Mohon tunggu...
Jilal Mardhani
Jilal Mardhani Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

“Dalam kehidupan ini, selalu ada hal-hal masa lampau yang perlu kita ikhlaskan kepergiannya.”

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Savior

25 Desember 2015   20:46 Diperbarui: 5 Februari 2016   11:03 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Joko Widodo telah membuktikan kepemimpinannya yang piawai dan kecermatannya membangun ‘strategi perang’ untuk mengendalikan sumberdaya maupun ‘musuh’-nya. Dalam setahun terakhir ini, kita menyaksikan ‘arogansi’ dan ‘pembangkangan’ yang menyusut - bahkan mencair - dari oknum-oknum partai yang bergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) yang menentangnya. Kita juga terkesima dengan ‘penyutradaraan’-nya pada hingar-bingar Freeport-Setya Novanto-Luhut Panjaitan-Jusuf Kalla-Sudirman Said kemarin. Tak banyak sutradara yang berhasil menyelamatkan ‘cerita’ di tengah egosime maha bintang yang bertebaran di atas panggung, kawan!

Jadi, jika karena berbagai ‘keadaan darurat‘ yang sedang melanda Indonesia hari ini, Joko Widodo memang terdesak sehingga membutuhkan keterlibatan unsur TNI dalam kehidupan sipil, mengapa tidak?

Bukankah upaya pemadaman kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan beberapa bulan lalu juga bagian dari kehidupan sipil yang tak bersangkut-paut dengan ancaman keutuhan NKRI?

Jika memang harus menggunakan kekuasaannya untuk menerbitkan Peraturan Presiden agar untuk sementara waktu ‘unsur’ TNI dapat dilibatkan kembali dalam kehidupan sipil yang sedang porak-poranda ini, maka mantan Walikota Solo (2005-2012) dan Gubernur DKI Jakarta (2012-2014) yang kurus itu tentu tak akan mengulang kesalahan bersejarah seperti yang dialami oleh institusi KPK sekarang. 

Pertama, soal Rancang Bangun.

Ia akan menyusun secara terstruktur dan rinci ‘lembaga ad-hoc’ apa saja yang sementara waktu dibutuhkan untuk ‘menutupi‘ ketidak-mampuan dan ‘menambal’ ketidak-becusan organ-organ pemerintah permanen yang ada sekarang. Jika perlu, ia bisa menggunakan kekuasaannya untuk ‘melucuti‘ kewenangan organ permanen yang ditengarai selalu menjadi biang-kerok kekisruhan hari ini, untuk kemudian dilimpahkan sementara waktu kepada ‘lembaga ad-hoc’ baru yang dibentuknya. 

Kedua, soal Milestone

Ia pasti akan mendefinisikan rangkaian milestone dari proses reformasi yang harus dilalui masing-masing internal organisasi pemerintahan yang hari ini bermasalah sehingga kewenangannya perlu ‘dilucuti’ dan diserahkan kepada ‘lembaga ad-hoc’ yang akan dibentuknya. Dualisme akan dihindarinya agar satu sama lain tak lagi saling melakukan langkah ‘kriminalisasi’. Sangat mungkin ia menyiapkan strategi yang memungkinkannya melakukan proses ‘implantasi’ bagian atau seluruh ‘lembaga ad-hoc’ yang dibentuknya ke dalam organisasi permanen yang tak kunjung mampu memperbaiki dan membenahi diri.

Ketiga, soal Tenggat Waktu

Agar niat tulus dan lurus untuk menyelamatkan negara, yang kepercayaannya pada kekuasaan politik dan hukum sedang amburadul ini, tidak dinistakan kembali oleh berbagai kepentingan sempit dan sektoral, ia akan menetapkan tenggat waktu yang pasti untuk menyudahi keberadaan berbagai ‘lembaga ad hoc’ yang dibentuknya itu. Cuci piring, menambal lobang, dan berburu tikus yang diamanahkan sementara waktu itu, harus diakhiri pada waktu yang disepakati. Pekerjaan rutinnya kemudian di kembalikan kepada organisasi permanen yang saat itu mesti sudah siap, cekatan, dan dipercaya melakoninya.

Keempat, soal Sumberdaya

Siapapun yang terlibat ataupun dilibatkan pada ‘lembaga ad-hoc’ itu, selain memiliki kemampuan dan daya tahan istimewa, akan berhadapan dengan persoalan maupun godaan yang luar biasa dahsyatnya. Joko Widodo tak akan gegabah untuk merekrutnya tanpa penyaringan dan ‘kontrak’ yang jelas dan tegas.

Jika untuk mengisi kebutuhan ‘ad-hoc’ tersebut, sumberdaya yang tersedia ada di TNI, mengapa harus dihalangi? Bukankah mereka juga warga negara yang ‘geram’ melihat sepak-terjang berlebihan begundal penguntil dan pecundang di lingkungan kekuasaan hari ini.

Mungkin memang sudah suratannya jika sang ‘Juru Selamat’ itu hadir sekarang untuk menulis ulang berbagai ‘perjanjian kontemporer-modern-inovative-progresif’ yang memang keperluannya sudah sangat mendesak untuk menyelesaikan ‘pemberontakan’ kita sebagai manusia Indonesia yang sesungguhnya.

 

INDONESIA KITA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun