Mohon tunggu...
Januminro Bunsal
Januminro Bunsal Mohon Tunggu... -

Peminat masalah kebudayaan dayak, tanaman rotan, Pengembangan Ekonomi Lokal dan Kerelawanan Lingkungan serta traveling.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Implikasi Pembentukan Daerah Otonom Ibukota Pemerintahan NKRI di Kalimantan Tengah*)

19 September 2018   15:29 Diperbarui: 19 September 2018   17:39 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ir. Januminro, M.Si

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Palangka Raya

januminro@ymail.com

*) Paper : Seminar Nasional Wacana Pemindahan Ibukota Pemerintahan ke Palangka Raya, Kerjasama Pemerintah Kota dgn Program Vokasi UI, Hotel Pulman, 18 September 2018.

Abstrak

Paper ini membahas tentang " Implikasi Pembentukan Daerah Otonom  Sebagai  Ibukota Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia di Kalimantan Tengah", dengan identifikasi permasalahan sebagai berikut  1). Bagaimanakah pengaturan pembentukan daerah otonom baru di Kalimantan Tengah sebagai lokasi Ibukota Pemerintahan. 2). Sejauhmana Implikasi Pemindahan Ibukota Pemerintahan, secara keseluruhan atau hanya sebagian wilayah Kota Palangka Raya.

        Metode yang digunakan dalam penyusunan paper dilakukan dengan penelaahan atas dokumen yang tersedia dari aspek yuridis normative,  komparatif dan historis.  

        Hasil dari penulisan ini adalah : 1). Pembentukan daerah otonom baru sebagai Ibukota Pemerintahan, sulit terpenuhi mengacu pada pasal 32 Undang Undang No. 23 Tahun 2014, acuan yang tepat mengacu dengan Undang-Undang Dasar 1945, pasal 18B ayat (1).   Persoalan akan muncul, terkait adanya dualisme dengan  Undang-Undang Nomor : 29 Tahun 2007 Tentang Provinsi DKI  Jakarta sebagai Ibukota NKRI. 2). Pemindahan Ibukota Pemerintahan ke Kota Palangka Raya, akan memiliki konsekuensi Kota Palangka Raya akan menjadi daerah otonom baru, berdiri sendiri, bukan lagi menjadi Ibukota dan bagian Propinsi Kalimantan Tengah, Kapasitas Pemerintahan dan Kelembagaan akan meningkat dari Jabatan Walikota menjadi   setingkat Gubernur, diikuti peningkatan status kelembagaan politik DPRD, Forkopimda, dan Organisasi Perangkat Daerah. 3). Adanya usulan   baru yang memasukan hanya sebagian wilayah Kota Palangka Raya sebagai lokasi Pemindahan Ibukota Pemerintahan,  dapat berimplikasi : a). Pemerintah Kota Palangka Raya harus melakukan pemisahan 2 Ibukota Kecamatan (Bukit Batu dan Rakumpit)  dari sebelumnya 5 Kecamatan, hal tersebut mengharuskan Pemerintah Kota Palangka Raya melakukan pemekaran Kecamatan menjadi minimal 4 Kecamatan sebagai standar pembentukan Kota; b). Numenklatur Palangka Raya tidak tepat digunakan sebagai nama lokasi Ibukota Pemerintahan, karena cikal bakal nama Palangka Raya adalah pengganti nama Pahandut yang berkedudukan di Kecamatan Pahandut;  c). Munculnya wacana lokasi lain, dimaknai  mengesampingkan cita-cita awal Palangka Raya sebagai lokasi pemindahan Ibukota Pusat Pemerintahan.

        Mengingat Pemindahan Ibukota Pemerintahan memerlukan pembiayaan dan rentang waktu  yang panjang untuk persiapan dan penyediaan infrastruktur pendukung yang layak, maka langkah cepat yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat adalah menerbitkan  Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah tentang Persiapan Pemindahan Ibukota Pemerintahan,  atau dalam bentuk  Keputusan Presiden untuk menetapkan Tim Terpadu yang bertugas mempersiapkan Pembentukan Daerah Otonom Baru  sebagai lokasi Pemindahan Ibukota Pemerintahan.

 Kata Kunci : daerah otonom baru, ibukota negara

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

        Cita-cita dan semangat  menjadikan Kota Palangka Raya sebagai calon Ibukota masa depan Indonesia,   atau pusat pemerintahan selalu muncul dan berkembang di setiap masa pemerintahan. Sejak era Presiden pertama RI Soekarno, Soeharto, Susilo Bambang Yudhoyono  sampai terakhir Presiden Joko Widodo, wacana ini terus berkembang tanpa pernah direalisasikan.

       Rencana pemindahan Ibukota Pemerintahan atau Ibukota Negara ke Palangka Raya secara historis dicetuskan untuk pertama kali oleh Presiden Soekarno saat melakukan kunjungan dan melakukan pemancangantiang pertama dimulainya pembangunan Kota Palangka Raya sebagai ibukota Propinsi Kalimantan Tengah. Tindaklanjut, dibuatlah desain Kota Palangka Raya, yang mengabdopsi konsep kota metropolitan dunia lainnya seperti Washinton DC di Ameriuka Serikat, Berlin di Jerman dan Roma di Italia (Siyok dan Tiwi Etika,  2014, p.45).

       Untuk membuktikan dukungan kesiapan Palangka Raya sebagai calon lokasi pemindahan Ibukota Pemerintahan, maka para tokoh inisiatip dan pencentus pendirian Propinsi Kalimantan Tengah, menyiapkan kawasan seluas 240.00 Hektar . Data terakhir luas wilayah administrasi Kota Palangka Raya 2.678,51 Km (267.851 Ha). Penyediaan kawasan tersebut, menjadikan Palangka Raya sebagai Kota dengan wilayah daratan terluas di Indonesia.

       Pemerintah Kota Palangka Raya di era Walikota H.M. Riban Satia, telah melakukan berbagai langkah untuk menyiapkan Palangka Raya sebagai calon lokasi pemindahan Ibukota, dengan melakukan Kajian  Rencana Pemindahan Ibukota Negara ke Palangka Raya bekerjasama dengan Universitas Indonesia. Kajian yang dilakukan tersebut,  lebih fokus melakukan kajian pada kawasan Kota Palangka Raya, dan belum mempertimbangkan munculnya usulan lokasi yang menempatkan hanya sebagian wilayah Kota Palangka Raya sebagai calon lokasi pemindahan.

       Presiden Jokowi saat melakukan kunjungan ke Palangka Raya bulan Desember 2016, meminta kepada Gubernur Kalimantan Tengah untuk menyediakan kawasan seluas 300.000 hektar sebagai lokasi calon Ibukota Pemerintahan RI. Gubernur Kalimantan Tengah telah menyampaikan usulan lokasi sesuai dengan Surat No. 522.1.100/147/Dishut tanggal 17 Januari 2017. Cakupan lokasi yang diusulkan meliputi  Kota Palangka Raya (119.736 Ha), Kab. Katingan (81.308 Ha) dan Kab. Gunung Mas (98.956 Ha).

       Kajian lokasi pemindahan Ibukota Pemerintahan, telah dilakukan   Direktorat Penataan Kawasan, Direktorat Jenderal Tata Ruang, Kementrian  Agraria dan Tata Ruang/BPN. Lokasi kajian dilaksanakan pada kawasan seluas 401.364,16 Hektar, meliputi wilayah Kabupaten Katingan, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau dan Kota Palangka Raya (Direktorat Penataan Kawasan Direktorat Jenderal Tata Ruang, Kementerian Tata Ruang/BPN, 2018, p.3).

       Sejak diusulkannya kawasan seluas 300.000 hektar, yang lokasinya hanya mencakup sebagian kecil Kota Palangka Raya, maka saat ini ada 2 wacana yang muncul berkenaan dengan lokasi pemindahan Ibukota Pemerintahan ke Kalimantan Tengah. Wacana yang pertama, Kota Palangka Raya menjadi lokasi pemindahan sesuai aspirasi awal pembangunan dan luas kawasan yang sejak awal telah disiapkan. Kemudian  muncul wacana yang kedua sesuai  dengan usulan Gubernur Kalimantan Tengah,  yang mencakup beberapa Kecamatan/Desa di wilayah  Kota Palangka Raya, Kab. Gunung Mas, dan Kabupaten Katingan.

       Pemindahan Ibukota Pemerintahan ke wilayah Kalimantan Tengah, prinsipnya adalah pembentukan daerah otonom baru, yang harus melalui tahapan sesuai dengan mekanisme yang menjadi acuan dasar pembentukannya. Selain itu, penentuan lokasi yang tepat sebagai lokasi daerah otonom, harus mempertimbangkan   aspek historis, selain aspek Politik, Hukum dan cakupan wilayah.

2.  Permasalahan

       Ada beberapa permasalahan yang akan muncul apabila pemindahan ibukota Negara/Pemerintahan RI itu benar-benar terwujud tidak sekedar wacana, yang dimunculkan setiap pergantian Presiden.

        Permasalahan yang akan muncul tersebut minimal terkait :

  • Bagaimanakah pengaturan pembentukan daerah otonomi baru di Kalimantan Tengah sebagai lokasi Ibukota Pemerintahan.
  • Sejauhmana Implikasi Pemindahan Ibukota Pemerintahan, secara keseluruhan atau hanya sebagian wilayah Kota Palangka Raya.

 

B.  KAJIAN PUSTAKA

       Berdasarkan informasi dari buku Selayang Pandang Kota Palangka Raya (2011) "sejarah pembentukan Pemerintahan Kota Palangka Raya merupakan bagian integral dari pembentukan daerah Provinsi Kalimantan Tengah yang ditetapkan melalui penerbitan Undang-Undang Darurat No. 10 Tahun 1957, lembaran Negara No. 53 berikut penjelasannya (Tambahan Lembaran Negara Nomor 1284) yang berlaku sejak tanggal 23 Mei 1957, yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pembentukan Daerah Swatantra daerah Provinsi Kalimantan Tengah. Kemudian melalui penetapan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958, Parlemen Republik Indonesia tanggal 11 Mei 1959 mengesahkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959, yang menetapkan pembagian Provinsi Kalimantan Tengah dalam 5 (lima) Kabupaten dan Kota Palangka Raya sebagai Ibukotanya (Bappeda, 2014, p.5).

        Pemindahan tempat dan kedudukan Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah ke Palangka Raya terlaksana terhitung sejak tanggal 20 Desember 1959. Penetapan pemindahan tersebut dilaksanakan sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tanggal 22 Desember 1959 dengan nomor : Des.52/12/2-26. Kota Palangkaraya merupakan bagian integral dari pembentukan Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957. Berdasarkan pada Undang-Undang No. 21 Tahun 1958, kemudian Parlemen Republik Indonesia tanggal 11 Mei 1959 mengesahkan kembali Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959, yang menetapkan pembagian Provinsi Kalimantan Tengah dalam 5 (lima) Kabupaten dan Palangka Raya sebagai ibu kotanya.  Palangkaraya sendiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 adalah nama pengganti dari ibu kota Provinsi yang dulunya bernama Pahandut, kini menjadi nama kecamatan di Palangkaraya (Bappeda, 2014, p.5).

       Rencana kawasan pembangunan ibu kota Palangkaraya mencakup areal seluas 2.400 km persegi atau tiga kali lipat luas Jakarta. Lahan seluas itu dirasa cukup untuk menanggung beban sebuah kota metropolitan. Rencananya, seluruh tata kota Palangkaraya akan selesai pada tahun 1975.  Saat peresmian dan peletakan pembangunan Kota Palangka Raya, Presiden Soekarno, mengharapkan Kota Palangka Raya akan menjadi Kota model dan modal (Bappeda, 2014, p.6).

       Pada 17 Juli 1957, Presiden Soekarno melakukan seremoni pemancangan tiang pertama pembangunan kota Palangkaraya. Ikut dalam peresmian ini duta besar Rusia DA Zukov, duta besar Amerika Serikat Hugh Cumming Jr, menteri-menteri, dan pegawai istana. Kota baru ini kemudian diberi nama Palangka Raya atau Palangkaraya. Kata 'Palangka' sendiri mempunyai suatu arti gandar atau istilah lain tempat yang suci diturunkan dari langit ketujuh, dan 'Raya' artinya besar. Sehingga artinya tempat suci yang besar. Nama Palangkaraya juga sebuah keyakinan bahwa manusia pertama yang menjadi nenek moyang suku Dayak diturunkan ke bumi oleh Ranying Hatalla (Tuhan) dengan kendaraan Palangka Bulau. Palangka berarti gandar atau istilah lain tempat sajen dan kata Bulau dengan istilah lain sebagai  emas. Menurut Gubernur Kalimantan Tengah saat itu Tjilik Riwut, di Indonesia hanya ada dua ibu kota yang memakai 'Raya', yaitu Jakarta Raya dan Palangka Raya. Menurutnya, Palangka Raya adalah ibu kota pertama di Indonesia yang murni dibangun oleh karya anak bangsa sendiri, di alam merdeka, dan bukan peninggalan Belanda (Siyok dan Tiwi Etika, 2014,  pp. 42-43)

        Berdasarkan data  terakhir Kota Palangka Raya memiliki luas   2.678,51 Km2 ( 267.851 Ha). Wilayah Kota Palangka Raya terdiri dari 5 (lima) Kecamatan yaitu Kecamatan Pahandut, Kecamatan Sabangau, Kecamatan Jekan Raya, Kecamatan Bukit Batu dan Kecamatan Rakumpit dengan luas masing-masing 117,25Km2, 583,50 Km2, 352,62 Km2, 572,00 Km2 dan 1.053,14 Km (Bappeda, 2014, p.9).

       Secara resmi Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran (2017, p.5), telah membuat surat usulan No. 522.1.100/160/Dishut tanggal 17 Januari 2017 perihal Mohon konfirmasi fungsi kawasan  pada areal Rencana Ibukota Pemerintahan RI di Propinsi Kalimantan Tengah. Dalam surat tersebut Pemerintah Kalimantan Tengah telah mengalokasikan kawasan seluas 300.000 Ha, yang terletak di Kota Palangka Raya (119.736 Ha), Kabupaten Katingan (81.308 Ha) dan Kabupaten Gunung Mas (98.955 Ha).

       Kemudian Direktorat Penataan Kawasan Direktorat Jenderal Tata Ruang, Kementerian Tata Ruang/BPN (2018, p.3), telah melakukan kompilasi Data dan Kajian Awal Kesesuaian Lahan Lokasi Pemindahan Ibukota Negara di Kalimantan Tengah, dengan luas keseluruhan 401.364,16 Hektar, yang terbagi pada Kota Palangka Raya seluas 125.710,11 Ha (31,32 %), Kabupaten Gunung Mas seluas 147,603,74 Ha (36,78 %), Kabupaten Katingan seluas 127.244, 09 Ha (31,70 %), dan Kabupaten Pulang Pisau seluas 806,23 Ha (0,20 %).

       Sementara itu Pemerintah Kota Palangka Raya, tahun 2014 telah memiliki dokumen Laporan Akhir Kajian Makro Optimalisasi Ruang Kota Palangka Raya 2045 bekerjasama dengan Program Vokasi Universitas Indonesia.   Berdasarkan hasil kajian, Konsep Tata Ruang Kota Palangka Raya terbagi menjadi 2 (dua) pusat pengembangan wilayah.  Di mana salah satu titiknya adalah Kawasan Kota Baru.  Kawasan Kota baru ini berada di bagian utara Kota Palangka Raya, tepatnya berada di sekitar Kelurahan Petuk Bukit. Di dalam kawasan ini akan dibangun beberapa fasilitas pendukung kegiatan pemerintahan, diantaranya adalah Istana Negara, Kantor Pemerintahan Negara dan berbagai kantor pusat untuk kementerian -- kementerian negara. Ada beberapa hal yang menjadi alasan utama daerah ini dijadikan sebagai pusat pengembangan pemerintahan. Pertama, memadainya lahan yang ada di daerah ini, yaitu berupa lahan pertanian kering. Kedua, masih belum banyaknya aktivitas atau lahan terbangun yang signifikan sehingga masih dapat dilakukan perubahan dalam peruntukkan lahannya. Ketiga, daerah ini dekat dengan jalan nasional sehingga memudahkan akses dari dan ke luar Kota Palangka Raya khususnya untuk menghubungkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Kalimantan Tengah (Bappeda dan Program Vokasi UI,  2014, p.94).

        Selain digunakan sebagai pusat pemerintahan, di bagian utara dari kawasan ini memiliki potensi terbesar untuk pertambangan batu bara. Lalu untuk membuat kawasan ini dapat melaksanakan program pemerintahan dengan baik, maka akan dikembangkan pula kawasan lainnya seperti kawasan komersial, permukiman, perbaikan infrastruktur, pembuatan bendungan untuk memperbaiki ketersediaan air di kawasan tersebut, dan lain-lain (Bappeda dan Program Vokasi UI,  2014, p.94).

       Sistem Pemerintahan pada Negara Kesatuan Republik Indonesia telah termaktub dalam Pasal 18 ayat (1) yang dinyatakan bahwa : "Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah daerah provinsi dan daerah provinsi itu terbagi atas kabupaten dan kota, yang setiap wilayah provinsi, kabupaten, dan kota tersebut mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur melalui undang undang.  Pada ayat (2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan".  

       Selain itu pada pasal 18B ayat  (1) "Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang undang".

       Mengacu pada pasal 32 Undang-Undang Nomor : 23 Tahun 2014,  pelaksanaan pembentukan daerah otonom baru dapat ditempuh dengan mekanisme pemekaran daerah dan penggabungan daerah.   Khusus berkaitan dengan pemekaran daerah, maka pada pasal 33 Ayat (1) Undang-Undang Nomor. : 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa pemekaran daerah dapat ditempuh dengan pemecahan daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota menjadi 2 (dua) daerah atau lebih daerah baru atau penggabungan bagian daerah dari daerah yang bersanding dalam satu daerah provinsi menjadi satu daerah (Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, p.25).

        Kemudian untuk melakukan pemekaran satu daerah Provinsi ataupun daerah Kabupaten/Kota  berpedoman dengan  pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor. : 23 Tahun 2014 menegaskan. bahwa daerah   yang akan dimekarkan tersebut harus terlebih dahulu dilaksnakan melalui tahapan daerah persiapan selama 3 (tiga) tahun, hal itu dimaksdukan agar daerah baru yang akan dimekarkan tersebut saat telah menjadi   satu daerah baru  akan lebih  siap secara otonom dan mandiri dalam   mengatur    daerahnya dan kelak tidak akan  membebani daerah asalnya (Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, p.29).

       Adapun tahapan yang harus dipenuhi dalam rangka pembentukan daerah persiapan sebagaimana telah diatur  dalam Pasal 34 Ayat (1) Undang-Undang Nomor : 23 Tahun 2014, harus dapat  memenuhi 2 (dua) persyaratan. Pertama adalah persyaratan dasar yang dimana persyaratan dasar tersebut dapat terbagi atas persayaratan dasar kewilayahan yang mencakup hal-hal sebagai berikut : 1). luas wilayah minimal; 2). jumlah penduduk minimal; 3). batas wilayah; 4). cakupan wilayah; 5). Adanya batas usia minimal untuk daerah provinsi,  daerah Kab./kota, dan kecamatan. Persayaratan dasar kedua yang harus dipenuhi adalah persyaratan kapasitas daerah yang meliputi : 1) Geografi,2) Demografi,3) Keamanan,4) Sosial politik, adat istiadat, dan tradisi, 5) Potensi ekonomi, 6) Keuangan daerah, 7) Kemampuan penyelenggaran pemerintahan.  Persyaratan kedua yang harus dipenuhi untuk pembentukan daerah persiapan adalah persyaratan administratif, yang dimana dalam persyaratan administratif terbagi lagi atas persyaratan administratif untuk pembentukan daerah persiapan provinsi dan pembentukan daerah persiapan kabupaten/kota (Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, pp. 25-26).

        Kemudian menyangkut  persyaratan administratif yang harus dipenuhi agar dapat terpenuhinya pembentukan daerah persiapan provinsi adalah sebagai berikut:

  • Adanya Persetujuan bersama DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah daerah persiapan;
  • Adanya Persetujuan bersama DPRD Provinsi induk dan Gubernur daerah Provinsi induk (Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, p. 28).

       Terkait dengan adanya persyaratan cakupan wilayah sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang  Nomor. 23 Tahun 2014, sebagaimana tertuang dalam  pasal 34 ayat (2) huruf d mencakup  :

  • paling tidak mencakup minimal  5 (lima) Daerah Kab/Kota untuk dapat  membentuk Daerah provinsi;
  • paling tidak mencakup minimal 5 (lima) wilayah Kecamatan untuk pembentukan Daerah kabupaten; dan
  • paling tidak mencakup minimal 4 (empat) wilayah Kecamatan untuk pembentukan Daerah kota (Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, p. 26).

       Untuk penggabungan daerah telah diatur dalam pasal 44 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014, dengan persyaratan cakupan wilayah dengan cara :

a.  menggabungkan  2 (dua) Daerah kab/kota atau lebih yang bersanding dalam satu Daerah provinsi menjadi Daerah kab/kota baru; dan

b.  menggabungkan  2 (dua) Daerah provinsi atau lebih yang bersanding menjadi Daerah provinsi baru (Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, p. 26).

        Sebagaimana kita ketahui, sampai saat ini satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus,   yaitu DKI Jakarta yang ditetapkan melalui Undang Undang No. UU No. 29 Tahun 2007 Tentang Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta sebagai Ibukota NKRI atau Ibukota Pemerintahan (Undang-Undang No. 29 Tahun 2007, p.1).

C.   METODE PENULISAN 

       Metode penulisan dan penyusunan paper ini  bersifat studi pustaka, yang dilakukan dengan menghimpun informasi yang relevan dengan judul dan topik untuk dijadikan landasan penelaahan dari aspek yuridis normative,  komparatif dan historis.

D.  HASIL DAN PEMBAHASAN

      Mengacu pada aturan pembentukan daerah otonomi baru yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014, maka pembentukan daerah otonomi yang akan menjadi Ibukota Pemerintahan di wilayah Kalimantan Tengah terutama pada wilayah yang telah diusulkan oleh Gubernur Kalimantan Tengah atau Kota Palangka Raya, tidak dapat ditempuh dengan berpedoman dengan pasal 32, 33, 34, 35, 36,  dan 44 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,  mengingat wilayah yang akan dimekarkan dan atau digabung sebagai daerah otonom baru tersebut  :

  • Secara administrasi sebatas penggabungan beberapa Kecamatan dan Desa yang menjadi bagian wilayah administrasi Kota Palangka Raya, Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Katingan dengan luas keseluruhan  300    Hektar versi Ususlan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor : 522.1.100/147/Dishut tanggal  17 Januari 2017, dan seluas 401.364,16 Hektar sesuai kajian awal Direktorat Penataan Kawasan Direktorat Jenderal Tata Ruang, Kementerian Tata Ruang/BPN.
  • Banyak aspek persyaratan dasar kewilayahan dan kapasitas daerah yang sulit untuk dipenuhi, yang menjadi persyaratan pembentukan daerah otonom baru.

Adapun faktor yang dapat menghambat antara lain menyangkut Persyaratan dasar Kewilayah dan Persyaratan Dasar Kapasitas Daerah. Khusunya dalam kaitan dengan pembentukan daerah otonom baru setingkat daerah Provinsi, berdasarkan pada pemekaran wilayah minimal dengan cakupan wilayah 5 wilayah Kabupaten Kota (pasal 35 angka (4) hurup a UU No. 23 Tahun 2014).

