Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Belasan Keris Berhias Emas Ikut Kamardikan Award

22 Agustus 2024   01:04 Diperbarui: 22 Agustus 2024   08:14 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Empu Subandi Supaningrat, salah satu pembuat keris era Kamardikan asal Solo. Ia mendapat gelar Guru Besar dan gelar Empu dari Institut Seni Indonesia (ISI) Solo. (Foto Tira Hadiatmojo)

Era kemerdekaan para raja di Nusantara sudah tidak yasa (membuat) keris lagi. Sehingga empu-empu pembuat keris masa kini bisa berkarya bebas mengekspresikan keinginannya tanpa perlu diperintah raja.

"Mahakarya para empu masa lalu kini bisa 'diputrani' dengan merdeka," kata Toni Junus KanjengGung, ketua penyelenggara lomba di hari pembukaan Keris Kamardikan Award 2024 di Taman Benyamin Syueb, Jatinegara Rabu (21.08.2024) malam.

Diputrani, adalah istilah khas di dunia perkerisan untuk menduplikat model-model keris pusaka masa lalu, tidak hanya menjadi pusaka baru yang indah, akan tetapi juga berseni.

Maka tidak mengherankan, jika pembuatan keris di era Kamardikan (setelah Indonesia merdeka 17 Agustus 1945) juga bisa menjadi ekspresi seni, ekspresi keindahan dari para "empu-empu" keris modern. Dan ini sudah kelima kalinya digelar Lomba Keris Kamardikan Award, sejak penyelenggaraan pertama di Bentara Budaya Jakarta tahun 2008.

Sebanyak 72 bilah keris, sebagian besar dengan hiasan tinatah emas murni yang dilekatkan dengan cara khusus di bilah, ikut serta dalam lomba yang diselenggarakan oleh Komunitas Cinta Budaya (KCB) Jakarta, Lembaga Budaya Leburtara, serta komunitas keris dari Yogyakarta Lar Gangsir.

Belasan bilah keris yang dilombakan dan dipamerkan di ruang tengah Museum Benyamin Syueb ini berasal dari karya para perajin dan empu keris dari berbagai kota di Jawa, Madura, Bali dan Lombok.

Dari buku pendaftaran, tercatat di antaranya empu-empu pembuat keris dari Jakarta, Yogyakarta, Bali, Surabaya, Madura, Sukoharjo Solo, Pasuruhan, Lombok, Kediri, Lamongan, Tuban (Jawa Timur), Pati, Semarang, Tegal, Cirebon (Jawa Tengah) dan Bogor, Cikarang (Jawa Barat).

Dari yang berelief naga, singa, sampai relief candi. Dari binatang sampai figur wayang, dengan tatahan emas murni pada ukiran-ukirannya.

Ada empat kategori yang dilombakan: keris gaya klasik bertinatah, klasik tanpa tinatah, serta gaya kontemporer (modern) bertinatah dan tanpa tinatah.

Keris-keris indah yang dipajang di balik etalase bening, bisa dicermati dari jarak dekat. Dalam beberapa hari ke depan, akan diumumkan pemenangnya oleh lima juri lomba yang sesuai bidang keahlian masing-masing.

Keris Kamardikan adalah keris-keris yang diproduksi setelah era kemerdekaan, setelah kerajaan-kerajaan di Nusantara tidak lagi menjadi pusat kekuasaan, akan tetapi pusat kebudayaan.

Lomba Keris Kamardikan LPS Award 2024 ini juga dimeriahkan dengan tarian silat keris, pentas seni Wayang Jendra, Gambang Kromong, serta Sidhikara (ritual khusus) pusaka tradisional yang berbentuk keris.

Dan yang umumnya menjadi salah satu daya tarik, adalah gelaran Bursa Keris dan Lelang keris setiap hari dari 21-25 Agustus 2024 mulai pukul 10.00 sampai 21.00.

