Mohon tunggu...
Jefry Go
Jefry Go Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Learning by Reading & Learning by Writing

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Belajar dari Insiden Air France 447: Terkadang Penyebab Kecelakaan adalah Insting Dasar Manusia

2 April 2015   15:18 Diperbarui: 10 Januari 2021   14:22 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam rentang setahun terakhir, media massa nasional maupun internasional beberapa kali disuguhi berita mengenai insiden kecelakaan pesawat terbang komersial. Belum hilang dari ingatan tragedi Air Asia QZ 8501 jurusan Surabaya – Singapura yang hilang kontak di laut Jawa. 

Sebelumnya, pesawat Malaysia dengan kode penerbangan MH 370 raib pada 8 Maret 2014. Pesawat yang terbang dari Kuala Lumpur, Malaysia menuju Beijing, Tiongkok itu hingga kini belum ditemukan. Terbaru, pesawat milik Germanwings jatuh di pegunungan Alpen, Prancis.

Melihat rentetan kejadian tersebut, saya langsung teringat salah satu episode program Air Crash Investigation yang rutin ditayangkan National Geographic Channel (NGC). 

Kebetulan, saat menyaksikannya, program tersebut sedang membahas insiden Air France. Untuk itu, tak ada salahnya saya mencoba membagi pengetahuan dari tayangan tersebut guna sekadar memberikan informasi/referensi bagi pembaca.

Hilang Kontak di Samudera Atlantik

Pesawat Air France 447 lepas landas dari Bandara Internasional Rio de Janeiro-Galeao di Kota Rio de Janeiro, Brasil menuju Bandara Charles de Gaulle, Paris, Prancis pada 1 Juni 2009. Pesawat berjenis Airbus A330-200 tersebut membawa 216 penumpang plus 12 kru. Adapun pilot pesawat adalah Kapten Marc Dubois (58) didampingi ko-pilot Pierre-Cedric Bonin (32) serta ko-pilot cadangan David Robert (37).

Kondisi cuaca saat itu dilaporkan sedikit badai. Kendati demikian, cuaca tersebut masih bisa diatasi oleh pilot dengan memposisikan pesawat di luar jalur badai. Air France 447 berangkat pukul 19.00 waktu Rio de Janeiro dan dijadwalkan tiba di Paris pada 11.15 waktu setempat.

Memasuki wilayah Samudera Atlantik, pilot pesawat sempat berpamitan dan melaporkan kondisi terakhir pada menara pengendali lalu-lintas udara di Brasil. Berada di atas lautan lepas, pesawat dalam kendali auto-pilot. Berdasar skenario semula, pilot hanya perlu menunggu hingga memasuki wilayah udara Prancis. Setelah itu, pesawat akan dipandu oleh menara air-traffic Prancis.

Namun, hingga batas waktu sebagaimana mestinya, menara pengendali di Prancis tidak berhasil menjalin kontak dengan Air France 447. Bahkan, hingga melewati jadwal landing, menara pengendali belum berhasil menemukan keberadaan pesawat tersebut. Otoritas lalu-lintas udara Prancis lantas mengkontak menara pengendali di Brasil guna mendapat data terakhir sebelum putus kontak.

Dari sejumlah data yang diperoleh, pesawat disimpulkan hilang kontak di atas Samudera Atlantik. Pemerintah Prancis pun mengambil sikap dengan menggelar jumpa pers dan menempuh langkah-langkah pencarian. Keluarga yang resah mulai mendatangi bandara demi mencari kepastian nasib para penumpang.

Upaya Evakuasi dan Asumsi Penyebab Jatuhnya Pesawat

Insiden Air France 447 kala itu mendapat perhatian kalangan internasional. Selain pemerintah Prancis, upaya pencarian korban dan bangkai pesawat juga didukung oleh sejumlah negara.

Kendati demikian, mencari dan mengevakuasi Air France 447 bukan perkara mudah. Pasalnya, tim evakuasi dihadapkan pada medan lautan yang sangat luas. Belum lagi kondisi cuaca dan arus yang semakin menyulitkan lokasi pasti jatuhnya pesawat.

Pencarian korban menunjukkan perkembangan positif pada 7 Juni 2009. Sedikitnya 17 jenazah berhasil dievakuasi. Pada 17 Juni 2009, 50 jenazah telah ditemukan. 

Di samping fokus pada korban, tim juga mengemban misi menemukan kotak hitam (black box) pesawat demi kepentingan penyelidikan. Untuk mendukung pencarian tersebut, Angkatan Laut AS mengirimkan dua perlengkapan pelacak bernama Towed Pinger Locators. Alat ini mampu menangkap sinyal yang dihasilkan black box meski berada di kedalaman samudera.

Evakuasi Air France 447 di Samudera Atlantik (tempo.co)
Evakuasi Air France 447 di Samudera Atlantik (tempo.co)
Di sisi lain, BEA (KNKT-nya Prancis) berkewajiban menguak penyebab jatuhnya pesawat. Kunci untuk menyingkap fakta hanya terletak pada rekaman kotak hitam. Selama kotak hitam belum ditemukan, penyidik hanya bisa berpedoman pada data-data yang dikirimkan pesawat sebelum hilang kontak, serta serpihan badan pesawat.

Investigasi awal menemukan adanya laporan dari sistem pesan otomatis pesawat (ACARS). Dengan sistem tersebut, pesawat dapat melaporkan kondisi komponen-komponennya secara otomatis setiap 10 menit. Tujuannya, untuk mengetahui bilamana ada komponen pesawat yang tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Dari laporan terakhir ACARS sebelum pesawat hilang kontak, seluruh bagian pesawat dalam kondisi baik. Kecuali, ada sedikit masalah dengan tabung pitot yang beku karena tertutup es. Sebagai informasi, tabung pitot adalah komponen kecil yang terletak di bagian moncong pesawat. Fungsinya untuk mengukur kecepatan pesawat terbang melalui aliran udara yang melewati pipa tersebut.

Penyidik BEA Alain Bouillard tidak yakin bahwa pesawat secanggih Airbus A330-200 bisa jatuh hanya gara-gara tabung pitot beku. Menurut dia, kejadian tersebut lazim terjadi pada pesawat yang terbang di ketinggian tertentu lantaran melewati gumpalan awan es, dan itu bukan masalah serius. Bouillard menarik kesimpulan faktor bekunya tabung pitot belum cukup kuat menjatuhkan pesawat Air France 447.

Tak ingin terpaku pada satu data, BEA mencoba mempelajari pola benturan fisik dari serpihan pesawat. Bouillard mencermati bagian dapur pesawat yang berhasil diangkat tim evakuasi. 

Dari serpihan tersebut tampak retakan membujur secara vertikal dari atas ke bawah. Bagi Bouillard, data tersebut dapat menggambarkan posisi jatuhnya pesawat. 

Dia berasumsi, Air France 447 menghantam permukaan laut pada posisi horizontal, bukan menukik dengan moncong pesawat berada di bawah.

Fakta Terkuak

Data-data yang dihimpun BEA belum cukup solid untuk menentukan penyebab jatuhnya pesawat. Penyidik tetap memerlukan data dari black box guna menguak fakta sebenarnya. 

Masalahnya, mencari kotak hitam yang tenggalam di samudera Atlantik membutuhkan keajaiban. Benda tersebut bisa saja terseret arus sehingga posisinya kian tidak menentu. 

Ditambah, tim harus berpacu dengan waktu. Pasalnya, kotak hitam punya tenggat waktu tertentu sampai berhenti memancarkan sinyal. Kendala BEA tidak berhenti sampai di situ. Andaikata sudah ditemukan pun, penyimpan data rekaman pada kotak hitam harus pada keadaan baik sehingga bisa diunduh.

Lebih kurang dua tahun setelah pesawat Air France 447 jatuh, muncul kabar bahwa kotak hitam pesawat itu ditemukan. Tepatnya pada 1 Mei 2011. Seakan mendapat angin surga, Bouillard kembali membuka arsip kecelakaan Air France 447 guna disinkronkan dengan data dari black box. Dan untungnya, kotak hitam tersebut dalam kondisi baik sehingga rekaman percakapan pilot bisa diketahui.

Setelah mendengarkan isi rekaman kotak hitam, BEA mendapatkan jawaban mengenai penyebab jatuhnya pesawat. Dugaan masalah berawal dari tabung pitot benar adanya. 

Bekunya tabung pitot memantik alarm dalam ruang pilot berbunyi. Selama alarm berbunyi, kontrol pesawat akan beralih dari auto-pilot menjadi manual. 

Namun, Bouillard menyatakan hal itu tidak berbahaya karena dengan penanganan yang benar, sekitar 58 detik alarm akan berhenti dan kondisi akan normal kembali. Pilot bisa mengaktifkan auto-pilot kembali.

Sayangnya, peristiwa itu terjadi saat pergantian shift pilot senior Kapten Marc Dubois. Saat itu memang giliran Dubois meninggalkan kokpit untuk beristirahat. 

Kendali sementara dipegang oleh ko-pilot Pierre-Cedric Bonin. Mendengar alarm berbunyi, Bonin berupaya mempertahankan posisi pesawat. Tanpa sadar, Bonin yang baru mengumpulkan 800 jam terbang dengan pesawat A330, menarik tuas kemudi ke arah belakang yang menyebabkan hidung pesawat naik. Harapannya, situasi kembali normal.

Sesaat kemudian, pilot pengganti David Robert masuk ke kokpit dan menempati posisi yang ditinggalkan Kapten Dubois. Robert menanyakan penyebab alarm berbunyi dan Bonin tidak dapat memberikan jawaban pasti. Menurut analisa BEA, saat Robert dan Bonin berada dalam kokpit, tidak jelas siapa yang take charge (memimpin). 

Masalah komunikasi ini turut andil karena masing-masing pilot bekerja sendiri. Mereka mencoba mengatasi masalah tanpa adanya koordinasi. Sehingga, saat Bonin menaikkan moncong pesawat, Robert tidak mengetahuinya.

Selang beberapa saat, Robert menyadari problem yang mereka hadapi. Dia juga menemukan solusinya. Seharusnya hidung pesawat tidak dinaikkan. Hal itu justru memperparah pesawat yang sudah dalam keadaan stall. Dengan menaikkan bagian depan, pesawat akan semakin kehilangan momentum kecepatan. Alhasil, bukannya mempertahankan posisi, pesawat justru bergerak turun.

Oleh karenanya, Robert memberi instruksi untuk menurunkan hidung pesawat. Sebagaimana diketahui bahwa kokpit pesawat memiliki dua kemudi. Sayangnya, di saat Robert mencoba menurunkan moncong pesawat, Bonin -entah karena gugup atau penyebab lain-, tetap menarik tuas kemudi ke arah belakang. 

Sehingga, pergerakan penurunan hidung pesawat tidak maksimal. Pada akhir rekaman black box, terdengar suara Kapten Dubois memasuki kokpit dan menginstruksikan Bonin untuk segera menurunkan hidung pesawat. Tapi semua itu sudah terlambat. Pesawat menghantam permukaan air laut dengan kecepatan sekitar 200 km/jam.

“Terkadang insting dasar manusia justru menjadi penyebab kecelakan ini. Di saat kita bergerak turun, insting dasar akan mengatakan kita harus naik. Padahal, bukan itu jalan keluarnya,” kata Bouillard pada akhir tayangan program Air Crash Investigation.

Laporan Akhir dan Solusi yang Ditempuh

Pada 5 Juli 2012, BEA mengeluarkan laporan akhir hasil investigasi kecelakaan pesawat Air France 447 jurusan Rio de Janeiro – Paris. Berdasar laporan tersebut, penyebab jatuhnya pesawat dipengaruhi oleh faktor mekanis dan manusia. 

Faktor mekanis karena bekunya tabung pitot sehingga menyebabkan alarm berbunyi dan pesawat tidak lagi dikendalikan auto-pilot. Setelah kejadian itu, pihak Airbus merekomendasikan untuk penggantian merek pipa pitot.

Sedangkan faktor manusia dikarenakan pilot maupun ko-pilot gagal memahami situasi yang dihadapi pesawat. Sejatinya, kondisi bekunya tabung pitot merupakan hal yang tidak berbahaya. Tetapi karena kru pesawat tidak meresponi situasi tersebut secara benar, maka berakibat celaka bagi seluruh awak dan penumpang.

Sejumlah pengamat penerbangan Eropa sepakat bahwa tragedi Air France 447 menjadi bahan evaluasi seluruh maskapai agar lebih memperhatikan skill para pilotnya. 

Pasalnya, dengan jenis pesawat yang canggih, selama ini maskapai terkesan memanjakan pilotnya dengan program auto-pilot. Sehingga, ketika mendadak beralih ke mode alternatif, beberapa pilot terutama yang minim jam terbang, tidak sepenuhnya siap.

Berkaca dari kejadian ini, Air France dan beberapa maskapai lain memberikan tambahan pelatihan bagi pilot dalam kondisi manual. Di samping itu, mereka juga memperketat persyaratan pilot terutama dari segi skill dan kompetensinya.(*)

******

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun