Gen masih menyorot tajam tamu yang dipanggilnya Rin. Matanya tak jemu-jemu memandang. Ingin sekali diraihnya sosok yang sekian tahun ini telah menyiksa sekaligus menjadi muara kerinduannya. Apa daya perban sialan itu menghalanginya. Bahkan bergeser sedikit agar bisa mendekati sosok itupun, ia tak mampu. Gen hanya terduduk kaku.
“Inikah yang kau cari, Gen?” Rin mengeluarkan sehelai saputangan.
Gen berkaca-kaca mendapati citanya muncul kembali.
“Sudah berapa tahun umurnya, hm?” Rin bertanya.
Setitik air merebak di sudut mata Gen.
“Kita simpan saja saputangan itu ya?” ajuk Rin lembut. “Ini, aku sudah buatkan dua lusin saputangan serupa. Kau takkan kehabisan bahkan seandainya habis pun, aku akan buatkan saputangan sebanyak yang kau inginkan. Bagaimana?”
“Dengan motif sulaman yang samakah?” tanya Gen.
“Dengan motif sulaman yang sama,” jawab Rin tanpa keraguan.
“Dengan isi pesan yang samakah?” tanya Gen lagi.
“Dengan isi pesan yang sama,” jawab Rin penuh kepastian.
“Dengan tangan penyulam yang samakah?” Gen sepertinya tak kehabisan pertanyaan.