Golok Cakung

"Saya sungguh baru tahu, ada keris-keris kamardikan," kata Berkah Shadaya, Kepala Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Timur saat pembukaan pameran dan lomba keris di Museum Benyamin Syueb.

"Justru saya tahu dinas kami saat ini mengembangkan (senjata khas lokal Betawi) Golok Cakung yang berumur 300-400 tahun. Ini malah keris-keris era kamardikan," ungkap Berkah Shadaya.

Tentu, lomba keris yang digelar di bekas Gedung Polonia ini akan semakin memperkaya khasanah budaya di Jakarta. Dan akan semakin memeriahkan aktivitas di lokasi bersejarah Gedung ini, di masa datang.

"Ini juga merupakan investasi nasional, bahwa nilai pendidikan dikedepankan, tidak hanya nilai ekonominya saja yang dinikmati," kata sesepuh perkerisan Irjen Pol (Pur) Guntur Setyanto dalam sambutannya. Dengan diakuinya Keris Indonesia sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO (2005), perkembangan dunia perkerisan di Indonesia menjadi pesat.

"Kalau tidak ada pengakuan UNESCO, budaya keris sudah hanyut ditelan lautan," kata Guntur Setyanto yang juga dikenal sebagai kolektor keris terkemuka di Jakarta dan nasional.

"Dengan berjalannya lomba, maka pembuatan keris akan terus berlanjut," ungkap Empu Subandi Supaningrat, satu-satunya pembuat keris Kamardikan yang secara formal diakui oleh lembaga akademis, Institut Seni Indonesia Surakarta sebagai "Profesor Keris" dengan gelar empu akademis, belum lama berlalu. 

Subandi tidak hanya memiliki besalen (tempat pembuatan keris) pribadi di Ngringo Palur, Surakarta. Akan tetapi juga, besalennya menjadi tempat praktek swasta bagi para mahasiswa ISI jurusan Kriya Logam Keris, selama bertahun-tahun.

Subandi merupakan empu keris yang beruntung, diangkat sebagai Pegawai Negeri oleh Institut Seni Surakarta sejak 1979, sejak institusi pendidikan seni tersebut masih bernama ASKI (Akademi Seni Karawitan) dan kemudian berubah STSI (Sekolah Tinggi Seni Indonesia) dan kini Institut Seni Indonesia.

Toni Junus KanjengGung salah satu pelopor Keris Kamardikan (Foto Jimmy S Harianto)
Toni Junus KanjengGung salah satu pelopor Keris Kamardikan (Foto Jimmy S Harianto)
Cikal Bakal Lomba Keris

Keris Kamardikan Award yang pertama digelar pada 2008 di Bentara Budaya Jakarta. Akan tetapi, cikal bakal lomba keris kamardikan sebenarnya sudah terjadi pada tahun 2006 ketika dilangsungkan Lomba Membentuk Keris pada kesempatan Pameran Seni Tosan Aji di Bentara Budaya pada 14-23 Juni 2006.

Pada Lomba Membentuk Keris (2006) ini juaranya adalah KRT Hartonodiningrat dari Surabaya, juara kedua Empu Subandi Supaningrat dari Solo dan juara ketiga empu Jamil dari Madura namun mengatasnamakan asal Malang Jawa Timur.

Lomba Membentuk keris di Bentara Budaya 2006 ini terbilang paling unik. Lantaran para peserta lomba membentuk langsung kodokan yang disediakan panitia, di bangku kerja yang disediakan di halaman Bentara.

Ratusan orang setiap hari menyaksikan "para empu muda" menggerinda gebingan kodokan, sebelum masuk menyaksikan pameran keris (dari semua era, termasuk keris kamardikan) di ruang pameran Bentara. Bunyi derit gerinda dari 15 bangku kerja para "empu" terdengar bertalu-talu dari belasan meter di luar gedung Bentara. Sepanjang pameran keris berlangsung.

Koordinator Lomba Membentuk Keris 2006 ini adalah Toni Junus. Meja kerja para "empu" disediakan oleh Ir Soegeng Prasetyo dari Paguyuban Panji Nusantara Jakarta.

Toni Junus sendiri, selain pendiri Panji Nusantara, adalah juga Pembina Pengrajin di kepengurusan SNKI (Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia). 

Organisasi ini sendiri waktu itu baru sebulan dibentuk di Benteng Vredeburg, Yogyakarta setahun setelah pengakuan Keris Indonesia sebagai Warisan Budaya tak Benda Dunia oleh UNESCO (2005).

Yang dilombakan dhapur dholog. Luk lima tanpa sekar kacang. Kodokan dhapur Dolog dipesan panitia melalui Zainal, pengrajin keris asal Madura di Jakarta. Bentuknya gebingan tebal, bahan belum jadi.

Setiap sore hari hasil garapan disetor ke panitia, esoknya diteruskan lagi sampai hari akhir pameran. Dan proses terakhir keris hasil lomba diwarangi oleh teman-teman Surakarta.

"Sebenarnya peserta yang mendaftar 44 orang. Sudah disiapin working bench 30 meja plus gerinda dan alat-alat untuk mengikir bilah," kata Toni Junus, "Tetapi lantaran waktu itu ada 'sweeping', maka yang ikut serta hanya tinggal 15 orang. Madura hanya satu peserta, Jamil, itupun menamakan diri dari Malang, Jawa Timur," tutur Toni Junus.

Sweeping yang dimaksud, adalah larangan dari sesepuh para pekeris Madura di Jakarta (semua sudah almarhum saat ini) untuk tidak membikin keris di luar Madura, demi untuk menjaga stabilitas harga keris Madura di berbagai pasar keris seperti Pasar Turi Surabaya, Jakarta serta berbagai tempat di Jawa seperti Semarang dan Yogyakarta.

Adapun 15 peserta yang ikut lomba membentuk keris itu adalah: Gunarwan (Solo), Fanani (Malang), Anggono (Solo), Prapto (Madiun), Rudi Hartonodiningrat (Surabaya), Ahmad Lutfi (Malang), Saifudin (Malang), Heru Susilarto (Muntilan Yogyakarta), Sarju (Yogyakarta), Suyanto (Solo), Happy (Surabaya), Jamil (Malang), Mujiono (Malang), Subandi (Solo), dan Kohin Abdul Rohim (Jakarta). Mereka dikenal di kalangannya, terbiasa membikin keris.

Kamardikan Award 2008

Lomba Keris Kamardikan Award pertama resminya baru 2008, dua tahun setelah lomba membentuk keris di Bentara Budaya. Empu, pengrajin, disainer keris boleh mengikutkan keris bikinan baru untuk dilombakan.

Waktu itu cuma ada dua kategori, keris berkinatah emas dan tidak berkinatah emas. Gayanya bebas. Juaranya KRT Hartonodiningrat dari Surabaya.

Tim juri 2008 terdiri dari Haryono Haryoguritno (pakar keris), Drs Budihardjo Wirjodirdjo MS (dosen ITB), serta Pande Wayan Sutedja Neka (pemilik Galeri dan Museum Keris Neka di Bali) untuk "Keris Top" (memenuhi berbagai kriteria terbaik untuk kategori keris klasik), serta "Keris Favorit" yang menjadi favorit para pengunjung pameran.

"Keris Favorit" terbaik di mata publik pengunjung, terutama ditujukan pada keris-keris garap baru-yang disebut oleh penyelenggara sebagai "keris- keris kamardikan" yang memiliki keunikan garap, ada nilai tradisi lamanya di balik kebaruannya, akan tetapi juga atraktif meski garap baru.

Momentum penghargaan yang diberikan oleh UNESCO untuk keris Indonesia pada 2005 juga memicu peningkatan minat anggota masyarakat untuk memiliki dan bahkan membikin keris.

Selain bermunculan berbagai asosiasi penggemar keris-di Jawa lebih dari 60 perkumpulan-kini di Solo, Jawa Tengah, juga bermunculan sejumlah "besalen" (tempat empu membikin keris) untuk membikin keris.

Garap-garap baru keris kini bermunculan, dengan berbagai ekspresi- termasuk keris-keris kontemporer seperti daun gelombang cinta, dengan detail maupun model keris yang sebelumnya tidak pernah ada.

Selain diikuti oleh peserta dari Jakarta, ada pula peserta yang datang dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Bali, dan juga Lombok pada Keris Kamardikan Award yang pertama tahun 2008.

Kamardikan Award 2010

Lomba Keris Kamardikan Award yang kedua digelar 2010, bersamaan dengan gelaran akbar keris nasional Keris for the World (2010). Lomba dilakukan di antara para kolektor yang meminjamkan keris-keris kamardikan koleksinya untuk dipamerkan di Galeri Nasional, seberang Stasiun Gambir Jakarta.

Pemenangnya adalah kolektor Bali, Anak Agung Waisnawa. Anak Agung dari Puri Gianyar Bali mendapat penghargaan tertinggi Keris Kamardikan Award pada Selasa (8 Agustus 2010) malam.

Agung menyisihkan lebih dari 200 peserta lainnya dengan karya kolaborasi keris Bali yang digarap oleh seorang empu asal Surabaya, Kanjeng Raden Tumenggung Hartonodiningrat.

"Saya mendapat inspirasi dari relief Singa Barong di lokasi Mrajan Alit pintu pura keluarga kami di Pura Anyar Saraswati Gianyar, Bali," ujar Anak Agung Waisnawa, yang waktu itu sehari-hari adalah karyawan PT Astra di Surabaya. Kini pemilik Sekolah Saraswati di Denpasar.

Relief Singa Barong (mirip singa Kilin di China) di pura Bali ini kemudian dipotretnya, lalu ia meminta seorang pembuat keris di Surabaya, KRT Hartonodiningrat untuk dibuatkan sebilah keris bali dengan dapur (model) Singa Damar Murub. Sebuah model keris lurus, tetapi dengan satu luk (damar murub) di ujung bilahnya, berhiaskan relief singa di bagian "gandhik" (bawah keris, bagian depan).

Meskipun ia menghabiskan biaya lebih dari Rp 60 juta (belum termasuk emas sekitar satu ons, perak, besi, gading, dan kayu) untuk pembikinan keris yang ia beri nama Ki Singaraja ini, ia cukup puas dengan penghargaan ini.

Penghargaan diberikan oleh perkumpulan keris Panji Nusantara, Sekretariat Keris Nasional Indonesia---penyelenggara Keris for the World 2010, serta penghargaan dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, waktu itu.

Adapun si empu, KRT Hartonodiningrat, juga mendapatkan urutan kedua penghargaan tertinggi Keris Kamardikan Award, dengan karyanya sendiri yang mengetengahkan karya keris putran (kopian) dari sebuah keris lama pusaka Bali.

Peraih penghargaan ketiga juga tak kurang unik, berupa sebilah keris dengan bentuk serupa daun anturium jenis Gelombang Cinta, karya pembuat keris dari Solo, Ki Sukamdi, yang kini dimiliki kolektor keris asal Yogyakarta, Rahadi Saptata Abra (39), seorang pengusaha percetakan dan rumah makan.

Keris for the World merupakan gagasan Toni Junus serta pelukis Hardi (alm) yang waktu itu mengetengahkan keris gagasannya, Kanjeng Kiai Obama. Keris ini jenis keris ganan (pakai relief di depan sorsoran keris), dengan relief Presiden Obama -- figur yang sedang trend waktu itu, Presiden AS ke-44 yang dulu pernah jadi murid sekolah SD di Menteng Dalam, Tebet, Jakarta.

Kamardikan Award 2012

Keris Kamardikan Award yang ketiga digelar tahun 2012 di serambi depan Museum Nasional, Museum Gajah di Jalan Merdeka Barat Jakarta pada 24 Oktober hingga 31 Oktober 2012.

Pemenangnya adalah Keris yang bergelar Sang Amurwa Bhumi, pemilik dan pemrakarsa keris kamardikan tersebut. Khusus untuk Award tahun itu, Raden Prasena pemiliknya mendapat Anugerah Hadiwidjojo 2012.

Keris pemenang itu, dinamai sesuai gelar Ken Arok Raja Singhasari yang menjadi kebanggaan buat warga Kota Malang. Dan kebetulan, dibuat oleh empu yang berasal dari Malang, dan dikoleksi oleh kolektor dari Malang pula, Raden Prasena.

Keris Sang Amurwa Bhumi ini berhasil menyisihkan 139 peserta lomba lainnya. Keris itu merupakan karya empu Malang, Ki Tanjung Puspo Nagoro. Keris dengan panjang 30 cm ini mulai dari warangka sarung kerisnya, hingga gagang, dibuat dengan penuh ukiran yang menggambarkan sosok Ken Arok, Sang Amurwa Bhumi.

Bahan-bahan pembuat keris, selain besi dan baja, juga sarungnya terdiri dari perak, emas 24 karat seberat 15 gram serta kayu sawo pembungkus bilahnya, yang diselaput perak.

Kamardikan Award 2021 Virtual

Kalau mau dihitung sebagai Keris Kamardikan Award, maka Lomba Panulak Pandemi ini adalah Lomba Keris Kamardikan Award yang keempat. Dilangsungkan sepenuhnya virtual. Baik pendaftaran lomba dengan hanya mengirimkan foto keris, maupun proses penjuriannya.

Karena waktu itu tak memungkinkan orang untuk berkumpul-kumpul bersama secara tetap muka, lantaran ancaman wabah Pandemi Covid. Sehingga orang harus menerapkan "physical distancing" bahkan social distancing agar tidak saling menularkan wabah penyakit Covid yang menelan ribuan korban.

Pandemi yang dua tahun ini melanda dunia sejak 2019, tak juga menyurutkan orang perkerisan untuk berkreasi. Geliat sejumlah teman yang menyatakan diri sebagai Komunitas Keris Indonesia untuk menggelar sebuah lomba keris secara daring bertajuk "Lomba Keris Kamardikan Panulak Pandemi Negari" salah satu buktinya.

Lomba, diselenggarakan lintas organisasi, lintas usia, bahkan lintas negara. Siapapun dan dari organisasi manapun yang ada di perkerisan bisa ikut lomba. 

Namun karena merebaknya pandemi Covid-19 yang meruyak seluruh negeri di dunia, maka proses penilaian dan penjurian dilakukan secara daring. Peserta secara online mengirimkan "keris" yang dilombakan melalui foto via email atau whatsapp.

"Foto menjadi penting," kata MM Hidayat, Ketua Dewan Juri Lomba Keris Panulak Pandemi, dalam Webinar, diskusi yang dilakukan secara online, saat pengumuman lomba.

Diskusi yang sebenarnya lebih tepat dikatakan sebagai "Perayaan Hari Proklamasi Keris Indonesia Sebagai Warisan Kemanusiaan Dunia" (25 Nov 2005) yang diumumkan UNESCO lembaga pendidikan dan kebudayaan PBB pada 25 November 2005 persis 16 tahun silam waktu itu, menjadi pemicu lahirnya Komunitas Keris Indonesia. Bukan paguyuban, tapi hanya sekadar kumpul batin para penggemar keris, untuk berkreasi.

Kalau toh pemenangnya saudara kita dari seberang, Zarim bin Haji Marzuki dari Malaysia alias Mat Jawa yang kalangan facebooker lebih dikenal sebagai ABG Zack? Ya itu kebetulan saja.

Para juri, kata MM Hidayat, menilai hanya dari foto secara virtual. Dan kebetulan pula Zahrim baru keluar dari "social distancing" diopname di Rumah Sakit di Malaysia karena kena wabah Covid.

Dewan Juri yang diketuai mas MM Hidayat ini beranggotakan berbagai kalangan. Ady Sulistyono Wakil Ketua Juri, dia tidak hanya ahli mewarangi, tetapi juga seorang Sarjana Ilmu Sosial.

Fathorrachman alias Pa'Onk adalah seorang empu penggarap keris yang produktif dari Madura. Mas Tok Andrianto, selain ahli mewarangi dia adalah Lurah Besalen GuloKlopo di Museum Pusaka TMII Jakarta Timur. Salim A Fillah seorang Ustad di Yogyakarta yang dikenal mumpuni kawruh kerisnya dan koleksinya.

Inisiator lomba, selain pengusaha BUMN Waktu itu, Ir Ferry Febrianto yang juga kolektor keris, juga budayawan Buntje Harbunangin, sosok yang memiliki jejak sebagai staf ahli dan wakil menteri di Kemendikbud. Sponsornya Sir Branko Windoe dari Bank Central Asia (BCA) yang rutin mensponsori berbagai event keris nasional.

Kamardikan Award 2024 (Kelima)

"Sekarang ini kan banyak pembuat keris yang idenya bagus, terutama dalam hal memahat. Tetapi mereka ini saya lihat masih kurang dalam hal basic philosophy nya. Itu hanya seperti menyahut kisah-kisah," kata Toni Junus, inisiator Lomba LPS Keris Kamardikan Award 2024 kali ini.

Keris-keris bikinan Kamardikan selama ini terkesan nggak pakai isoteri. Kosong, besi doang. Berbeda dengan keris-keris sepuh yang umumnya menampilkan pasikutan lebih wingit dan "isoteris".

"Itu sebabnya, di lomba kali ini ada juri isoteri yang khusus menilai keris yang dilombakan dari sisi getarannya, sisi isoterisnya...," kata Toni Junus KanjengGung, di beranda Museum Benyamin Sueb, Jatinegara tempat dilangsungkannya Lomba Keris LPS Kamardikan Award 2024 pada 21-25 Agustus 2024 ini.

Cara mensiasati penjuriannya, menurut Toni Junus yang juga penggagas lomba-lomba keris kamardikan selama ini, ditentukan mulanya oleh juri-juri yang memilih keris yang lebih ke sisi esoterinya, sisi luarnya, sisi seninya, sisi keindahannya. Baru juri terakhir menentukan di antara delapan terbaik, yang terpilih dari empat kategori yang dilombakan, dari sisi isoterisnya.

Empat kategori yang dilombakan, Kategori Klasik Bertinatah, Kategori Klasik tak Bertinatah, Kategori Kontemporer Bertinatah, dan Kategori Kontemporer tak Bertinatah. Dari masing-masing kategori, dipilih dua terbaik. Baru kemudian, delapan yang dinilai terbaik dari seluruh kategori ini dinilai oleh juri isoteri.

"Dipilih mana yang getaran secara isoterisnya, terbaik, dialah pemenangnya," ungkap Toni Junus. Cara ini tidak dipakai dalam empat kali Lomba Keris Kamardikan (Kamardikan Awards) yang dilakukan sejak 2008 di Bentara Budaya Jakarta.

"Sehingga nanti yang terpilih, keris-keris yang secara estetis memenuhi, akan tetapi juga sisi isoterisnya ada getarannya," katanya. Lima juri Riyo Sesono Danumurti (novelis jurnalis tinggal di Jakarta), Mas Tok Andriyanto (ahli warangan dan lurah besalen keris Gulo Klopo tinggal di Jakarta), M Bakrin (kurator asal Surabaya), Abdul Fattah (alumni pesantren tinggal di Jakarta) dan Satriyo (juri isoteri).

"Keris itu tidak bisa dilupan dari isoterinya...," kata Toni Junus pelopor istilah Keris Kamardikan, keris-keris yang diproduksi setelah era Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun