Sejak itu kujung tubuh Nyx mulai terasa meriang. Bulu romanya meremang. Tertatih-tatih Nyx mencari sudut tersepi. Meski gerbong kereta terakhir telah lama diseret ntah kemana, stasiun ini tak pernah benar-benar sepi. Â Lok Fu tak pernah ditinggalkan sendiri, selalu ada yang melintas meski hanya satu-dua, petugas kebersihan. Tidak demikian halnya dengan Nyx. Ia meringkuk sendiri, tampak sekarat. Kantung permennya tak lagi memuat. Malam ini manis kenyalnya terhisap lebih lezat. Kepala Nyx kian terasa memberat, berat...lalu Nyx tak ingat.
Di stasiun bawah tanah itu, lekas kutinggalkan Nyx. Aku tak dapat menyebut diriku seorang sahabat, namun aku juga bukanlah pengkhianat. Hanya tak baik bagiku terlalu lama bersamanya di saat Nyx tak lagi memancarkan cahaya. Jasad dinginnya kini mustahil ditinggali. Aku harus segera pergi. Mencari Nyx yang lain. Nyx yang tak ingin fitrah kembali. Nyx yang mudah dikelabui. Nyx yang  mempercayai bahwa Power(bukan poverty), money(bukan mosque), adalah mata kail yang takkan menyakiti. Sungguh tak sulit menemukan sosok Nyx semacam itu. Dari pengalamanku, banyak yang akan berlari, tergesa menghampiri. Dengan suka hati. Tanpa menimbang lagi..
[. Fin.]
*Nej (Swedish) : No
*Min lilla gumman (Swedish): My little girl
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H