Sedangkan persyaratan cakupan wilayah untuk penggabungan untuk membentuk daerah otonom baru sesuai pasal 34 ayat (1), dapat dilakukan dengan  :

  • Menggabungan 2 (dua) wilayah adminstrasi Daerah kabupaten/kota atau lebih yang bersanding dalam satu Daerah provinsi menjadi Daerah kabupaten/kota baru; dan
  • Menggabungkan 2 (dua) wilayah administrasi atau Daerah Provinsi atau lebih yang bersanding menjadi Daerah Provinsi baru (UU No. 23 Tahun 2014, p.32.).

       Salah satu pendekatan yang tepat  untuk membentuk daerah otonom baru sebagai Ibukota Pemerintahan, adalah mengacu mengacu dengan Undang-Undang Dasar 1945, pasal 18B ayat (1), dengan menerbitkan Undang-Undang yang menetapkan wilayah yang telah diusulkan di wilayah Kalimantan Tengah (Palangka Raya) sebagai Daerah Khusus Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persoalan akan muncul, terkait adanya dualisme dengan  Undang-Undang No. 29 Tahun 2007 Tentang Propinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dualisme Undang-Undang yang secara substansi mengatur daerah otonom dengan spesifikasi Daerah Khusus Ibukota Pemerintahan/Negara, akan dapat memicu perdebatan dan tarik ulur kepentingan di kalangan eksekutif, legislative dan yudikatif.

       Pembentukan daerah otonomi baru yang lokasinya berada di Kalimantan Tengah, akan memicu perdebatan  terkait dengan dualisme, berkenaan adanya 2 daerah otonomi khusus sebagai ibukota Negara.  Apakah dimungkinkan ada 2 Ibukota Pemerintahan ? Karena semangat dan wacana yang muncul sejak awal adalah pemindahan, maka pembentukan Undang-Undang daerah otonom baru sebagai Ibukota Pemerintahan, secara otomatis akan menghapus predikat Jakarta sebagai Daerah Khusus Ibukota (DKI).

       Kedepan yang diperlukan adalah komitmen dari semua fihak, untuk secara sungguh-sungguh dan bijak untuk mempercepat proses pembentukan daerah otonom baru dan pemindahan Ibukota Negara dari Jakarta ke Kalimantan Tengah,  tidak sekedar wacana semata.

       Laporan Akhir Kajian Makro Optimasi Ruang Kota Palangka Raya 2045  secara substansi belum mempertimbangkan munculnya usulan Gubernur Kalimantan Tengah, yang hanya memasukan sebagian Kota Palangka Raya sebagai lokasi calon pemindahan Ibukota Pemerintahan. Artinya Kajian yang telah dibuat tersebut, belum mempertimbangkan calon lokasi sesuai dengan usulan Gubernur Kalimantan Tengah yang hanya memasukan sebagian wilayah administrasi Kota palangka Raya.

      Untuk itu perlu ada kesiapan terkait, masuknya hanya sebagian wilayah Kota Palangka Raya sebagai calon lokasi pemindahan Ibukota Pemerintahan. Kesiapan tersebut meliputi opsi-opsi terkait pemisahan sebagian wilayah dan pemekaran ulang wilayah Kecematan untuk memnuhi standar pembentukan sebuah daerah otonom Kota.

     Harus dipahami, pemindahan Ibukota Pemerintahan dari Jakarta ke wilayah lain identik dengan pembentukan daerah otonom baru yang bersifat Khusus sebagai Ibukota Pemerintahan. Pemindahan Ibukota pemerintahan, bukan sekedar memindahkan bangunan fisik simbol-simbol Pemerintahan dan membangun infrastruktur pendukung.

       Pemindahan Ibukota Pemerintahan ke Kota Palangka Raya, akan memiliki konsekuensi antara lain :

  • Kota Palangka Raya akan menjadi daerah otonom baru, berdiri sendiri.
  • Bukan lagi menjadi Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah;
  • Bukan lagi secara administrasi dan  Tata Ruang bagian Propinsi Kalimantan Tengah.
  • Kapasitas Pemerintahan dan Kelembagaan akan meningkat dari Jabatan Walikota menjadi   setingkat Gubernur, diikuti peningkatan status kelembagaan politik DPRD, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), dan Organisasi Perangkat Daerah.

       Adanya usulan   baru  dari Gubernur Kalimantan Tengah, yang memasukan hanya sebagian wilayah Kota Palangka Raya sebagai lokasi Pemindahan Ibukota Pemerintahan,  dapat berimplikasi :

a). Pemerintah Kota Palangka Raya harus melakukan mengeluarkan atau memisahkan 2  (Ibukota Kec. Bukit Batu dan Rakumpit) yang masuk dalam bagian wacana lokasi pemindahan Ibukota Pemerintahan. Pengurangan 2 Kecamatan tersebut, berakibat luas dan jumlah kecamatan di wilayah Kota Palangka Raya tersisa 3  dari sebelumnya 5 Kecamatan, hal tersebut mengharuskan Pemerintah Kota Palangka Raya melakukan pemekaran Kecamatan menjadi minimal 4 Kecamatan sebagai standar pembentukan Kota;

b). Numenklatur Palangka Raya tidak tepat digunakan sebagai nama lokasi Ibukota Pemerintahan, karena cikal bakal nama Palangka Raya adalah pengganti nama Pahandut yang berkedudukan di Kecamatan Pahandut. Dalam usulan lokasi peminadahan versi Gubernur Kalimantan Tengah, hanya 2 Kecamatan diluar Kecamatan Pahandut, Jekan Raya dan Sabangau.

c) Munculnya wacana lokasi lain, dimaknai  mengesampingkan cita-cita awal Palangka Raya sebagai lokasi pemindahan Ibukota Pusat Pemerintahan.

        Berkenaan dengan pembentukan daerah otonom baru sebagai Ibukota Pemerintahan, maka Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah harus dapat mengantisipasi, mengeluarkan Kota Palangka Raya dari wilayah administrasi Propinsi Kalimantan Tengah. Dengan dikeluarkannya dan dijadikannya Palangka Raya sebagai daerah otonom,  maka secara otomatis Kota Palangka Raya bukan lagi menjadi Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah. Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah, harus sejak awal menyiapkan calon lokasi daerah otonom baru sebagai Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah.

        Penetapan daerah otonomi baru  pada seluruh wilayah Kota Palangka Raya atau sesuai usulan Gubenur pada 3 wilayah Kab/Kota, akan memberikan implikasi pengurangan wilayah administrasi Propinsi Kalimantan Tengah, secara politik proses pengurangan wilayah dan pengusulan sebagian wilayah administrasi tersebut harus mendapat persetujuan secara berjenjang dari Pemerintah dan DPRD Kabupaten Katingan, Gunung Mas dan Kota Palangka Raya serta Pemerintah dan DPRD Propinsi Kalimantan Tengah. Pengurangan luasan wilayah administrasi sesuai usulan Gubernur,  menyebabkan daerah otonomi baru tersebut akan menjadi daerah yang secara administrasi bukan bagian dari Propinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Katingan dan Gunung Mas serta Kota Palangka Raya.

         Secara khusus bagi Kota Palangka Raya, pengurangan hanya sebagian wilayah administrasi  untuk dimekarkan menjadi Ibukota negara,  maka nama Palangka Raya tidaklah ideal untuk digunakan sebagai nama Ibukota negara. Secara historis, nama Palangka Raya sebagai kotapraja dan Ibukota Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah, akan tetap menjadi bagian wilayah Propinsi Kalimantan Tengah, mengingat cikal bakal penamaaan dan pembentukan Palangka Raya berkedudukan di Pahandut (Kecamatan Pahandut).

       Sebagai konsekuensi, maka daerah hasil pemekaran sebagian Kecamatan Bukit Batu dan Kecamatan Rakumpit, dan sebagian wilayah desa dari Kab. Gunung Mas dan Kabupaten Katingan, harus menyiapkan nama baru. Nama baru tersebut dapat saja Daerah Khusus ibukota Rakumpit Raya, Rungan Raya, Manuhing Raya atau nama lainya yang muncul berdasarkan apsirasi dengan tetap mengutamakan historis kawasan dan unsur budaya serta kearifan lokal.

       Penggunaan nama Palangka Raya masih terbuka, semangatnya agar Kota Palangka Raya sebagai awal mula berkembangnya wacana lokasi pemindahan ibukota tidak dikesampingkan, maka pilihannya dengan memasukan wilayah administrasi Kota Palangka Raya (utamanya Kecamatan Pahandut) menjadi bagian daerah yang diusulkan dan kemudian ditetapkan sebagai daerah otonomi baru untuk Ibukota negara.

        Diusulkannya seluruh wilayah administrasi Kota Palangka Raya  untuk daerah otonomi baru atau Ibukota Negara, akan menghapus Kota Palangka Raya sebagai bagian wilayah dan sekaligus Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah. Untuk itu, maka perlu ada pemekaran wilayah atau penunjukan salah satu dari 13 Kabupaten yang tersisa sebagai salah satu Kota, yang kelak menjadi Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah yang baru.

        Pemindahan Ibukota Pemerintahan ke Kalimantan Tengah atau ke Kota Palangka Raya, harus bisa dicermati tidak  sekedar menyediakan lahan  menjadi kawasan khusus untuk Istana Negara, Kantor Kepresidenan,  Kementrian/Lembaga, sarana pendidikan, kesehatan, pendukung transportasi, ruang terbuka hijau,   lokasi perwakilan diplomatik, dan pendukung lainnya. Namun harus dipahami secara paripurna dari aspek politik, hukum, tata ruang, kapasitas kelembagaan dan historis bahwa pemindahan Ibukota Pemerintahan sebagai tahapan untuk membentuk Daerah Otonom Baru dengan predikat Daerah Khusus Ibukota.

E.   PENUTUP

       Penunjukan Daerah otonomi baru yang berada di Propinsi Kalimantan Tengah, mencakup sebagian dari wilayah Kota Palangka Raya, Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Katingan, harus dimaknai wujud komitmen untuk melepaskan sebagian wilayah administrasi masing-masing, dalam rangka mendukung terwujudnya pemindahan Ibukota Negara dari sebelumnya Jakarta.

        Penentuan dan cakupan lokasi daerah otonom sebagai Ibukota Pemerintahan dan atau ibukota negara,  sangatlah ideal dengan mengintegrasikan wacana  sesuai cita-cita  Presiden Soekarno dan para tokoh (Tjilik Riwut, dkk) sebagai inisiator pendirian Kota palangka Raya, dengan calon lokasi yang diusulkan oleh Gubernur Kalimantan Tengah.

        Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah dan Kab/Kota sebagai lokasi pemindahan Ibukota Pemerintahan, harus siap mengantisipasi pemindahan tersebut dari Aspek Politik, Hukum, peningkatan kapasitas Pemerintahan dan Kelembagaan, Tata Ruang, dan Historis, sebagai konsekuensi  penggabungan dan atau pemisahan wilayah masing-masing  untuk kepentingan pembentukan Daerah Otonom sebagai Ibukota Pemerintahan.

       Khusus untuk Pemerintah Kota Palangka Raya, untuk tetap fokus melakukan kajian dan mengusulkan secara keseluruhan Kota Palangka Raya sebagai pilihan pertama pemindahan Ibukota Pemerintahan, hal itu dimaksudkan untuk menjaga konsistensi cita-cita awal para tokoh bangsa dan tokoh pendiri Kalimantan Tengah.

        Mengingat Pemindahan Ibukota Pemerintahan NKRI memerlukan pembiayaan dan rentang waktu  yang panjang untuk penyediaan infrastruktur pendukung yang layak, maka langkah cepat yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat adalah menerbitkan  Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Persiapan Pemindahan Ibukota Pemerintahan dan atau Keputusan Presiden untuk menetapkan Tim Terpadu yang bertugas mempersiapkan Pembentukan Daerah Otonom Baru  sebagai lokasi Pemindahan Ibukota Pemerintahan.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Bappeda Kota Palangka Raya. (2011).  Selanyang Pandang Kota Palangka Raya. Pemerintah Kota Palangka Raya, Bappeda, Palangka Raya.
  2. Bappeda Kota Palangka Raya kerjasama Program Vokasi UI. (2014). Laporan Akhir Kajian Makro Optimasi Ruang Kota Palangka Raya2045. Pemerintah Kota Palangka Raya, Bappeda, Palangka Raya.
  3. Direktorat Penataan Kawasan Direktorat Jenderal Tata Ruang, Kementerian Tata Ruang/BPN, (2018). Bahan Paparan Kajian Kesesuaian Lahan Pada Alternatrif Lokasi Pemindahan Ibukota NKRI. Rapat Rencana Pemindahan Ibukota NKRI ke Kalimantan Tengah, 31 Mei 2018.
  4. Riwut, Tjilik. (2003). Maneser Panatau Tutu Hiang, Pusaka Lima, Palangka Raya.
  5. Sabran, Sugianto. (2017). Bahan Paparan Usulan Pencadangan Ibukota Pemerintahan di Kalteng. Rapat Rencana Pemindahan Ibukota NKRI ke Kalimantan Tengah, 31 Mei 2018.
  6. Siyok, Damianus dan Tiwi Etika. (2014). Mutiara Isen Mulang. Memahami Bumi dan Manusia Palangka Raya, PT. Sinar Bengawan Khatulistiwa, Palangka Raya.
  7. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
  8. Undang-Undang RI No. 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan RI.
  9. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang  Pemerintahan Daerah.

Biodata penulis :

Januminro, Ir. M.Si,  ttl : Buntok, 13 Juli 1962. Pendidikan Fakultas Kehutanan ULM (1986), dan Pasca Sarjana Manajemen Ekonomi UPR (2010).

Pengelaman kerja struktural :

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Palangka Raya (2014 sd saat ini), Staf Ahli Walikota Palangka Raya (2011-2014), Kepala Dinas Kehutanan Kota Palangka Raya (2009 -- 2011), Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda Kota Palangka Raya (2006 -- 2009). Plt. Kepala Dinas Kehutanan Kab. Pulang Pisau (2004-2006).

Penghargaan :

  • Pendorong Keragaman Hayati (Kehati Award 2014)
  • Pengabdi Lingkungan (Kalpataru 2015)
  • Satyalencana Wira Karya sebagai Pengabdi Lingkungan (2015).

Karya tulis :

Rotan Indonesia, Kanisius (2000).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun