Rintik hujan membuat Rana terbangun. Lupa kalau bajunya hampir kering dijemur di luar rumahnya. Rana pergi ke belakang rumah sambil berlari kentut pun. Preeephhh...
"Astaghfirullah, perut Rana mules..."
Rana hampir menangis berjalan perlahan ke bagian belakang rumahnya.
"Rana..., hujan..." suara Ibu kencang sekali padahal Rana kini sedang di luar mau sampai juga sambil menahan rasa sakit perutnya.
"Aduh, tidak tahan rasanya mau muntah." Rana mengeluh sendiri.
Bajunya bermacam-macam bentuk rupa dan warna, semuanya sudah diangkat segera dbawa ke dalam kamarnya untuk dilipat dan nanti di setrika setelah listrik hidup kembali dan hujan berhenti.
"Rana mengantuk sekali dan aduh..." dirinya terduduk di lantai depan kamar mandi.
Rana menyesal sebab mengeluh padahal hampir sampai dan hajatnya akan segera selesai. Rana segera berdiri tanpa menangis sedikit pun.
"Astaghfirullah, biamillahirrohmaanirrohiim. Allahumma inni a'uzdubika minal hubusi walkhobaish. Aamiin" Rana melangkah dengan kaki kiri terlebih dahulu.
Rana segera menutup kamar mandinya. Kamar mandi itu juga dikunci olehnya. Beberapa menit Rana keluar dari kamar mandi itu dan badannya sudah bersih.
Ibu yang ada di dapur melihat anaknya Rana dan dirinya meminta tolong untuk mencuci sayur-mayur untuk bahan-bahan membuat pecal.
Jika ibu memerintahkan dan minta tolong maka Rana segera mengerjakannya. Terakhir diri nya mencuci tomat dan mentimun.
Ada yang mau membantu dirimya. Namanya adalah si Noni. Noni adalah nama kucing Rana yang hampir saja dibawa temannya. Kemarin temannya datang dan kucing itu suka padanya. Lalu Noni mendekati kaki temannya dan memutari kaki teman Rana hingga bulunya menempel di betis. Namanya Sina. Akhirnya, Noni duduk manis dan Sina jadi diam lalu "gemeees" suara Sina tak tertahankannya. Nampaknya, kucing itu juga mau ikut dirinya dan ketika mau pulang Noni juga masih mengikuti. Rana mengira si Noni dibawa Sina pulang. O, ternyata kini dirinya ada sedekat ini.
"mau ngerecokin barang kali."
Rana berusaha menenangkan diri dan dirinya menjadi ketawa. Lah Noni, itu namanya kacang panjang dan bukan sejenis ikan. Pasti rasanya rada pahit.
Noni tidak perduli dan kacang panjangnya dibuat mainan seperti memainkan buruannya saja.
"Aduh, si Noni. Kan tadi sudah Rana sebut. Itu namanya Sayur kacang panjang."
"Apa sih, Noni jangan membawa itu juga. Itu buah duku ibu Rana. Awas nanti kamu dimarahi Ibu."
Ibu datang si Noni berlari takut.
"Dasar si Noni. Itu buah-buahan ibu diacak-acak juga." Keluh Ibu.
"Si Noni sudah Rana marahi tadi dirinya takut sama ibu kini padahal dari tadi Noni marahi. Eh, dia malah suka bermain saja."
"Itukan kamu, Rana. Ya jelas saja ! si Noni tidak takut."
"Iya, si Noni cuma takut sama Ibu."
"Sebenarnya si Noni bukan takut sama Ibu, Rana. Si Noni itu tahu tadi ada seekor kecapung masuk ke sini dan dirinya tertarik. Itu tuh, kini si Noni sibuk berburu kecapung."
"Astaga, si Noni. Itu kan bunga pajangan Ibu Rana."
"Aduh..., si Noni. Ada-ada saja ya." Jawab Ibu.
"Namanya juga Kucing Noni, Rana." Kata Ibu kembali.
"Iya, bu. Maaf, Rana tadi sudah memarahi Noni. Kini Rana minta maaf, ya bu."
"Ya udah, mana tadi yang Ibu mintakan kepada kamu ?"
"Ini bu, kacang panjangnya Rana buang saja, ya. Tadi, si Noni memainkannya."
"Iya Rana, tidak apa-apa."
"Itu telur sama gula kamu kocok sampai berbuih, ya Rana."
"Sampai berasa mengembang berwarna putih bersih dan tidak berat di ujung-ujung kocokan itu ya, bu."
"Iya, nanti kasih tahu Ibu."
"Iya, bu."
"Terima kasih, Rana."
"Iya, bu. Ibu mau ke mana ?"
"Ibu mau mandi sebentar."
Ketika ibu mandi si Noni datang kembali. Lalu ada makanan kesukaan Noni itu adalah Ikan goreng. Ikan itu juga hampir hilang dimakannya. Rana sempat sadar ada si Noni dan Ikan yang sudah Ibu goreng dimasukkannya ke dalam lemari makanan.
Rana tertawa sendiri sebab si Noni tidak bisa menjangkaunya kini.
Ibu juga tidak tahu kalau si Noni ini memakannya,"Awas ya kamu Noni kalau memakan dan mengganggu semua makanan yang ada di meja makan aku tabok pantat dan tarik kuat ekor kamu nanti."
Noni diam seakan mengerti akan Rana buat apa nanti jika dirinya ketahuan memakan semua makanan dan mengacak-acak nya.
Rana sudah selesai mengerjakan yang diminta ibu. Lalu dirinya memanggil Ibu dengan segera Ibu datang melihat pekerjaan yang dikerjakan olehnya.
Rana adalah seorang yang sangat menyayangi Kucing. Jadi, kucing itu dibuatkannya sedikit susu.Â
"Susu coklat Rana habis." Gumamnya.
Beruntung Rana masih menyimpan susu putih beraroma Vanilla buat si Noni yang kini sedang kelaparan mungkin sebab itu dirinya dari tadi ingin memakan ikan goreng apalalagi makanan yang sudah ibu rapikan semuanya di atas meja.
Si Noni menghampiri Rana setelah tahu kalau dirinya diberikan susu yang manis sekali. Lezat sekali nampak si Noni menjilat-jilat kaki depannya yang tercebur ke susu sebab dirinya terburu-buru dan menggunakan kaki depannya untuk menarik susu yang sedang dipegang Rana ke bawah hampir saja susu itu tumpah. Rana memegang kuat wadah yang memuat susunya.
 Si Noni kini berbaring didekat wadah yang berisi susu tadi. Lalu ada kucing besar berwarna oyen perutnya gemuk atau gendut atau bahkan kini si Oyen sedang membawa calon anak-anaknya ke mana-mana.
"Kasihan si Oyen." Pikir Rana.
Melihat Oyen Kucing yang diam-diam membersihkan wadah bekas tempat makan si Noni, dirinya menahan marah dan si Oyen bergerak pergi ke luar rumah karena mengalah sebab dia menghindari pertengkaran dengan Noni yang melihatnya tanpa ada rasa bersaudara atau pun kasihan auaranya mengerang menahan marah dan bulu-bulunya sampai berdiri tegak.
"Si Noni tidak kasihan sama si Kucing Oyen itu." Teriak Rana.
Ibu juga diam dan semua yang dibuatnya kini siap di masak di dalam sebuah pemanggang kompor atau Oven Kompor.
Beberapa lama wangi makanan yang Ibu masak tadi hingga sampai ke hidung Rana.
"Mmm..., sampai ke sini ya aroma kue yang sedang Ibu panggang itu."
"Apa begitu, Rana ?"
"Iyalah, bu. Pasti enak sekali."
Rana merasa senang Ibu akan mematangkan kue yang tadi dikocaknya.Â
"Masih terasa pegalnya tangan ini." Kata Rana sendiri di dalam sana.
Kini Noni tertidur nampak nyenyak dan tidak akan ada yang dapat mengganggunya kecuali ada kucing lain yang masuk ke rumah Rana kembali.
"Apa itu si Oyen ?" Pikiran Rana dirinya tidak akan melihat si Oyen kembali sebab dirinya takut sama si Noni.
"Oyen !?" kata Rana kencang berteriaknya.
"Apa Rana ?" Tanya Ibu yang sudah membawa kuenya dari dapur dan masih menunggu kue itu dingin Ibu meletakkannya di atas sana di dekat meja makan.
"Apa kuenya masih panas, Bu.?" Tanya Rana kepada Ibu yang terkejut melihat Oyen si kucing penyelinap.
"Apa kucing itu ada di sana bu ?!" Rana sedikit terkejut sama dengan Ibu.
"Coba Rana usir. Tetapi, jangan menyakitinya !" Minta Ibu kini.
"Iya, bu."
Dirinya segera memegang sapu dan suara mulutnya husss... husss sapu itu digerakkan ke dekat si Oyen dan ketika sadar si Oyen pergi bahkan sebelum Rana mendekatkan sapunya.
Anak Ibu bukan seorang yang dapat menyakiti kucing. Tetapi, ketika itu si Oyen nampak terpincang-pincang. Pikiran Rana kucing Oyen terkena sapunya. Ternyata pas didekati si Oyen itu terlihatlah selotif pada kakinya yang menempel semenjak tadi.
Huhhh..., si Oyen ada ada sajalah. (Sambil melepaskan selotif yang menempel di kaki Oyen.) Kaki Oyen bebas dari selotif yang menempel dan dirinya terlepas dari rasa kasihan seorang yang memperhatikannya apalagi dirinya dari tadi bolak-balik ke dalam rumah seperti setrikaan saja.
Ibu kini sedang menyapu lantai dapurnya. Terlihatlah oleh Ibu tempat yang ada kain perca dan kain itu memang sudah semenjak lama ada di sana. Letakknya ada di dekat sebuah kardus yang kosong dan tidak terpakai pula lalu dibiarkan saja oleh Rana. Ketika itu dirinya meletakkannya di sana. Selesai menyapu Ibu bergegas mengambil kardus itu dan di kain percanya disimpan di dalamnya.
Ibu diam dan mencoba menghilangkan rasa hausnya lalu meminum air putih sedikit. Terdengar suara yang berasal dari kardus itu tidak lama berselang waktu padahal Ibu hanya meninggalkan tempat meletakkan kardus dan kain percanya lalu mengambil air putih segera minum sebentar.
Ibu diam dan selama beberapa menit suara kucing-kucing kecil terdengar. Rana juga mendengarnya dan menemukan Ibu telah lama ada di dekat asal suara.
Mereka saling pandang dan melihat antara satu dengan lainnya. Suara itu sangat dekat dan hampir saja kardusnya terjatuh.
Kardus itu dipindahkan Ibu ke tempat lain yang lebih rendah. Nampaklah di dalam kardus itu beberapa anak kucing dan si Induknya adalah kucing Oyen yang terlihat dari tadi mondar-mandir membuat Rana pusing saja.
Si Oyen kini sibuk membersihkan anak-anak yang baru lahir ke dunia Nya.Â
"Apa yang dikerjakan si Oyen kini ?" Tanya Rana dan melihat ke dalam kardus.
"Anak-anak kucingnya banyak sekali, ya bu ! Mereka sangat kecil kini."
"Apa kamu tidak takut dimarahi si kucing Oyen ?" Kata ibu nampak muka cemasnya.
Ibu membawakan sebuah kain perca yang masih kering dan memindahkan semuanya dari dalam kardus itu. Ibu khawatir anak-anak kucingnya nanti terimpit.
"O, mereka sangat leluasa kini."
Ibu memang baik sekali. Induk Oyen kini menyusui anaknya. Mereka nampak sangat nyaman mendapatkan tempat di sana.
Ibu dan Rana kini meninggalkan mereka lalu Rana segera mencuci tangan nya. Ibu telah menghidangkan kue nya dan sedikit air teh. Waktu itu hujan hampir reda dan rasanya nikmat sekali menyerumput air teh hangat dengan kue buatan tangan bidadari surga Rana. Alhamdulillah.
---------- ----------
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H