Persepsi Masyarakat Terhadap Fenomena Sexting
Sebagian orang masih beranggapan bahwasannya sexting bukan suatu bentuk pelecehan seksual, tetapi komentar dengan tujuan bercanda atau sekadar iseng. Anggapan tersebut sangat kontradiktif dengan fakta yang ada di lapangan. Saat ini korban sexting sudah mulai banyak bermunculan dan menceritakan kejadian yang dialaminya baik melalui sosial media maupun secara langsung tentunya para korban memiliki kekuatan besar untuk menceritakan atau speak up akan apa yang telah terjadi dengan meluapkan seluruh emosi berpadu dengan rasa takut.
Sering dijumpai korban pelecehan seksual akan bungkam dan kalut dalam permasalahannya, hal tersebut terjadi dikarenakan beberapa faktor seperti korban tidak mengetahui harus menyampaikan kepada siapa, rasa malu terhadap dirinya sendiri, cemas akan disalahkan oleh orang-orang di lingkungannya, dan khawatir atas pandangan orang terhadap dirinya. Sudah hal umum bahwa masyarakat akan menyalahkan korban atas kejadian pelecehan tersebut hal ini disebut dengan "victim blaming". Umumnya masyarkat beranggapan hanya karena pakaian korban yang minim ataupun bentuk badan yang terkesan "menarik"sehingga beberapa masyarakat menganggap perempuan yang menjadi akibat dari pelecehan seksual tersebut terjadi.
Persepsi masyarakat menjadi stigma negatif bagi korban. Masih banyak masyarakat yang memandang rendah, melakukan victim blaming dan menciptakan persepsi keliru yang secara tidak langsung beban dari pelecehan dilimpahkan kepada korban. Kenyataannya, pelecehan seksual menjadi sebuah pelanggaran norma serta pelanggaran hukum yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan seksual dengan harus diberikan hukuman yang sebanding dengan apa yang sudah ia perbuat terhadap korban.
Sementara dalam  beberapa  persoalan,  saat  seseorang  memperoleh tindakan pelecehan seksual verbal  dan  mengadukan  perkara tersebut  kepada  aparat  penegak hukum,  namun  alih-alih  menolong  korban  sebagian  oknum  aparat  penegak  hukum justru menganggap tindakan tersebut adalah tindakan yang biasa dan tidak perlu dibesar besarkan. Sampai  sekarang  tidak tak jarang korban  yang  merasa  kelimpungan  dalam  mencari perlindungan  secara  hukum  terhadap  tindakan  seperti  itu,  sebab  pelecehan seksual verbal bukan suatu sanjungan atau bercandaan.
Â
Dampak Kekerasan Seksual Verbal
Pelecehan seksual tentunya sangat meninggalkan dampak besar bagi korban. Dalam pelecehan seksual verbal dampak yang paling terlihat adalah dampak psikologis dan emosional. Korban akan mengalami berbagai efek, termasuk gangguan kesehatan  mental dan ketakutan akan persepsi mengenai dirinya di lingkungan. Kesehatan  mental menjadi efek dominan dari pelecehan seksual verbal karena korban menerima kata-kata dan rayuan yang barangkali dianggap sebagai sanjungan, melainkan sebagai harrasment. Sexting mempunyai imbas dalam menjatuhkan self-concept korban. Tingkat esktrem dari self-concept yang  rendah  dapat menyebabkan guncangan jiwa dan membuat border dari lingkungan sosial karena ia takut akan persepsi orang mengenai diri mereka sendiri.
Selain itu, adapun dampak lainnya yaitu dampak pada kesehatan psikologis korban. Dampak pelecehan seksual sangat bervariasi berdasarkan pada karakeristik kejadian. Dampak psikologis terbagi dua, yakni dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang. Pada dampak jangka pendek dialami saat setelah kejadian. Korban akan merasakan fase emosi, merasa rusak, dan malu. Selain itu, gejala insomnia, dan kehilangan selera makan. Untuk pengaruh jangka panjang korban akan merasa bahwa dirinya rendah dan terhina dalam rentang waktu yang lama. Hal tersebut tentunya perlu penangan ahli seperti psikolog untuk mengatasi dampak jangka panjang.
Dampak-dampak yang dirasakan korban acap kali menjadi perkara serius dengan respons lingkungan sosial korban dan menenpatkan kondisi yang sulit bagi korban sehingga hal tersebut memengaruhi kehidupan serta hubungan sosial.
Â