"Dasar sok alim!" begitu jeritnya, saat dua pahanya bahkan ia gratiskan. Tak perlu tip.
"Dasar manung! Manusia gunung tak tahu malu! Sudah putus barangkali urat malu dia itu!"
Benar. Aku memang tak tahu malu. Berkhotbah di depan ramai yang tak kenal rasa malu. Seperti para binatang yang memang tak ditakdirkan dengan rasa malu. Udik "Si Manung" tak habis pikir. Semua bea dia bayar tunai. Mengapa masih pula dipandang najis seperti pengemis hina? Apa salahnya memasuki kawasan ini tanpa membeli? Aku kemari untuk mencari adik perempuanku. Dia masih esempe tapi menghilang karena jiwa mudanya yang labil tergiur uang yang bisa diperolehnya dengan sangat mudah. Tak perlu pintar. Tak perlu kerja keras. Lumayan cantik. Cukup merangsang. Nanti dilatih goyang-goyang dan mengangkang. Itu semua cukuplah. Begitu bunyi penawarannya yang marak di semua media social.
"Adikmu mungkin sedang mentraktir gengnya di sebuah restoran cepat saji sambil berselfie," ujar seseorang yang nampak sangat kesepian. Menua menjadikannya jauh dari pelanggan. Entah apa yang membuatnya bertahan di kawasan. Dan mengapa pula Tuhan tak menyeretnya saja ke pengajian?
"Siapa?"
"Aku mencari kakak perempuanku yang gagal memendam rindu pada produk-produk ternama dari designer kondang. Lalu hilang akal saat ditawarkan sekarung uang dalam waktu tak berkurun. Konon di kawasan ini ia dapat kutemukan," Udik menjelaskan.
"Kau bukan hendak membeli tapi sekedar mencari? Siapa yang kau cari?"
"Aku mencari tetanggaku, ibu si Amin, ibu si Bunga. Aku juga mencari budeku, bibiku, keponakan perempuanku, dan semua kerabatku yang sangat dimuliakan derajatnya oleh Sang Pencipta namun dengan berbagai alasan memilih tinggal di kawasan ini. Yang paling klasik adalah alasan penghasilan demi kehidupan yang butuh ditunjang. Untuk apa akal dan kesihatan kalau tak digunakan untuk berupaya sekuat tenaga? Tak ada kerja dan lahan hanyalah ragam alasan dibalik keengganan bermandi keringat halal. Dan kalau benar tak ada kerja, tak ada lahan, mintalah pada para raja karena kewajiban mereka untuk mengupayakan kesejahteraan kalian," si Udik kumat, mulutnya berbuih-buih lontarkan kalimat yang dia percayai penuh azimat.
"Tangkap orang sok suci itu!"
"Kaparkan orang sok benar itu!"
"Bungkam orang sok religius itu!"