Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Drama KPK, Sutradara yang Pongah, dan Lakon yang Bebal

15 September 2017   10:56 Diperbarui: 15 September 2017   16:28 3702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi gambar : 'tak-bir', karya Tisna Sandjaja, litografi, 2017)

Di masa itu, apa yang berlangsung di ibukota Jakarta, tak mudah segera diketahui -- apalagi dipahami -- masyarakat di kota-kota lain. Bahkan penghuni kawasan perumahan Bintaro pun tak menyadari kalau kerusuhan mulai merebak di sekitar Grogol setelah Elang Mulia Lesmana dan kawan-kawannya tewas. 

Kabar demikian selalu terlokalisir.

Tak ada media -- televisi, radio, bahkan koran -- yang berani memberitakannya dengan gamblang. Sementara jumlah masyarakat yang memiliki komputer dan akses internet sehingga dapat mengikuti berita online yang saat itu baru mulai berkembang pun, sangat terbatas. Begitu pula jumlah pemilik telepon genggam yang teknologinya masih sangat sederhana karena baru tersedia untuk layanan suara dan pesan pendek (teks). Biayanya pun masih mahal.

+++

Bayangkanlah jika di saat genting pertengahan bulan Mei 1998 itu, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) -- yang kini terpisah menjadi Tentara Nasional Indonesia(TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) -- berpihak pada salah satu kubu politik. Kita sangat bersyukur sekaligus berterima kasih karena warga negara terpilih dan terlatih itu memilih sikap untuk berdiri di atas semua golongan, mengedepankan keutuhan persatuan bangsa, dan mengawal lahirnya cita-cita reformasi

Sikap kesatria TNI tak berhenti di sana. Bahkan mereka segera mereformasi diri sendiri. Mengorbankan peran istimewa yang diperoleh melalui penerapan kebijakan Dwi Fungsi ABRIyang berlangsung sebelumnya. Di satu sisi, kebijakan tersebut memang menjadi strategi jitu Suharto agar bisa mengembangkan praktek kekuasaan represif dan otoriternya. Tapi di sisi lain kita pahami pula sebagai upaya menghalalkan cara lembaga pertahanan Nasional itu mengatasi kebutuhan pembiayaan belanja maupun operasionalnya. 

Kemudian kita menyaksikan tak ada lagi fraksi khusus yang diisi oleh wakil mereka di DPR. Fungsi pertahanan kedaulatan bangsa (TNI) dipisahkandari penjaga ketertiban dan keamanan (POLRI). Seluruh keterlibatan lembaganya dalam praktek bisnis pun dilikuidasi negara. Mereka (TNI) ikhlas dan bertekad menegakkan profesionalitasnya dan kembali ke barak.

Tapi, sudahkah bangsa ini memberikan penghargaan layak dan mesti terhadap semua pengorbanan dan kesungguhan tekad yang telah mereka lakukan?

+++

KPK lahir dan hadir karena korupsi-kolusi-nepotisme telah merajalela, dan lembaga penegakan hukum yang ada -- tentunya kepolisian dan kejaksaan -- dipandang tak mampu melakukan tugas dan fungsi untuk memberantasnya. 

Hal tersebut yang tegas tersurat dan tersirat pada pertimbangan (butir huruf b) pada UU Nomor 30 tahun 2002 itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun