Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Drama KPK, Sutradara yang Pongah, dan Lakon yang Bebal

15 September 2017   10:56 Diperbarui: 15 September 2017   16:28 3702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi gambar : 'tak-bir', karya Tisna Sandjaja, litografi, 2017)

Gelombang ombak laut itu masih nikmat ditunggangi (surfing) hingga ketinggian tertentu. Tapi jangan tunggu ia mengamuk (tsunami) hingga meluluh lantakkan semua yang tersapunya. 

Jika berkenan dan sungguh-sungguh -- meskipun sempit -- masih ada waktu tersisa bagi mereka untuk kembali ke 'khitah' Gerakan Reformasi hampir 20 tahun lalu itu. Belajarlah dari semua pengalaman pahit yang mengakhiri setiap kekuasaan yang pernah tegak sejak negara ini berdiri. Artinya, tak ada kesabaran yang tak berbatas. Semua 'pesta' tak pernah selamanya dan pasti berakhir.

+++

Kita pernah gagal dan menghadapi masalah yang kompleks -- terutama terkait soal penyalah-gunaan kekuasaan hingga menjadi represif dan otoriter -- ketika menerapkan kebijakan Dwi Fungsi ABRI saat pemerintahan Orde Baru dulu. 

Tapi meniadakan seketika peran serta TNI dalam urusan keamanan dan ketertiban masyarakat, lalu menyerahkan sepenuhnya kewenangan terkait hal itu kepada Kepolisian, ternyata tak berjalan mulus. Dalam beberapa hal -- terutama jika menelisik sepak terjang oknum-oknum kepolisian yang terlibat di berbagai tindak pidana korupsi selama ini -- justru semakin ruwet. 

Sejak Suharto memberhentikan dirinya sendiri pada 21 Mei 1998 lalu, hingga hari ini, masa yang telah kita lalui sama sekali tidak sebentar. Jika ingin dan bersungguh-sungguh membenahi diri maka 20 tahun adalah waktu yang mestinya cukup bagi siapapun. Termasuk korps Kepolisian maupun Kejaksaan RI. Dua institusi yang ditengarai tak efektif dan efisien dalam menjalankan fungsi pemberantasan tindak pidana korupsi hingga kita perlu mendirikan lembaga KPK sebagaimana amanah UU 30/2002.

Jadi, bukan KPK yang perlu dipertanyakan.

Tapi justru efektifitas dan efisiensi lembaga legislatif -- yang terus-menerus dilanda aneka ragam kasus korupsi itu -- yang sesungguhnya paling perlu ditinjau ulang. 

KPK jelas masih sangat kita perlukan.

Sebab, kepada merekalah kita masih dapat menggantungkan harapan soal pemberantasan korupsi. Meskipun mereka tak mampu menangani semua, dan kesungguhan kerja yang dilakukan selama ini tetap belum efektif membangkitkan efek jera. 

Sementara itu, justru kedudukan, peran, tugas, dan fungsi lembaga-lembaga negara seperti kepolisian dan kejaksaanlah yang mestinya perlu difikirkan ulang. Sebab, mereka yang seharusnya menjadi tumpuan harapan bangsa dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi -- tapi karena dipandang tak efektif dan efisien sehingga kita perlu membentuk KPK yang ditugaskan khusus menanggulanginya -- faktanya belum melakukan pembenahan diri yang sepatutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun