'Ngantar sebentar aja kok, insya Allah Nana bisa mengerti.'
Maka melajulah motor bututku membelah senyapnya malam. Menempuh waktu hampir dua puluh menit untuk sampai di halte terakhir angkot merah, seperti keterangan nenek.
"Kalau dari sini, Nenek ingat rumahnya?"
"Ingat, Nak. Terus aja lalu belok kanan."
Mengikuti petunjuk yang diberikan, berhentilah motorku di sebuah rumah besar. Pagar hitamnya tinggi berkesan mewah. Barisan mawar menghiasi taman, dengan beberapa  anggrek bulan tergantung di sisi yang lain. Sebuah kolam air mancur berada ditengah taman.
'Waw, di kampung kecil begini, ada istana semewah ini? Pejabat kali ya anaknya'
Kugedor gerbang tersebut. Dari pintu garasi keluarlah seorang ibu paruh baya, tergopoh-gopoh. Belum sempat menerangkan apa yang terjadi ....
"Ya Allah, Yangti, kemana aja? Semua sibuk nyari Eyang," jeritnya tertahan.
Diraihnya tas si Nenek, memapahnya masuk. Beberapa langkah, ibu itu tersadar. Berhenti lalu membalikkan badannya.
"Eh, maaf, Mas. Saya sampe lupa sampeyan. Makasih ya ... tapi saya nggak diperkenankan bawa tamu asing masuk rumah. Maaf ya." Penjelasannya memberondong telingaku.
"Iya, nggak papa. Saya pamit."