Jika pada awal pendirian sebuah KOPKAR dengan simpanan pokok Rp 100.000 dan simpanan wajib Rp 50.000 dikalikan jumlah KOPKAR dan jumlah karyawan BUMN, maka  bisa dihitung besarnya jumlah modal simpanan yang terkumpul .
Pertanyaan berikutnya, berapa modal simpanan, perputaran uang atau aset  KOPKAR seluruh BUMN  ? Akan mudah  menjawabnya jika ada sebuah aplikasi pada instansi atau lembaga yang kompeten menyajikannya. Jika jawabannya ada di Kementerian BUMN dengan tersedia data realtime  yang  terdigitalisasi dari seluruh  KOPKAR pada 44 BUMN , maka yakin total modal dan asset  KOPKAR primer  di lingkungan BUMN seluruh Indonesia  mencapai Trilyunan!Â
Dengan perkiraan asset Trilyunan (mega dana) tersebut tentu  dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan, selain kesejahteraan sebagai karyawan BUMN. Bukan itu saja, modal  atau aset koperasi  tsb jika diakumulasi dan dikonsolidasikan serta  disalurkan maka akan berdampak  kepada perekonomian nasional.
PROFIL KOPERASI KARYAWANÂ DI BUMN
KOPKAR di BUMN dalam pembahasan ini adalah koperasi primer jenis simpan pinjam (KSP), sering disebut sebagaiKoperasi Potong Gaji, heheh. Menurut Kemenkop UKM ada 5 jenis koperasi : produsen, konsumen, pemasaran, jasa dan simpan pinjam. Misalnya BUMN PT Pos Indonesia dengan Koperasi Kantorpos  Jakarta Pusat atau BUMN PT. Telkom dengan Koperasi Telkom Bandung,  yang anggotanya di setiap kantor antara 100 hingga 2.000 orang, jadi koperasi berbasis komunitas karyawan BUMN. Sebagian KOPKAR karena dikelola baik, kinerjanya terus membaik dan  mampu memiliki aset Milyaran dan menghasilkan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang mensejahterakan  Anggotanya. Namun masih banyak yang  dikelola secara konvensional  sehingga  pertumbuhannya hanya dapat melayani Anggota dan stagnan dari tahun ke tahun, bahkan tidak sedikit yang terpaksa ditutup karena terbelit masalah fraud
Mari kita lihat contoh sukses Koperasi KISEL (Koperasi Telekomunikasi Seluler Indonesia )yang  berdiri 23-10-1996  yang saat ini memiliki aset dan modal Trilyunan.  Kisel adalah Koperasi Jasa , bukan koperasi  simpan pinjam (KSP). Dalam situs Kemenkop (nik.depkop.go.id) disebuat aktifitas adalah  jasa pengepakan. Yang jelas Kisel telah jauh  merambah  bidang usaha usaha seperti property,konstruksi, teknologi informasi (IT) dsb. Keberhasilan Kisel yang anggotanya adalah karyawan PT Telkomsel  (anak usaha BUMN PT Telkom) selalu menjadi contoh bahwa jika KOPKAR dikelola profesional dan didukung  induk (holding) perusahaan  (dalam pengembangan usaha) maka sangat berpengaruh kepada kinerja karyawan  yang berada di BUMN tsb. Dengan asset mencapai 7 Trilyun, KISEL menjadi salah satu dari 100 Koperasi  terbesar di dunia. Pada 2017, Kisel berhasil memiliki total aset sebesar Rp 1,48 triliun dan sisa hasil usaha (SHU) sebesar Rp 63,7 miliar.
Contoh Koperasi lainnya di lingkungan BUMN adalah Koperasi Pegawai PT Pos Indonesia (Kopposindo) Jakarta Pusat, yang telah berusia 70 tahun, dengan jumlah anggota (karyawan kantorpos Jakarta ) sebanyak 2.163 orang. Pada RAT 2021 total modal simpanan sebesar Rp 24,8 Milyar dan total asset dilaporkan sebesar Rp 170 Milyar.
Jika ada 100 KOPKAR seperti  KISEL dan Kopposindo, maka dapat dihitung "mega dana" berputar  mencapai Trilyunan !  Dan tentu berdampak bukan hanya kepada Anggota KOPKAR pada BUMN, tetapi juga masyarakat pada umumnya.
BADAN HUKUM KOPKAR dan KOPERASI SEKUNDER
Koperasi karyawan (KOPKAR) di seluruh BUMN yang jumlahnya ribuan dan asetnya Trilyunan tsb mungkin kurang terdengar kiprahnya karena telah berjalan sangat alamiah (konvensional) dan memang  membantu karyawan dalam masa paceklik. KOPKAR kadang  dikelola oleh karyawan BUMN aktif atau pensiunan, sehingga jarang  terjadi regenerasi. Masih terkesan jadul dan aman-aman saja (tidak ingin berubah) termasuk penerapan teknologi digital pada operasionalnya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri, karena karyawan BUMN baru (milenial) mungkin kurang diperkenalkan atau kurang mengenal koperasi.
Satu hal penting, meskipun KOPKAR  menggunakan fasilitas ruangan kantor BUMN (menyewa ataupun pinjam pakai), pimpinan atau manajamen di Kantor  sebuah BUMN tsb umumnya tidak bisa melakukan intervensi karena keberadaan Koperasi dasar hukumnya adalah UU Koperasi (UU No 25/1992 tentang Perkoperasian) di mana kekuasaan tertinggi ada pada Anggota melalui Rapat Anggota.  Kepala Kantor atau Manajemen tidak bisa  campur tangan secara struktural dan hanya melalukan semacam pembinaan. Mungkin hal tersebut yang menyebabkan KOPKAR di lingkungan BUMN tumbuh tidak eksponensial  karena secara organisasi tidak terintegrasi dan dianggap hanya  sebagai pendukung, bukan core BUMN. Secara organisasi tidak ada unit atau staf di BUMN yang bertugas melayani, mengumpulkan data atau mengawasi KOPKAR, dibiarkan saja karena kan berjalan sendiri