Mula-mula pertanyaan seperti ini dijawab serius oleh si Orang Koplak “No, no, I’m original an Indonesian, bla, bla, bla.....”. Tapi lama-lama jengkel juga menjawab pertanyaan yg sama, apalagi yg nanya itu ....... sesama orang Indonesia “Sak karepmu wis......”.
Jelas mereka semua musti periksa matanya. Kena katarak atau tidak, karena si Orang Koplak (sebagai peserta Haji Minus) selalu membawa tas kecil dengan logo bendera dan tulisan “Indonesia”,...... sekali lagi “INDO-NESIA”, bukan “Indo-Hindi” atau “Indo-Pakistan”. Nggregetno tenan.............
Di Asrama Haji.
Sebagai peserta Haji Minus (maksudnya bukan Haji Plus), si Orang Koplak bersama rombongan harus menginap semalam di asrama haji embarkasi Bekasi untuk proses imigrasi dan check kesehatan terakhir, sebelum diterbangkan Saudia ke Jeddah via Halim Perdanakusuma. Semalam di asrama haji ini benar-benar suatu pengalaman menguji kesabaran habis-habisan. Misalnya saja sampai jam 01.00 dinihari masiiiih saja ada pengumuman yg disiarkan penyiar (yg rupanya sangat doyan ngobrol) “Ibu Parmi dari kloter 187 (kloter lain) ditunggu saudaranya.Parmo dari Warujayeng, dilobby. Sekian”. Menjelang jam 03.00 dini hari “Kloter 88 (juga bukan kloter si Orang Koplak) harap bersiap di lobby. Bis sudah menunggu!”.....Semalaman tanpa tidur itu membuat darah sudah naik ke kepala. Solusinya, ya harus mengorbankan jenggot selembar.......... “Adduh!” dan tensi pun turun lagi ke batas normal........
Di Muzdalifah.
Melaksanakan shalat Isya dan shalat subuh sambil memungut 7 butir kerikil (untuk melempar jumrah Aqabah) itu juga harus dilewatkan tanpa tidur. Bagaimana musti tidur kalau duduk saja di padang pasir itu gag bisa? Padang pasir yg dibatas pagar itu tidak sampai 1 hektar luasnya dan dijejali ratusan ribu manusia
“Bagaimana kita harus mencari batu kecil ditengah lautan manusia macam begini?” keluh marah teman si Orang Koplak. “Sabaaaar, perbanyak kesabaran sebanyak bulu di badan” jawab si Orang Koplak sok alim “Tapi.....adddduh! Marah ya marah, tapi kenapa jenggot gua yg lu cabut?.Si, si......si (esh, gag boleh memaki!) sing, sing sooooooo”..............
Ajaibnya semua orang bisa mendapat kerikil, bahkan bukan cuma 7 butir, tapi 100 butir untuk kebutuhan melempar jumrah yang lain.......
Bab Bahasa.
Meskipun banyak orang Indonesia bisa membaca, menulis bahkan hafal luar kepala semua ayat-ayat Al-Qur’an, tapi benar-benar dan betul-betul sedikit sekali dari jema’ah haji kita yg mampu berbicara dalam bahasa Arab!. Sialnya, orang-orang Arab itu (sebagai bangsa yg amat bangga dengan bahasanya, seperti orang Jepang, China dan tentunya orang Indonesia) juga amat minim menguasai bahasa lain, khususnya bahasa Inggris. Tapi komunikasi tetap jalan dengan menggunakan bahasa........ tarzan!
*