Mohon tunggu...
Fahmi Rijal
Fahmi Rijal Mohon Tunggu... -

"Walau huruf habislah sudah, alifbataku belum sebatas Allah..." {Sutardji Calzoum Bachri}

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan Turun

5 Januari 2013   11:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:29 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

t(^.^t)

Hujan turun tak menentu di Pekanbaru. Entah artikel apa yang kubaca, tapi disitu tertulis bahwa hujan mempunyai melodi tersendiri yang sangat menenangkan umat manusia. Tentu sajalah, hujan adalah alam, melodi hujan adalah melodi alam, dan melodi alam tentu saja adalah melodi Tuhan. Jauh prestise-nya di atas melodi do sampai do lagi yang kita ciptakan. Maka kawan, kukatakan bahwa artikel itu benar adanya. Yang kau perlu lakukan hanya mendengarkan. Hujan sangat menenangkan.

Ketenangan yang tiada dua. Yang selalu membuatku melihat DIA.

Ada sesuatu yang mestinya kuingat tentang DIA, tapi aku tak tahu apa. Hilang. Entahlah. Hanya saja aku tak bisa berhenti mentapNYA. Buka karena DIA manis. Bukan, karena disekitarnya juga banyak gadis manis lainnya. Hanya saja DIA berbeda, dan menganggu pikiranku akhir-akhir ini. Walau mataku rabun sekalipun aku tetap tahu kalau seorang wanita di kejauhan sana adalah DIA. Karena DIA berbeda.

“Hayoo, lagi lihat cewek kau yaaa...???” seru sebuah suara yang membuyarkan lamunanku. Entah sejak kapan, pemuda kurus ini sudah duduk disampingku.

Nggak ah... Lagi menung aja.” dalihku.

Pembicaraan kami pun bergulir, pembicaraan yang tidak terlalu penting dan tak perlu kujelaskan. Setelah itu aku pun masih memikirkanNYA. Lalu suatu kejadian terjadi beberapa hari kemudian. Di kantin, jam istirahat.

Suasana kantin saat itu sangat ramai penuh sesak. Aku sedang setengah melamun saat tak sengaja seseorang menabrakku.

“Ups... Maaf.” sahutku. Tak kupungkiri perasaanku bergetar saat menatapNYA langsung di depan mataku.

Hanya saja tanpa kumengerti, tiba-tiba DIA berbalik badan. Lalu berlari bahkan tanpa mempedulikan makanan kecilnya yang tadi terjatuh. Ini tidak wajar, tentu saja. DIA seakan-akan menghindar. Dan aku tahu DIA bukanlah seseorang yang tidak ramah. Tak tahulah aku darimana aku tahu, hanya saja aku merasa seperti sudah sangat tahu DIA, termasuk watakNYA.

Ini benar-benar tidak kumengerti apalagi setelah kulihat pergelangan tangannya. Tersemat gelang yang sama persis dengan gelang yang kukenakan. Aku tidak mengerti, benar-benar lupa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun