak lalu dibakar. Setelah dibakar lalu ditinggalkan. Waktu membakar pagi hingga sore hari," ungkap Sutopo.

Komitmen Pemerintah

Terlepas dari itu semua, Indonesia merupakan negara tropik yang sebagian besar kawasannya memiliki iklim basah dengan curah hujan lebih dari 2.000 mm3 per tahun, sehingga memiliki tutupan hutan dengan karakteristik hutan hujan tropik. Ciri utama ekosistem hutan ini adalah memiliki keanekaragaman hayati dan kelembaban yang tinggi.

Akan tetapi, negara dalam hal ini pemerintah belum terbukti hadir untuk melindungi rakyatnya. Hal ini dibuktikan dari minimnya perlindungan hutan dan lahan gambut dari kebakaran yang selalu saja terjadi. Sehingga, berimbas pada masyarakat yang terpapar kabut asap. Bahkan, moratorium hutan yang diperpanjang hingga bulan Mei tahun lalu sampai tahun 2017, terbukti tidak kuat untuk melindungi hutan dan lahan gambut di Indonesia.

Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), yang terus terjadi dalam 1 dekade ini menjadi gambaran nyata bahwa kerusakan alam telah sangat parah dan sistematis. Setidaknya 66 kabupaten yang ada di 5 Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah, langganan kebakaran dan kabut asap dalam 5 tahun terakhir. Pada tahun 2011, ditemukan sebanyak 18.789 titik api dan pada tahun 2014 naik menjadi 20.253 titik api.

Setelah dilantik menjadi presiden, Joko Widodo pada 26 November 2014, melakukan "blusukan" asap ke Riau. Di Bumi Lancang Kuning ini, Presiden menegaskan bahwa bencana asap ini tidak tuntas selama belasan tahun karena negara tidak hadir.

"Kedatangan saya nanti ke Sei Tohor, agar rakyat punya harapan baru, bahwa mereka diperhatikan dan negara hadir untuk menyelesaikan masalah mereka,” itu kata Jokowi saat di Bandara Pekanbaru waktu itu.

Sekarang, hampir satu tahun sejak "blusukan asap" itu, kabut asap masih menyelimuti kota Riau. Kabut asap yang berdaya jelajah sangat pelan namun pasti, juga menyelimuti sejumlah kota lainnya di Sumatera hingga Kalimantan.

Presiden Joko Widodo sebenarnya telah mengetahui penyebab utama kabut asap tahunan, yakni adanya alih fungsi lahan dan gambut. Ia bahkan kala itu secara langsung menyekat satu kanal yang digali di atas gambut untuk perkebunan, dan berjanji akan menyekat seribu kanal lagi di Riau dengan bantuan pemerintah.

"Upaya itu memang berhasil, sekat kanal Presiden di Sungai Tohor sampai dengan saat ini telah terbebas dari api, tetapi gambut lainnya di provinsi tersebut tidak beruntung, kecuali apabila seribu sekat kanal tersebut direalisasikan," papar Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Nasional WALHI.

Terlepas hal itu, pemerintah bergerak cepat dalam proses penegakan hukum kebakaran hutan dan lahan. Hal ini dibuktikan dengan penetapan tersangka oleh pihak penyidik Polri telah menetapkan 140 tersangka, tujuh di antaranya petinggi perusahaan di level manajer dan direksi.

Berbagai instrumen peraturan perundangan telah siap menghadang mereka, antara lain Undang-Undang Perkebunan, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UU Kehutanan."Ancaman kurungan maksimal 10 tahun dan denda 10 miliar," tegas Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menginstruksikan penegakan hukum yang tegas dan memberi efek jera. "Jangan hanya menyasar rakyat biasa, tetapi juga harus tegas dan keras terhadap perusahaan yang menyuruh membakar," kata Jokowi, seperti disampaikan saat berkunjung ke Doha, Qatar, beberapa waktu lalu.

Temuan LSM

Tahun 2014, WALHI menemukan indikasi titik api terdapat pada kawasan hutan yang dibebani hak Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) sebanyak 4.084 titik api di 150 konsesi, dan 603 titik api di 85 konsesi perusahaan (IUPHHK-HA). Selanjutnya, selain kawasan hutan yang dibebani izin, kebakaran hutan dan lahan, diduga marak juga terjadi di dalam dan di sekitar kawasan konsesi perkebunan kelapa sawit di kawasan Areal Penggunaan Lain (APL)atau areal bukan kawasan hutan dan kawasan hutan.

Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, dalam keterangan persnya menerangkan, di tahun 2014, Presiden Jokowi telah berkomitmen Indonesia bebas asap pada 2015."Namun, kebakaran dan asap tahun ini menjadi bukti bahwa komitmen ini masih sangat jauh dari harapan," ungkap Abetnego.

Peningkatan tidak hanya terbatas dalam  jumlah titik api, tetapi juga terhadap intensitas kejadian kebakaran setiap tahunnya. Bila peningkatan titik api mulai terjadi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat, maka Sumatera mengalami peningkatan intensitas kejadian kebakaran hingga dua kali kejadian kebakaran dalam satu tahun.

Perwakilan WALHI Jambi, Musri Nauli menambahkan, titik api terbanyak berasal dari gambut dimana kawasan genting, unik dan penting sudah mengalami kerusakan. Kawasan yang selama ini mampu memberikan perlindungan dan sebagai tempat tangkapan air (catchment water area) telah dirusak oleh HTI, sawit dan berbagai aktivitas manusia lainnya, kemudian dijadikan kubangan yang mudah terbakar.

"Pola ini berulang terus menerus dengan modus yang canggih, rapi dan pola tempat terbakar yang sama setiap tahun. Pemegang izin tidak mampu lagi menjaga lokasi izinnya. Selain para pelaku dijerat dengan berbagai UU seperti UU Kehutanan, UU Perkebunan, UU LH yang “tegas” adanya kebakaran di areal izinnya, para pemegang izin sebenarnya dapat diminta pertanggungjawabannya (absolute liability)," tegas Musri.

Tidak jauh berbeda, kebakaran tahun ini juga kembali terjadi di Kalimantan Tengah. WALHI Kalimantan Tengah menyampaikan, apresiasi terhadap penyegelan lokasi kebakaran di beberapa perusahan perkebunan di Kalimantan Tengah, namun langkah ini belumlah cukup.

"Rehabilitasi lahan gambut dan menghentikan perizinan perusahaan yang mengakibatkan konversi lahan gambut kepada investasi skala luas yang berbasis lahan di Kalimantan Tengah lebih tepat," terang Hadi Jatmiko, Direktur Eksekutif WALHI Sumatera Selatan.

Fakta-fakta temuan WALHI di berbagai daerah justru menunjukkan bahwa akar masalah terbesar kebakaran dan asap di Indonesia sangat nyata dan sebenarnya sangat dipahami oleh pemerintah.

"Mestinya pemerintah memadamkan api dengan Pena, bukan dengan modifikasi cuaca, karena sumber masalahnya dari penerbitan konsesi," tutup Abetnego Tarigan.

Nasib Anak-anak

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nila F Moeloek menyebutkan sebanyak 22.535 orang menderita gangguan kesehatan yakni ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) akibat asap kebakaran hutan dan lahan yang melanda sejumlah daerah di Indonesia.

Catatan Menkes khusus penyakit ISPA, pada Kementerian Kesehatan mencatat sebanyak 18.000-an orang. Menurutnya saat ini kondisi udara di Sumatera akibat kabut asap telah melebihi ambang batas. Polusi asap di sana, ungkap dia sudah masuk kategori berbahaya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau Andra Sjafril SKM kepada wartawan menyebutkan, kondisi udara di kabupaten dan kota di Riau sudah tidak sehat bagi kesehatan. Kadar polusi akibat asap sudah melebihi 300 Psi yang menyebabkan oksigen berkurang di udara.

Bahkan, sedikitnya 14.601 jiwa warga Provinsi Jambi juga terserang penyakit ISPA, sejak Juni - Agustus 2015 akibat asap kebakaran hutan dan lahan yang melanda daerah itu. Sebagian besar penderita adalah balita, anak-anak, dan lanjut usia.

Pengamat pendidikan dan lingkungan dari Universitas Islam Riau, yang juga Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Mardianto Manan mengatakan asap pekat yang terus menyelimuti daerah ini sejak dua bulan terakhir diyakini akan makin merusak masa depan anak bangsa.

"Sebab sekolah terus diliburkan, dan pendidikan yang tertunda menyebabkan mereka ketinggalan pelajaran, sehingga diyakini akan membunuh potensi anak didik di masa depan, apalagi asap yang terhirup mengandung banyak racun itu bisa mengakibatkan kesehatan mereka terus terganggu," kata Mardianto.

Jika kesehatan anak terganggu, katanya lagi, pada akhirnya generasi muda yang bakal memimpin daerah ini di masa datang akan berkualitas rendah.

Pada sejumlah kabupaten dan kota yang memiliki titik api --berimbas ke Kota Pekanbaru-- itu, sudah menunjukan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) pada kategori yang paling berbahaya diatas ambang batas 615.

"Jika ditinjau asal asap dari berbagai sumber menyebutkan, bahwa asap dihasilkan dari proses pembakaran yang terdiri dari polutan berupa partikel dan gas. Partikel itu adalah silika, oksida besi, dan alumina, gas yang dihasilkannya adalah CO, CO2, SO2, NO2, aldehid, hidrocarbon, dan fluorida," katanya.

Akibat polutan ini, berpotensi sebagai iritan dapat menimbulkan fibrosis (kekakuan jaringan paru), pneumokoniosis, sesak napas, elergi sampai menyebabkan penyakit kanker.

Berdasarkan Pedoman Kementerian Kesehatan tentang pengendalian pencemaran udara, akibat kebakaran hutan terhadap kesehatan, ditetapkan kategori bahaya kebakaran hutan dan tindakan pengamanan berdasarkan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). ISPU lebih dari 50 dikatagorikan baik, ISPU 51-100 dinilai sedang, ISPU 101-199 sudah dikatagorikan tidak sehat.

Dalam kategori ISPU 200-299 sangat tidak sehat pada penderita ISPA, Pneumonia dan penyakit jantung akan kian berat,dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan, bagi penderita penyakit jantung gejalanya akan kian berat.

Sedangkan ISPU 300-500 pada kategori berbahaya bagi semua orang, terutama balita, ibu hamil, orang tua, dan penderita gangguan pernapasan.

Perpu Darurat Asap

Sementara itu, dalam siaran persnya Institut Hijau Indonesia‎ meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (PERPU) terkait kebakaran hutan dan kebun. Hal ini dinilai perlu dilakukan agar bencana serupa tidak lagi menjadi bencana musiman di Indonesia.

"Keselamatan generasi mendatang tak bisa ditukar dengan pajak yang dibayarkan perusahaan," kata Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad, Jumat (18/9).

Unsur kedaruratan, tambah Chalid, sudah sangat terpenuhi dalam peristiwa ini. Belasan tahun terus terulang dengan jumlah korban yang makin meningkat.

Chalid mengusulkan beberapa poin penting yang harus dimasukan dalam Perppu tersebut, yaitu: pertama, pemerintah pusat diberikan otoritas untuk segera membekukan izin perusahaan yang lokasinya terbakar.

Jika memang perusahaan tersebut tidak terlibat langsung atau lalai, maka harus dibuktikan di depan pihak berwajib dalam waktu yang telah ditentukan.

"Bila perusahaan tak bisa membuktikan maka segera di limpahkan ke penegak hukum dan izinnya dicabut permanen, untuk selanjutnya lokasi terbakar segera direstorasi (pulihkan)," tegas Chalid.

Kedua, Pemerintah diminta untuk menindak tegas para direksi yang terbukti dengan sengaja maupun lalai sehingga terjadinya kebakaran agar dimasukkan ke dalam daftar hitam industri perkebunan.

"Mereka yang bertanggung jawab ini dibuat mati perdata dalam industri perkebunan dan kehutanan. Bila hanya perusahaan yang diberi sanksi maka dalam sehari mereka mengubah namanya," terang Chalid.

Ketiga, pemerintah diminta untuk segera melakukan koreksi mendasàr atas kebijakan pengelolaan lahan gambut sebagaimana tertuang dalam quick win Jokowi-JK yang dibuat rumah transisi.

Jika ketiga langkah tersebut dilakukan, Chalid meyakini angka kebakaran hutan di masa akan datang dapat berkurang.  Apalagi bila langkah ini disertai dengan keterlibatan masyarakat secara luas untuk mencegah kebakaran di lokasi-lokasi yang setiap tahun selalu terbakar.

"Semoga Revolusi Mental dapat dimulai di perang melawan kebakaran hutan dan lahan," pungkas Chalid. 

Adapun Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan mengatakan darurat asap di Indonesia masih berlangsung hingga dua bulan ke depan. Selain Sumatera dan Kalimantan, potensi asap terdapat pula di Sulawesi, Papua dan Jawa.

"Potensi masih tinggi ini harus diantisipasi oleh semua pihak, baik itu pemerintah dan warga itu sendiri," pungkas Luhut.

Seperti yang dikatakan oleh Pangeran Charles,"We're busily wrecking the chances for future generations at a rapid rate of knots by not recognizing the damage we're doing to the natural environment, bearing in mind that this is the only planet that we know has any life on it."

Jadi ingatlah, jangan "rusak" bumi kita ini, walau hanya untuk keuntungan finansial semata.(Tommy Ismaya/Jitunews)

 

Shared by : Social Media | Jitunews.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun