Konselor dalam menghadapi perbedaan dan keragaman budaya tidak cukup
hanya dengan penggunaan pendekatan konvensional, diperlukan Konseling
multikultural yang menurut VonTress (1988) dalam Dayaksini & Yuniardi (2008:
175) merupakan "konselor dan konselinya berbeda secara kultural karena proses
sosialisasi yang berbeda dalam budaya, subkultur, rasial, etnik, atau sosial
ekonomi". Sementara budaya sebagai hubungan konseling dimana dua atau lebih peserta berbeda
berkenaan dengan latar belakang budaya, nilai nilai, dan gaya hidup (life style).
Sepertiga definisi mempertimbangkan konseling multikultural sebagai suatu situasi
dimana dua orang atau lebih dengan cara yang berbeda dalam memandang
lingkungan sosial mereka yang di bawa secara bersama dalam suatu hubungan yang
sifatnya menolong Pedersen, 1988 (Yuniardi, 2017).
Konseling multikultural tidak mengabaikan pendekatan tradisional yang
monokultur, melainkan mengintegrasikannya dengan perspektif budaya beragam
(Rakhmat, 2008), tujuannya adalah memperkaya teori dan metode konseling yang
sesuai dengan konteks. It is important to understand that also the emergence of
multicultural thinking in various sciences and helping professions can be understood as a
part of more general developmental trends in our societies -- without forgetting that new
ideas always need individuals who are willing to commit themselves to presenting and
facilitating the new ideas with enthusiasm and persistence. (Launikari and Puukari, 2005).
Berkembangnya konseling multikultural dikarenakan kebutuhan masyarakat yang
beragam, dan masyarakat Indonesia yang hidup dalam keberagaman budaya, suku
agama dan sosial ekonomi. Gagasan baru selalu membutuhkan individu individu
yang bersedia memfasilitasi ide baru dengan antusiasme dan ketekunan, maka dari
itu konseling multikultur perlu dilaksanakan dengan kondisi keberagaman dan
berbagai faktor psikososial yang berkembang dimasyarakat Indonesia.
Gagasan baru mengenai konseling multikultural di Indonesia dan diperlukan
kompetensi yang utama dari konselor multikultur, Pedersen (2003), bahwa
kesadaran merupakan pondasi dan modal dari kompetensi multikultural, Cultural
awareness berimplikasi pada perubahan paradigmatik dalam dimensi konseling, the
main features of cultural competence are counselor self-awareness, knowledge about culture,
and skills. This belief is consistent with the multicultural counseling competencies developed
by Sue, Arredondo, and McDavis 1994 (Zalaquett, et all 2011), kompetensi utama bagi
konselor multikultur yakni kesadaran diri akan kehidupan budaya sebagai konselor
dan budaya orang lain, memiliki pengetahuan tentang budaya dan perbedaaan
budaya, serta memiliki keterampilan untuk menyikapi perbedaan budaya. Oleh
karena itu upaya nyata untuk mengintegrasikan pengetahuan tentang dua budaya
dan pengalaman hidup di kedua budaya memberi ruang lingkup refleksi dan
dipromosikan kesadaran diri konselor.
Corey (2005:24) mengemukakan bahwa dalam konseling multikultural
memiliki tiga dimensi kompetensi, yaitu : (1) Keyakinan dan sikap, (2) Pengetahuan,
dan (3) Keterampilan dan strategi intervensi. Keyakinan dan sikap konselor
menyangkut persoalan bias personal, nilai-nilai dan masalah yang akan dihadapi
serta kemampuan bekerja dalam perbedaan budaya, sedangkan faktor pengetahuan
menyangkut kemampuan membangun komunikasi personal secara profesionalÂ
untuk memberikan layanan kepada klien dengan pemahaman latar belakang
budaya yang beragam. Kompetensi yang tidak kalah pentingnya adalah ketrampilan
menggunakan metode dan strategi dalam menjelaskan tujuan konseling secara
konsisten dalam latar perspektif budaya yang bervariatif. Cultural competence, as it
relates to the behavioral sciences, refers to "...the capacity to draw effectively upon cultural
knowledge, awareness, sensitivity, and skillful actions in order to relate appropriately to, and
work effectively with,others from different cultural backgrounds" Sperry, L, 2012 (Conner
& Walker, 2017). Kompetensi budaya berhubungan erat ilmu perilaku manusia,
mengacu pada kemampuan untuk menggambarkan secara efektif mengenai
pengetahuan tentang budaya, kesadaran, kepekaan dan tindakan terampil agar
konselor dapat dengan efektif bekerja pada kondisi latar belakang budaya klien
yang berbeda.
Secara komplek, Manuel Ramirez, 2015 (Wibowo & Anjar, 2017) menjelaskan
bahwa
". The multiculturalmodel has two categories of goals: individual and
institutional, or societal, goals. Individual goals emphasize self-understanding
and self-acceptance. In addition, the model encourages understanding the
effects of person environment fit on personality development and adjustment.
Multicultural therapy seeks to empower the client to produce significant
environmental changes. Institutional and societal goals focus on the
identification andelimination of barriers to multicultural development, and on
replacing thosebarriers with the positive politics of diversity in families,
interpersonal relationships, institutions, and in society as a whole".
Pelaksanaan konseling multikultural bukan sekedar tercapainya pemahaman
dan penerimaan diri individu, akan tetapi secara luas mencakup berbagai
pengentasan kecemasan akibat perubahan sosial, hubungan interpersonal,
hubungan dengan lingkungan dan lain lain yang disebabkan berbagai hal baik
perubahan paradigm kebijakan, teknologi dan lain lain. Berupaya menyadarkan
konseli agar bisa mengahasilkan perubahan lingkungan yang signifikan, tujuan
institusional dan sosial berfokus pada identifikasi hambatan yang bersumber dari
kondisi multikultur dan menghambat perkembangan multikultur itu sendiri serta
menggantikan daerah dengan politik positif keragaman dalam keluarga, hubungan
interpersonal, institusi dan masyarakat secara keseluruhan.
Tantangan Konselor dalam Konseling Multikultur Abad 21
Tantangan bagi konselor mempengaruhi etika profesional dalam bekerja,
mempengaruhi kepribadian termasuk kesadran diri profesional dan keterampilan
konselor. Pedersen 1997, (Ahmed, et all. 2011).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI