Mohon tunggu...
Jelita Simorangkir
Jelita Simorangkir Mohon Tunggu... Lainnya - _55521110030_ Mahasiswa Pascasarjana Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana, Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak

Learning is a never ending journey

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tb1- Pemahaman Kawasan Berikat dan Pemajakannya

7 April 2022   21:56 Diperbarui: 7 April 2022   22:20 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bertumbuhnya perekonomian dunia mempengaruhi luasnya kawasan pertukaran transaksi pebisnis  di Indonesia. Pertukaran yang tidak biasa berubah menjadi sangat masuk akal seperti adanya perdagangan luar negeri dan sejumlah besar nilai produk sangat berguna untuk kemajuan finansial Indonesia. Terkait hal tersebut, beberapa fasilitas perpajakan diberikan kepada pelaku bisnis yang kegiatan bisnisnya ekspor, yang kemudian disebut Kawasan Berikat (zona yang diperkuat).

Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat atau kawasan yang mempunyai batas-batas yang telah ditetapkan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (RI). Di dalam Kawasan berikat ini berlaku aturan khusus yang berkaitan dengan kepabeanan. Aturan khusus di kawasan berikat ini berlaku untuk barang-barang yang diimpor dari luar daerah pabean atau dari dalam daerah pabean lainnya.

Kegiatan di Kawasan berikat ini terdiri dari industri penanganan barang dagangan dan komponen material yang tidak dimurnikan, kegiatan rancang bangun, rekayasa, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir serta pengepakan. Barang dagangan dan komponen yang tidak dimurnikan yang dimaksud dapat diimpor atau berasal dari dalam daerah pabean Indonesia lainnya.

Kawasan Beikat ini diberikan perlakuan khusus sehubungan dengan pemungutan pajak. Bukan semua wilayah industri menjadi zona berikat, terlepas dari kenyataan bahwa penetapan wilayah industri tersebut untuk tujuan pengiriman ekspor.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2018 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.04/2021 ditegaskan bahwa Kawasan Berikat merupakan kawasan pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dengan cara ini umumnya dilakukan pemeiksaan pabean sambil menjamin kelancaran arus barang, dan secara khusus didasarkan pada manajemen risiko. Mengingat adanya Manajemen Risiko, maka Kawasan Berikat dapat diberikan fasilitas di bidang kepabeanan dan cukai berupa kemudahan berikut ini:

a) Administrasi perijinan;

b) administrasi tindakan fungsional; dan/atau

c) Selain huruf a dan huruf b.

Bagi para Pengusaha Dalam Kawasan Berikat (PDKB) diberikan pelayanan administrasi dan pengawasan secara proporsional sesuai profil risiko layanan Pengusaha Dalam Kawasan Berikat (PDKB).

Kawasan Berikat harus terletak di:

a) Wilayah Industri; atau

b) Wilayah pengembangan  sesuai dengan penataan ruang wilayah yang telah ditetapkan,

dengan luas sekitar 10.000 m2 (10.000 meter persegi) dalam satu wilayah.

Pemajakan tehadap Kawasan Berikat

 Penerapan perpajakan terhadap Kawasan Berikat memiliki pedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.04/2021 yang merupakan perubahan dari PMK Nomor 131/PMK.04/2018. Peraturan Menteri Keuangan ini mengacu pada  Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2015.

Terhadap Kawasan Berikat , PPN dan PPnBM tidak dikenakan pada beberapa kegiatan penerimaan, antara lain sebagai berikut:

1) Penerimaan produk dari dalam wilayah pabean ke Kawasan berikat untuk diolah lebih lanjut.

2) Penerimaan barang dagangan yang dikirim oleh Kawasan Berikat, yang merupakan kerja sub-kontrak dari Kawasan Berikat lain atau dari perusahaan di tempat lain dalam daerah pabean ke wilayah Kawasan Berikat.

3) Penerimaan kembali mesin atau moulding, dengan sifat meminjam dari Kawasan berikat lain atau dari perusahaan lain yang masih dalam batas wilayah pabean.

4) Penerimaan barang-barang hasil produksi dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan berbeda yang masih digunakan dalam batas wilayah pabean, yang menggunakan bahan mentah yang berasal dari di wilayah pabean untuk kemudian diolah di Kawasan Berikat.

5) Penerimaan hasil produksi dari Kawasan Berikat lain atau perusahaan lain yang masih dalam batas wilayah pabean, .memanfaatkan komponen bahan mentah dari tempat yang berbeda di wilayah pabean, yang kemudian digabungkan dengan produk kawasan berikat yang kemudian diekspor

6) Penerimaan pengemas dan alat bantunya  tanpa henti dari berbagai tempat lain di lam daerah pabean ke Kawasan berikat, yang kemudian pada saat itu menjadi satu dengan barang-barang di hasil prodkuksi di Kawasan berikat.

Untuk pengeluaran di Kawasan Berikat, PPN dan PPnBM tidak dikenakan pada kegiatan berikut ini:

1) Pengiriman hasil produksi kawasan berikat yang menggunakan bahan baku dari tempat lain di wilayah pabean dan mengirim lagi ke Kawasan berikat lain.

2) Pengiriman bahan baku dan bahan pembantu yang tidak dimurnikan, pembentuk/moulding dan tambahan perangkat keras/mesin, dengan sifat pekerjaan subkontrak dari suatu wilayah Kawasan berikat ke wilayah Kawasan berikat  yang lain atau ke perusahaan di tempat lain di wilayah pabean.

3) Pengiriman barang yang rusak atau diberhentikan, yang berasal dari tempat lain di wilayah pabean, yang tidak ditangani di Kawasan berikat lain. PPN  dan PPnBM tidak dikenakan sepanjang barang dagangan tersebut dikembalikan ke perusahaan titik awal produk.

4) Pengiriman perangkat keras atau moulding yang dipinjamkann ke perusahaan industri di tempat yang berbeda di wilayah pabean dan Kawasan berikat lain. PPN dan PPnBM tidak dikenakan selama barang dagangan hasil produksi akhirnya diserahkan kepada pemberi pinjaman di daerah Kawasan berikat awal.

PT. XYZ terletak di kawasan berikat EJIP Cikarang, dan memiliki izin untuk beroperasi di Kawasan berikat. Pada Juli 2020, tedapat transaksi pembelian dan penjualan berikut:

* Pada 1 Juli 2020, impor Bahan Baku (BKP) dari China dengan harga pembelian Rp 1.000.000.000,-

* Tanggal 5 Juli 2020 pembelian container Rp 60.000.000,- dari PT. DEF untuk

digunakan dalam pengepakan barang dagangan yang tersedia untuk dijual.

* Pada tanggal 7 Juli 2020 membeli perangkat kantor berupa kertas HVS dari PT. HOHO senilai Rp 5.000.000,- untuk digunakan karyawan di tempat kerja

* Pada tanggal 12 Juli 2020 menjual Barang Jadi (BKP) kepada pembeli di Singapura senilai Rp 2.500.000.000,-

* Pada tanggal 19 Juli 2021 menjual Barang Jadi (BKP) kepada PT. HIHI di Jakarta

(Tidak Kawasan Berikat) senilai Rp 200.000.000,-

Untuk transaksi tersebut diatas, penerapan PPN adalah sebagai berikut:

* Transaksi tanggal 1 Juli 2020 atas impor bahan baku (BKP) dari China dengan harga Rp 1.000.000.000,- tidak dikenakan PPN.

* Transaksi tanggal 5 Juli 2020 untuk perolehan container Rp. 50.000.000 dari PT. DEF tidak dipungut PPN (terima Faktur Pajak dengan kode 070)

* Transaksi tanggal 7 Juli 2021 untuk pembeli alat kantor berupa kertas HVS dari PT. HOHO seharga Rp 5.000.000- dipungut PPN (terima Faktur Pajak dengan kode 010)

* Transaksi tanggal 12 Juli 2020 untuk atas penjualan Barang Jadi (BKP) kepada

pembeli di Singapura senilai Rp 2.500.000.000,- terutang PPN 0%.

* Transaksi tanggal 19 Juli 2020 atas Penjualan Barang Jadi (BKP) kepada PT. HIHI di Jakarta Rp 200.000.000 terutang PPN 10% (memberikan/menerbitkan faktur pajak dengan kode 010).

Refrensi:

Siswanto, E.H. & Tarmidi, D. 2020. Akuntansi Pajak Teori dan Praktik. Jakarta. Raja Grafindo

Waluyo. 2017. Perpajakan Indonesia Buku Satu. Jakarta. Salemba Empat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun