Sejak pengangkatan Prabowo menjadi bagian dari Kabinet Indonesia Maju, sejumlah tanda tanya besar muncul dari masyarakat terutama bagi mereka yang anti terhadap Orde Baru (orang-orang yang menjadi bagian dari kekuasaan Soeharto).Â
Prabowo diangkat oleh Presiden Jokowi menjadi Menteri Pertahanan sekaligus menjadi salah satu sejarah di republik ini bahwa mantan rival pada akhirnya bisa bersatu bekerja sama.Â
Walau presiden Jokowi menyatakan bahwa perlunya persatuan mengingat situasi politik yang selalu tegang dan 5 tahun belakangan, tetapi banyak juga kalangan yang menilai keputusan tersebut adalah keputusan yang "blunder".
Belum setahun Prabowo menjabat sebagai Menteri Pertahanan RI, kini 2 anggota tim mawar Brigjen TNI Yulius Selvanus dan Brigjen TNI Dadang Hendrayudha menjadi pejabat di eselon I Kementerian Pertahanan RI.Â
Hebohnya lagi, keputusan pengangkatan tersebut berdasarkan Keppres (Keputusan Presiden) RI Nomor 166 Tahun 2020 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian Pertahanan.Â
Ini artinya, pengangkatan tersebut diketahui, diizinkan, ditandatangani dan direstui secara sadar oleh Presiden Joko Widodo.
Seperti kita ketahui, Tim Mawar merupakan Grup IV Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat yang saat itu dikomandoi oleh Prabowo Subianto yang menjadi dalang penculikan puluhan aktivis menjelang Pemilhan Umum (Pemilu) tahun 1997 dan sidang umum MPR tahun 1998.Â
Prabowo Subianto menjadi Danjen Kopassus sejak Desember 1995 hingga Maret 1998 dan berikutnya ditunjuk menjadi Panglima Komando Pasukan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad).
Sebanyak 22 aktivis dilaporkan diculik oleh Tim Mawar. 9 orang kembali dalam keadaan hidup, sementara 13 orang lainnya hilang tak berjejak sampai sekarang tidak jelas nasibnya, entah dalam keadaan hidup atau dalam keadaan sudah meninggal.
Adapun anggota Tim Mawar yaitu Mayor Inf Bambang Kristiono yang menjadi salah satu pendiri utama sekaligus komandan, ada Kolonel Inf Chairawan selaku Komandan Grup IV, Kapten Inf Fausani Syahrial Multhazar selaku Wakil Komandan Tim Mawar, Kapten Inf Nugroho Sulistiyo Budi, Kapten Inf Yulius Selvanus. Kemudian Kapten Inf Untung Budi Harto, Kapten Inf Dadang Hendra Yuda, Kapten Infanteri Djaka Budi Utama, Kapten Inf Fauka Noor Farid, Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto, dan Sertu Sukadi.
12 Anggota Tim Mawar tersebut kemudian dijatuhi hukuman penjara oleh pengadilan Mahkamah Militer Tinggi II-08 Jakarta pada tanggal 9 April 1999. Saat itu, Bambang Kristiono mendapat vonis penjara lebih berat dari anggota lainnya, yaitu 22 bulan penjara dan dipecat dari anggota TNI.Â
Wakil Komandan Tim Mawar, Fausani Syahrial Multhazar, Nugroho Sulistyo Budi, Yulius Selvanus dan Untung Budi Harto masing-masing di vonis 20 bulan penjara dan dipecat dari TNI. 6 Prajurit lainnya hanya mendapat hukuman penjara tanpa dipecat dari TNI.
Lantas, apa peran Prabowo selaku Danjen Kopassus masa itu? Berdasarkan surat rahasia Dewan Kehormatan Perwira (DKP) mengungkapkan bahwa Prabowo diberhentikan dan TNI atas perbuatannya terkait dengan memberi perintah pada Tim Mawar.Â
Hal serupa juga turut diakui oleh Komandan Tim Mawar, Bambang Kristono mengakui bahwa penculikan kepada aktivis itu atas perintah komandannya, yaitu Danjes Kopassus Prabowo Subianto.Â
Walau Prabowo kemudian berdalih bahwa pembentukan Tim Mawar adalah perintah pimpinan, tetapi dalam dokumen rahasia yang dirilis oleh Nasional Security Archive (NSA) tanggal 7 Mei 1998 menyebutkan pimpinan yang dimaksud adalah Presiden Soeharto.
Prabowo bahkan mengakui kepada wartawan pada Oktober 1999 lalu bahwa dirinya pernah mendapatkan daftar nama aktivis yang dipercaya berpotensi mengganggu stabilitas kemanan nasional sehingga ia bertanggungjawab memenuhi target operasi dan diminta oleh Soeharto untuk diamankan segera.
Jokowi Masih Pro-Reformasi?
Slogan itu disematkan karena Jokowi dikenal sebagai pemimpin yang berasal dari rakyat dan dianggap sebagai representasi dari mayoritas rakyat itu sendiri, golongan menengah kebawah.Â
Sebelumnya, Prabowo juga telah pernah bertarung di kontestasi pencapresan 2009 sebagai wakilnya Megawati Soekarnoputri, namun gagal oleh Petahana, Susilo Bambang Yudhoyono.
Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla menang kala itu dengan perolehan suara 53,15%. Salah satu isu hangat yang diamanahkan oleh rakyat kepada Jokowi kala itu adalah menuntaskan janji Reformasi dan mengusut tuntas segala pelanggaran HAM masa lalu.Â
Dibelakang Jokowi pula berdiri para aktivis 98 seperti Adian Napitupulu, Hariman Siregar, Budiman Sudjatmiko hingga para korban pelanggaran HAM dan keluarga yang hilang yang saat ini nasibnya masih tergantung-gantung.
Meski pada era pemerintahan Jokowi progres penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu terbilang "mandek" karena tidak ada instruksi dan langkah yang jelas. Meski para korban masih berharap agar Jokowi melakukan tindakan yang nyata.Â
Terbukti sebagian besar dari mereka masih mendukung Jokowi di Pilpres 2019 dan kembali, pelanggaran HAM masa lalu menjadi topik yang hangat. Aktivis 98 dan korban pelanggaran HAM masa lalu harus diakui turut berperan besar dalam memenangkan Jokowi dengan perolehan suara sebesar 55,50%.
Barangkali, mereka hanya tidak memiliki pilihan, karena Capresnya hanya ada 2 maka tidak mungkin mereka menitipkan harapan itu kepada Prabowo.Â
Selain terbukti berperan aktif terhadap tim Mawar, Prabowo juga dikenal publik merupakan bagian dari orde baru. Dengan demikian, pilihan satu-satunya jatuh kepada Jokowi.
Setelah pengangkatan Prabowo menjadi Menhan, kini pengangkatan eks tim Mawar lainnya Brigjen TNI Yulius Selvanus dan Brigjen TNI Dadang Hendrayudha menjadi pejabat strategis di eselon I Kemenhan semakin membuat Publik tidak percaya terhadap Jokowi, utamanya mereka yang dulu memberikan harapan dipundaknya soal penyelesaian masalah pelanggaran HAM masa lalu.
Jokowi telah mengingari dua janjinya untuk menyelesaikan permasalahan HAM di masa lalu. Pertama karena mantan walikota Solo ini menyerahkan kuasa pertahanan negara (Kemenhan) kepada Prabowo yang diduga berperan besar terhadap kejahatan kemanusiaan.Â
Kedua, Jokowi mengangkat orang yang sudah pernah diadili dan dihukum oleh peradilan dengan kasus penculikan aktivis. Keputusan ini bisa diimajinasikan bahwa seakan-akan Negara menjadi pemaaf dan lupa terhadap pelanggaran biadap di era Orde Baru dan harusnya menegakkan tuntutan reformasi semaksimal mungkin.
Keputusan ini juga semakin menambah luka korban kejahatan HAM masa lalu yang tak kunjung mendapatkan nasib yang jelas atau keadilan. Dukungan yang mereka berikan dulu kepada Jokowi salah satunya agar tak ingin Indonesia dipimpin oleh Prabowo yang menjadi dalang penculikan aktivis dan dikenal dekat dengan Orde Baru.Â
Bagai luka disiram air cuka, teramat pedih untuk melihat Prabowo dan tim Mawarnya kembali menjadi bagian dari pemerintahan negara ini. Ini bukan hanya sekedar praktek pragmatism kekuasaan, tetapi juga sebuah upaya merendahkan nilai-nilai reformasi.
Bagi Jokowi, jelas tidak mungkin berniat secara sengaja untuk kembali memperbesar luka lama yang dipendam oleh para korban HAM masa lalu.Â
Bisa jadi niat utamanya adalah merangkul lawan politik demi stabilitas keamanan dan politik terutama ditengah masa Pandemi Covid-19. Walau sebenarnya untuk jabatan di Kemenhan itu sendiri sebenarnya bisa diberikan kepada orang yang lebih tepat (yang tidak memiliki masalah di masa lalu), yang jelas Jokowi tahu betul siapa yang diangkat untuk menjadi pejabat publik.Â
Jokowi tahu betul track record seorang pejabat sebelum dirinya mengangkat orang yang bersangkutan dan mengesahkannya dalam bentu Keppres.
Kini, kembali kepada diri kita menilai soal keputusan Presiden Jokowi. Mau sampai kapan negara kita terus berlarut dalam tanda Tanya soal HAM masa lalu jika pejabat publiknya saja diduduki oleh orang-orang yang terbukti sebagai pelaku pelanggaran HAM itu sendiri?Â
Apakah alasan stabilitas politik menjadi menutupi hati nurani dan janji politik kepada mereka yang menjadi korban? Semoga saja tidak seperti yang kita pikirkan, karena Jokowi selalu berpikir out of the box dan diluar perkiraan. Bisa jadi ada kejutan lain yang akan dihadirkan lewat keputusan ini, entah cepat atau lambat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H