"Ibumu belum saya kasih kabar. Mungkin untuk sementara ini ibumu tidak perlu diberi tahu dahulu. Saya takut dia kaget dan terjadi apa-apa padanya. Bukankah kamu tahu sendiri kan kondisi ibumu?"
"Iya Pak," perkataan Pak Dono benar juga. Tapi aku masih kebingungan, pada akhirnya ibu pastinya akan tahu kondisiku yang lagi kacau seperti ini.
Seolah tahu isi pikiranku, Pak Dono berkata, "Tenang saja, Nak. Nanti Bapak pikirkan cara mengabari ibumu."
"Bagaimana Pak Dono bisa menemukan saya waktu itu?" Rasa penasaranku membuat aku menanyakan hal ini.
"Waktu itu saya baru saja balik dari lokasi kerja. Untung saat itu saya dapat kerjaan di sekitaran lingkungan itu. Lalu saya melihat kamu tergeletak di jalan. Kata seorang pedagang kaki lima di situ, orang-orang tidak ada yang mau mendekati kamu. Katanya kamu sudah tergeletak agak lama." Pak Dono sejenak menjeda ceritanya.
"Saya heran kok bisa seperti itu kejadiannya," Pak Dono kembali menjeda ceritanya. Tapi wajahnya sedikit melukiskan kebingungan. "Lalu saya hubungi teman saya yang bagian pegang mobil pick up, meminta tolong dia membantu saya mengantarmu ke rumah sakit sambil membawa motor kamu."
"Sekali lagi terima kasih, Pak Dono," ucapku kembali. Saat ini tak ada yang bisa aku lakukan untuk orang baik ini selain mengucap terima kasih.
Pak Dono hanya tersenyum, "Yang penting, kamu renungkan peristiwa ini. Jangan sampai terulang lagi."
"Pikirkan bagaimana perasaan ibumu yang di rumah? Pikirkan bagaimana jika kamu waktu itu menabrak orang lain? Mungkin ini pertanda dari Yang Maha Penyayang untuk kamu renungkan."
Pikiranku menerawang mencoba benar-benar meresapkan ucapan Pak Dono ke alam pikiran dan alam emosiku.
Tapi suara langkah kaki mengganggu pemikiranku. Seorang ibu perawat mendekati ranjang tempat aku berbaring.