Mohon tunggu...
Jimmy S Harianto
Jimmy S Harianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Mantan Redaktur Olahraga dan Desk Internasional Kompas

Redaktur Olahraga (1987-1993), Wakil Redaktur Opini dan Surat Pembaca (1993-1995), Redaktur Desk Hukum (1995-1996), Redaktur Desk Features dan Advertorial (1996-1998), Redaktur Desk Internasional (2000-2003), Wakil Redaktur Kompas Minggu (2003-2008), Redaktur Desk Internasional (2008-2012)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sejak Sultan Agung Sudah Ada Lomba Keris

13 Agustus 2024   16:28 Diperbarui: 13 Agustus 2024   17:40 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya sudah sejak Sultan Agung di abad ke-17 senjata tradisional keris itu pernah dilombakan. Itu terjadi pada masa raja terbesar Mataram Islam itu mempersiapkan serangan besar-besaran terhadap penguasa Kumpeni di Batavia pada tahun 1628 dan 1629.

Menurut beberapa kisah tradisional, Sultan Agung memang memerintahkan pengumpulan empu-empu se-tanah Jawa untuk membuat senjata, termasuk keris dan meriam, yang akan digunakan dalam serangan besar-besaran pasukan Mataram ke Batavia. Beberapa meriam bikinan para empu se-Jawa ini masih tersisa sampai sekarang baik di Museum Jakarta maupun seantero Jawa.

Sultan Agung dikenal sebagai penguasa yang menghormati kebudayaan dan tradisi Jawa. Dalam keyakinan Sultan Agung dan juga orang-orang Jawa di masa itu, mereka meyakini senjata tradisional seperti keris dianggap memiliki kekuatan spiritual. Sehingga tentunya menurut orang di masa itu, keris dapat memberikan kekuatan tambahan bagi pasukan Mataram untuk penyerbuan ke Batavia. Maka perlu dikumpulkan para empu terbaik se Jawa untuk membuat senjata-senjatanya.

Pengerahan 800 empu secara spesifik mungkin sulit ditemukan bukti sejarahnya. Akan tetapi kisah-kisah yang merupakan bagian dari legenda seputar Mataram ini memperkuat citra Sultan Agung sebagai pemimpin besar dan pemersatu Jawa yang berusaha mengusir VOC dari Nusantara.

Maka berlomba-lomba empu-empu se-Jawa berbondong-bondong ke Mataram ketika Sultan Agung memanggil empu se-Jawa. Tidak hanya dari pelosok Jawa, seperti Jawa Barat (dibahasakan dalam catatan klasik itu, empu-empu dari "kilen Karang" atau di sebelah barat Banyumas), akan tetapi juga dari Cirebon di pesisir utara Jawa Barat serta Jawa Timur, dan Madura.

"Sadomas Empu" (delapan ratus empu) itu kemudian dipimpin oleh delapan empu "gegedhug" (terkemuka) yang disebut sebagai Empu-empu Pakelun. Empu Pakelun yang disebut juga Empu Tindhih ini, dipimpin oleh seorang empu keturunan Empu Supa Mandrangi Majapahit yang bernama Empu Supa Anom alias Kinom.

"Era Mataram Sultan Agung melahirkan terbanyak keris, dan banyak di antaranya yang dibawa ke Banten untuk menyerang Kumpeni di Batavia (1628 dan 1629). Dari pasukan ke Batavia ini banyak yang tidak pulang ke Mataram akan tetapi nyangkut di Cirebon," kata Toni Junus KanjengGung, seorang tokoh keris nasional yang di pertengahan Agustus 2024 ini menggelar Lomba Keris Kamardikan Award di Gedung Benyamin Suaeb, Jatinegara.

"Nah, di Cirebon kemudian ditemukan banyak keris dengan gaya Mataram, sisa-sisa lomba keris Sultan Agungan ini," kata Toni Junus pula, yang selama ini secara nasional memperkenalkan istilah Keris Kamardikan, untuk menyebut keris-keris yang dilahirkan setelah era kemerdekaan Republik Indonesia.

Motivasi Sultan Agung

Apa motivasi Sultan Agung menyerang Kumpeni atau VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) di Batavia? Menurut para sejarawan, motivasi utamanya adalah menghentikan ekspansi dan dominasi kumpeni di Nusantara.

Ekspansi pengaruh Kumpeni di Nusantara merupakan ancaman serius terhadap kekuasaan, karena perluasan kekuasan kolonial itu meliputi wilayah-wilayah kekuasaan Mataram. VOC berusaha memperluas pengaruhnya di Jawa melalui perjanjian-perjanjian dagang yang merugikan penguasa lokal. Dan Batavia (kini disebut Jakarta) menjadi markas pusat kekuatan VOC di Nusantara.

Sultan Agung berusaha merebutnya untuk memperkuat ekonomi Mataram dan mengendalikan arus perdagangan di wilayah tersebut. Di samping itu, Sultan Agung bertekad untuk mempertahankan kedaulatan Mataram dari pengaruh asing, terutama Eropa. Serangan terhadap Batavia adalah bagian dari upaya untuk menunjukkan kekuatan Mataram dan menolak dominasi VOC.

Dengan menguasai Batavia, Sultan Agung juga berniat mewujudkan visinya untuk menyatukan seluruh Pulau Jawa di bawah kekuasaan Mataram. VOC dianggap sebagai penghalang utama untuk mencapai tujuan ini, sehingga menghancurkan Batavia menjadi prioritas Mataram.

Kedua serangan besar pada 1628 dan 1629 ini gagal. Meski demikian, usaha Sultan Agung tersebut menunjukkan bukti perlawanan gigih terhadap kolonialisme dan dominasi asing di Nusantara.

Sebelum melakukan serangan ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629, Sultan Agung dari Mataram lebih dulu melakukan serangkaian penaklukan, guna memperluas wilayah kekuasaannya di Pulau Jawa. Penaklukan-penaklukan  penting yang dilakukan oleh Sultan Agung di antaranya menaklukkan Pajang (1617-1618) yang sebelumnya adalah salah satu kerajaan besar di Jawa Tengah. Pajang merupakan sisa kerajaan Demak dan telah mengalami kemunduran setelah dipindahkannya pusat kekuasaan ke Mataram.

Lalu penaklukan Lasem (1619). Lasem, sebuah wilayah yang terletak di pesisir utara Jawa. Penaklukan Lasem ini penting bagi Sultan Agung untuk mengendalikan jalur perdagangan di sepanjang pesisir utara.

Disambung lagi Penaklukan Tuban (1620). Tuban adalah salah satu pelabuhan penting di pesisir utara Jawa Timur. Dengan menaklukkan Tuban, Sultan Agung memperluas pengaruhnya ke wilayah timur Jawa dan memperkuat kontrolnya atas perdagangan laut.

Pada saat hampir bersamaan dilakukan pula penaklukan Pasuruan (1620). Pasuruan memang hanya kerajaan kecil di Jawa Timur yang juga berhasil ditaklukkan oleh Sultan Agung. Akan tetapi, Pasuruan ini penting untuk memperkuat posisi Mataram di Jawa Timur.

Tahun 1622 Sultan Agung juga menaklukkan kerajaan Sukadana di barat daya Kalimantan, di antaranya guna memperoleh sumber besi untuk persenjataan Mataram. Sukadana waktu itu bisa dicapai dari Surabaya dalam waktu 10-15 hari jika angin dan cuaca baik.

Penaklukan Madura dilakukan Sultan Agung pada (1624). Madura adalah pulau yang terletak di sebelah timur laut Jawa. Sultan Agung mengirim pasukan untuk menaklukkan Madura demi mengendalikan kerajaan-kerajaan kecil di pulau tersebut. Penaklukan ini juga penting untuk memperkuat basis maritim Mataram.

