Mohon tunggu...
Jamal Syarif
Jamal Syarif Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti dan pengajar

Sinta ID: 6023338

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Catatan di Ujung Kertas

24 November 2024   23:33 Diperbarui: 24 November 2024   23:46 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketika sesi tanya jawab, aku tak bisa menahan diri. Aku mengangkat tangan dan bertanya dengan senyum, "Kartika, Anda menyampaikan nilai-nilai yang begitu dalam. Apakah ada pengalaman pribadi yang menginspirasi Anda?"

Kartika terdiam sejenak. Tatapannya menyapu ruangan, lalu berhenti di wajahku. Aku melihat senyumnya perlahan mengembang.

"Terima kasih, Pak, atas pertanyaannya," katanya. "Sebenarnya, ada satu momen sederhana yang sangat berpengaruh dalam hidup saya. Waktu itu, saya mendapat nilai UTS dari Bapak. Di sebelah nilai saya, ada catatan kecil yang Bapak tulis. Isinya sederhana, tapi kata-kata itu membuat saya merasa dihargai, dipahami, dan didorong untuk terus mencoba."

Ia terdiam sejenak, lalu melanjutkan dengan suara bergetar, "Saya masih menyimpan kertas itu sampai sekarang. Setiap kali saya merasa ragu pada diri sendiri, saya membacanya kembali. Catatan kecil itu menjadi pengingat bahwa kadang, keberanian untuk mencoba adalah hal yang terpenting."

Ruangan hening seketika. Aku hanya bisa tersenyum, menahan perasaan haru yang tiba-tiba menyergap.

Setelah acara selesai, Kartika menghampiriku. Ia menyodorkan sebuah amplop kecil yang sudah kusam. "Ini, Pak," katanya sambil tertawa kecil. "UTS saya yang dulu. Saya bawa ke mana-mana."

Aku membuka amplop itu, dan di sana kulihat kertas UTS yang sudah mulai menguning. Di sudutnya, catatan kecil yang pernah kutulis masih terbaca jelas. Kata-kata itu seolah kembali padaku, tapi kini dengan makna yang lebih besar.

"Kartika," kataku perlahan, "terima kasih sudah mengingat ini. Tapi yang lebih penting, terima kasih sudah membuktikan bahwa kamu bisa lebih dari yang pernah saya bayangkan."

Ia tersenyum, dan aku tahu, momen ini akan terus membekas dalam hidup kami berdua.

Cerita itu mengingatkanku bahwa mengajar bukan sekadar transfer ilmu, melainkan seni menanamkan harapan. Kadang, sebuah kalimat sederhana bisa menjadi cahaya yang menerangi jalan seseorang—bahkan bertahun-tahun setelahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun