“Hajj, hajj,.....haram!, haram!, hajj, haram, haraaaam!”
(Ah, dia bukan mau melarang ini-itu, tapi cuma menawarkan mobilnya untuk mengangkut jema’ah ke Masjid Al-Haram. Mobilnya, sebuah Innova 2.700cc, tapi sudah penyok disana-sini, bertuliskan “Taxi” di lambungnya, tapi yaaaaaah, itu sebuah angkot ! Sialnya, oleh si Sopir, semua orang dipanggilnya dengan “Hajj”, biarpun rombongan si Orang Koplak baru beberapa menit sampai di Mekkah)
“How much?” Si Orang Koplak sok bahasa Enggres.
“Tiga riyal, jalan-jalan haram!” Seru si Sopir (esh, bisa bahasa Endonesia dia!)
“Dua riyal, ok?” Nawwwwaaaaaar, biasaaaa……
“Two Riyal okey, jalan Haram, Halal! (Nah lu, sekarang Haram dan Halal dicampur aduk…)
Dan naiklah si Orang Koplak bersama isteri. Sesampai di Masjid Al-Haram, 4 riyal (1 riyal kira-kira 3.400 rupiah) pun terbang untuk ongkos angkutan yg hanya menempuh jarak 2 km itu…..
“Aaaaah,….. Indone-es very good. You’re welcome, very-very welcome” (apa pulak gerangan permaksudan dia?)
“Aaaah……. Yaman is very good too” (ngawur saja, sebab gag ada orang Arab asli yg jadi sopir angkot). “Someday, man!….very-very someday!” (biar bingung sekalian)……
*
“I’m sorry, sir. May I borrow your phone? I’ve lost mine, and I must call this number immediately” desah seorang ‘lady’ mengenakan burqa seluruh tubuh dan wajah di pelataran Masjid Al Haram, dengan bahasa Inggris yg cukup lancar. Tapi, esh,……. nanti dululaaah. Nomor yg ditunjukkannya itu adalah sebuah nomer lokal Mekkah. Dan kalaulah dia bukan orang Mekkah pun, seharusnya dia liat kalo beberapa meter dari tempat itu, dibalik gerbang Masjid yg megah itu keliahatan beberapa ‘public-phone’ yg gratis digunakan siapa saja untuk menghubungi nomer lokal. Gratis, tis, tis, tisss!
Lantas, apa maunya si ‘lady’ dan gerombolannya ini? Biarpun hape si Orang Koplak itu hape jadul dan hanya bisa dipake buat esemes dan nelpon saja, tapi kan lucu kalo raib begitu saja di depan mata?
“No, thanks” berlagak bego.
“Excuse meeee. May I…..bla, bla, bla …..” Diulangi lagi. “Do you know what I’m talking about?” Sekarang kenceng….
“No, thanks” bukan cuma berlagak, tapi bego betulan.
Dan para ‘ladies’ tanpa wajah dan identitas itupun ngeloyor pergi, ngomel2 dalam bahasa aslinya. Males ah, buang waktu saja cari tau maunya dia apa benernya. Sorry, lady, I’m su’udzon!
Bab Tahallul.
Setelah melakukan lempar jumrah di Aqabah, usai sudah ritual berhaji dengan menggunakan pakaian ihram (buat laki-laki). Pakaian ihram yg ribet, berat dan merepotkan (yg harus dipakai sejak di Mekkah, wukuf semalam-2 hari di Arafah, bermalam tanpa tidur di Muzdalifah, dan berakhir dengan perjalanan berat jalankaki 7 km pulang pergi Mina-Jamrat (tempat lempar jumrah) dibawah sengatan matahari siang 47 derajat Celcius) sudah bisa dilepas dan diganti pakaian biasa. Proses tahallul awwal (cukur rambut sampai gundul-khusus buat laki-laki) pun dilakukan dengan euforia dan sukacita.
Beberapa hari kemudian sang rambut yg sudah dibasmi itu sudah tumbuh lagi bak alang-alang. Beberapa percakapan biasa yg penuh basa-basi pun terjadi “Wah, cepat sekali rambut saudaraku tumbuh?”, dengan jawaban standar yg juga penuh basa-basi “Ah biasa saja, rambut saudaraku haji X (nama orang yg bertanya) pun tumbuh cepat sekalee....”