Penaklukan Surabaya (1625). Surabaya merupakan salah satu kota besar dan pelabuhan utama di Jawa Timur. Penaklukan Surabaya adalah salah satu pencapaian militer terbesar Sultan Agung karena Surabaya sebelumnya merupakan salah satu kekuatan utama yang menentang kekuasaan Mataram. Setelah menaklukkan Surabaya, Sultan Agung semakin memperkuat dominasinya di seluruh Pulau Jawa.

Penaklukan-penaklukan ini menunjukkan ambisi besar Sultan Agung  menyatukan Pulau Jawa di bawah kekuasaan Mataram. Setelah berhasil menguasai sebagian besar wilayah Jawa, Sultan Agung mengarahkan perhatiannya ke Batavia, yang dianggap sebagai pusat kekuatan asing (VOC) di wilayah Nusantara. Penaklukan-penaklukan tersebut juga memberikan Sultan Agung kekuatan militer dan sumber daya yang cukup untuk melancarkan serangan besar-besaran ke Batavia.

Era Kemerdekaan

Era kemerdekaan di zaman Republik Indonesia, memang tidak diperlukan lagi penaklukan-penaklukan. Kerajaan-kerajaan modern di Jawa apalagi pasca kemerdekaan, praktis tidak memerlukan persenjataan. Sehingga senjata-senjata tradisional seperti keris, tidak lagi dipergunakan untuk alat-alat penaklukan seperti di masa Sultan Agung.

Di era kemerdekaan, keris-keris masih ada yang dipergunakan untuk "sipat kandel" guna meningkatkan kepercayaan diri. Atau untuk memancarkan kekuatan gaib dari sisi isoteri. Tetapi kini lebih banyak, keris menjadi semacam simbol identitas negeri. Ini terlihat banyaknya lambang-lambang resmi kota dan kabupaten setanah air, serta lambang di berbagai kesatuan militer Indonesia memampangkan keris di dalam gambar identitasnya.

Keris masa kini -- yang populer disebut sebagai keris-keris kamardikan -- bisa juga menjadi ekspresi seni rupa, dan salah satu wujud karya kriya tempa besi dalam wujud keris. Dan hal ini terlihat dari berbagai karya keris kontemporer, maupun keris-keris bikinan para pembuat keris modern, menampilkan bentuk-bentuk bebas seni rupa dalam kriya kerisnya.

"Istilah keris kamardikan kini populer di kalangan perkerisan, untuk menyebut keris-keris kontemporer, yang dibuat setelah era kemerdekaan," kata tokoh keris Toni Junus pula. Dan di dalam perkembangannya, keris-keris kamardikan kreasinya tidak terbatas hanya 'mutrani' (menduplikat) keris-keris model kuno, akan tetapi juga perwujudan seni. Itu sebabnya, di masa kini juga berkembang lomba-lomba keris kamardikan seperti juga yang akan dilombakan di Gedung Benyamin Suaeb di Jatinegara pada 21-25 Agustus 2024 ini.

Gelaran akbar Lomba Keris LPS Kamardikan Award di bekas Gedung Polonia ini tidak hanya akan diisi pameran keris, lomba keris ataupun temu srawung para penggemar keris  nasional. Akan tetapi juga Bursa Tosan Aji dan gelaran budaya yang diselenggarakan oleh Komunitas Cinta Budaya (KCB) dan lembaga budaya Leburtara.

Mulai di Bentara Budaya

Awal lomba keris era kamardikan, sebenarnya sudah dimulai sejak 2006 ketika di Bentara Budaya Jakarta, sebuah lokasi pameran seni dan pentas budaya, digelar Lomba Membentuk Keris. Ketika itu dikerahkan para pembuat keris se-Jawa untuk berlomba membentuk keris selama pameran keris diselenggarakan di Bentara Budaya pada bulan Agustus 2006.

Lomba keris di Bentara ini boleh dibilang paling unik. Toni Junus dan Ir Soegeng Prasetyo sebagai inisiatornya, menyediakan bangku kerja (working bench) dengan gerinda dan tanggem penjepit, serta "kodokan" (bahan tempa setengah jadi, masih tebal dan belum digerinda dan dikikir) buatan Madura.

"Awalnya ada 40 peserta, tetapi karena kena sweeping para pembuat keris (dari Madura), hanya ikut 24 peserta, dan Madura tinggal menyisakan satu peserta namanya Jamil," kata Toni Junus. (Kena sweeping, maksud Toni, ada larangan di kalangan sesepuh tertentu di Madura saat itu agar pekeris Madura tidak membuat keris di luar Madura demi terjaganya stabilitas harga keris-keris bikinan Madura di pasaran). Sehinga lebih dari 10 pekeris Madura yang semula ikut, kemudian mengundurkan diri.

Kebetulan Toni dan Soegeng dengan donatur Basuki Wiwoho Tjokronegoro sesepuh perkerisan waktu itu, menyediakan 24 bangku kerja bagi "para empu muda" pembuat keris yang ikut lomba. Maka, persediaan meja kerja empu keris pun cukup buat lomba.

Keluar sebagai juara mpu muda KRT Hartonodiningrat dari Surabaya, mpu Subandi Supaningrat dari Surakarta, serta mpu Jamil dari Madura. Salah satu juara harapan yang tercatat, di antaranya adalah Kohin Abdul Rohim yang kini jadi penggerak keris-keris Jawa Baratan dan Cirebonan di Jakarta.

Lomba keris Kamardikan Award yang pertama diselenggarakan dua tahun setelah lomba di Bentara budaya, yakni tahun 2008. Kali itu pesertanya terbuka, tidak hanya para pengrajin keris, tetapi pemilik keris kamardikan, ataupun desainer keris yang menggarapkan kerisnya pada pengrajin keris. Waktu itu dua kategori yang dilombakan, keris bertinatah emas (bilah dihias tatahan emas) dan tidak bertinatah emas. Gayanya bebas, boleh klasik, boleh kontemporer.

Lomba Keris Kamardikan Award yang kedua digelar tahun 2010. Berlangsung bersamaan gelaran besar nasional Keris for the World di Galeri Nasional, dengan inisiator Toni Junus serta pelukis dan penggemar keris (alm) Hardi yang waktu itu membuat kombinasi Kujang-Keris (Jangker) dan keris dhapur Obama. Saat itu memang tengah hangat-hangatnya tokoh Barack Obama yang dulu anak sekolah SD di Menteng Dalam Jakarta, menjadi Presiden ke-44 Amerika Serikat.

Lomba Kamardikan Award ke-3 pada 2022, tetapi secara virtual akibat aturan "physical distancing" (nggak boleh berkumpul, nggak boleh bergerombol saat seluruh dunia dilanda wabah Covid). Lomba dilakukan secara online di dunia maya ini. Para peserta hanya mengirimkan foto kerisnya melalui internet. Lomba virtual ini menghasilkan juara seorang pekeris Malaysia yang rajin membikinkan kerisnya di Jawa dan Madura, yakni Zahrim bin Haji Marzuki asal Selangor.

Dan kali ini 21-15 Agustus 2024 adalah Kamardikan Award yang keempat. Pesertanya juga terbuka, boleh empu, pengrajin, disainer, atau pemilik keris-keris kamardikan, atau bikinan baru. Tetapi karena sampai sekarang masih diyakini, bahwa keris tidak hanya sebatas karya seni rupa, akan tetapi juga masih jadi sipat kandel, maka kriteria terbaru lomba keris pun dimasukkan pula unsur "isoteri" (tak benda, spiritual) pada keris modern.

"Sekarang ini kan banyak pembuat keris yang idenya bagus, terutama dalam hal memahat. Tetapi mereka ini saya lihat masih kurang dalam hal mendasar perihal filosofinya. Banyak di antara mereka hanya membuat keris seperti menyahut kisah-kisah, dan menempelkan dalam wujud relief-relief di keris kontemporer mereka. Tetapi tidak dilandasi filosofi apa yang mereka tuju." Kata Toni Junus.

Ada misalnya, keris kontemporer yang menampilkan aneka macam relief, dari flora fauna sampai fitur wayang. "Ada malah yang menampilkan figur Rahwana (tokoh sisi buruk di pewayangan), dan sebagainya. Tetapi menurut saya mereka itu masih mencar-cari. Mereka tidak tahu apa sebenarnya filosofi yang mau ditampilkan," kata Toni Junus pula. 

Padahal, keris masa kini semestinya juga ada yang meneruskan keris-keris klasik masa lalu, yang dibuat dengan versi sekarang. "Istilahnya nunggak semi keris lama," katanya. Bukan sekadar modern berupa relief tanpa makna, atau malahan kolase-kolase pamor yang ditambal. Meski terlihat bagus tetapi menurut Toni, tidak oke bagi perkembangan dunia perkerisan masa sekarang.

"Gampangannya, kita lihat Sombro saja. Kelihatannya hanya begitu saja (sederhana, bentuknya polos primitif) tetapi menurut saya malah lebih berbobot ketimbang keris yang ada tatahan wayang dan sebagainya di gandhik. Keris-keris dengan relief wayang ini pembuatnya sendiri pun sebenarnya malah tidak mudheng. Apa yang mereka buat. Jadi hanya bermain visual saja," kata Toni Junus.

Sombro adalah empu perempuan di masa kerajaan Pajajaran (abad 16) yang dikenal karyanya sangat sederhana. Bahkan terkesan bentuknya sekenanya, disebutnya "betok sombro". Lurus polos, gepeng, lebar tetapi pendek, dan terkesan "tidak artistik". Akan tetapi matang tempa, besi bagus, simbol kesederhanaan dan memancarkan kuat sisi spiritual.

Untuk lebih mempertegas maksud dan tujuan si pembuat keris, yang diwujudkan dalam karya bilahnya, penjurian lomba keris LPS Kamardikan Award 2024 nanti juga akan memasukkan unsur "isoteri". Ini untuk pertama kalinya terjadi dalam empat kali lomba keris kamardikan.

Maksudnya, jika dalam empat kategori yang dilombakan: Klasik bertinatah, klasik tanpa tinatah, kontemporer (modern) bertinatah, kontemporer tak bertinatah sudah terpilih delapan terbaik -- masing-masing kategori dua terbaik, maka penjurian terakhir adalah sisi "isoteri" keris kamardikannya.

Itu sebabnya, penjurian pun dilakukan oleh lima juri, yang menyeleksi berdasarkan estetikanya. Dan terakhir baru penentuan oleh juri isoterinya. Kelima juri itu adalah Riyo Sesono Danumurti (novelis penggemar keris), Mas Tok Andriyanto (ahli warangan dan lurah besalen keris Gulo Klopo Jakarta), M Bakrin (kurator asal Surabaya), Abdul Fattah (santri pekeris tinggal di Jakarta) dan Satriyo (pakar isoteri).

Sehingga keris hasil lomba Kamardikan Award 2024 nanti diharapkan, dari sisi estetika tidak luput, dari sisi isoteri juga masuk. Aspek isoteri ini ditentukan penilaiannya oleh juri isoteri setelah delapan besar terbaik terpilih.

"Keris itu di samping seni rupa, juga tidak bisa dilupakan dari sisi isoterinya...," kata Toni Junus. Selain masa kini estetis, juga memiliki getaran isoteri, getaran rasa.

Kenapa isoteri dimasukkan? Toni Junus mengaku, ini masalah pasar juga. Sampai kini pun orang modern membeli keris diam-diam juga membeli isoteri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun