Mohon tunggu...
Daniella Jaladara
Daniella Jaladara Mohon Tunggu... -

aku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pak Barbie dan Realitas Negeri

17 November 2011   13:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:32 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Aku bisa dibilang seorang adventurer, explorer yang enggak betah berdiam di satu tempat terlampau lama. Baru-baru ini, aku menetap di suatu daerah di Kramat Jati. Kebetulan, sambil mengisi “kekosongan” aku menjadi relawan di sebuah LSM. Namanya juga relawan, jangan membayangkan aku bisa tidur di sebuah penginapan berbintang, aku tidur di kantor beralaskan karpet, tanpa bantal, tanpa apa pun. Keadaan ini aku ambil sebagai sebuah pembelajaran agar bisa lebih mensyukuri hidup dan segala anugerah yang sudah Allah berikan. Selama ini aku masih sering mengeluh dan rewel dengan keadaan atau sesuatu di luar yang aku harapkan.

Dua malam lalu, 15 November di depan kantor sudah terparkir dua buah mobil bak terbuka yang penuh dengan barang-barang untuk dijual. Mobil pertama sepertinya menjual es krim dan mobil kedua menjual buku-buku. Tadinya aku hanya melongok saja ke luar, aku pikir mereka hanya numpang berjualan saja di depan kantor meski tanpa permisi. Tapi semakin malam, suasana di luar semakin ramai. Di samping kantor terdengar tawa dan teriakan anak-anak kecil. Bahkan ada satu dua rengekan dan tangisan meminta sesuatu. Karena penasaran, akhirnya aku menutup laptop dan melangkah ke luar. Wow! Ternyata di luar ada pasar malam!

Pasar Malam

Sepanjang koridor jalan, kiri dan kanan penuh dengan luapan orang-orang yang mengerubungi penjual. Dari mulai penjual baju, buku, es krim hingga Barbie. Saat melongok ke sebelah kanan, di sana ada arena bermain dadakan yang sudah dipenuhi antrean ibu-ibu muda yang menggendong anak-anak mereka yang masih balita. Aku sangat tertarik untuk bergabung dalam hiruk pikuk pasar malam itu. Sudah sangat lama aku tidak memiliki kesempatan untuk menikmati momen-momen serunya pasar malam.

Berhubung meja kerjaku masih amburadul dan seragamku juga masih resmi yang enggak enak banget kalau buat jalan-jalan ke pasar malam dengan memakai jas, maka aku kembali ke kantor dan mengganti seragamku dengan baju kasual yang santai. Aku mengantongi uang sepuluh ribu rupiah. Niatnya sih untuk membeli makanan karena aku belum makan malam. Tak lupa aku mengantongi kamera pocket dan HP. Sengaja aku tak membawa tas dan dompet, biar lebih leluasa dan simpel.

Gerai demi gerai penjual aku datangi meski tak ada niatan untuk membeli, sekadar memanjakan mata dengan buku, baju, sandal, makanan, kacamata, dompet yang sebagian besar aku taksir adalah barang-barang murah dari China. Perhatianku tertuju kepada seorang bapak tua yang menjual boneka Barbie dengan banyak pilihan. Ia dikerubungi oleh anak-anak perempuan yang dari rona wajah mereka terlihat sangat bahagia. Ya … kebahagiaan dan kepolosan yang tak mungkin akan tampak menghiasi wajahku. Aku sudah ditempa dengan begitu banyak cobaan hidup, hingga melihat hidup tak sesederhana dulu saat aku seusia mereka. Aku rindu tawa itu. Lalu aku memutuskan untuk bergabung dalam kerumunan mereka dan ikut berjongkok. Kebetulan tempat yang tersisa hanya di samping bapak penjual boneka saja.

Pak Barbie dan dagangannya

Bapak tua yang aku taksir usianya sudah lebih dari enam puluh tahun itu tengah sibuk melayani anak-anak. Meski kebanyakan dari mereka hanya sekadar melihat-lihat atau memegang, tentu mereka tak mengantongi uang untuk membeli, mengingat penduduk sekitar bukanlah mereka yang berdaya beli tinggi. Namun bapak tua itu dengan sabar melayani mereka. Bahkan ada satu dua anak yang minta Barbie-nya disisir, diganti bajunya dan masih banyak permintaan lainnya. Karena si bapak tua itu terlihat kerepotan, maka aku menawarkan diri untuk membantunya. Dan pak tua mempersilakanku sambil tersenyum.

Sambil memakaikan gaun untuk boneka dan menyisiri rambut si Barbie, kami bercakap-cakap. Dari ceritanya aku tahu kalau bapak tua itu memiliki tiga orang anak yang semuanya sudah menikah. Namun sayang, karena tidak memiliki pendidikan dan keterampilan yang cukup, nasib ketiga anak dan menantunya tidak begitu baik, sehingga sampai sekarang ketiga keluarga kecil itu masih menyatu dengan keluarga induk yang dikepalai oleh Pak Barbie. Begitu ia menyebut dirinya. Jadi ia adalah tulang punggung bagi empat keluarga sekaligus. Makanya, selain berjualan dari rumah ke rumah, Pak Barbie juga sering bergabung untuk berjualan di pasar malam. Katanya ia hanya cukup membayar sekitar lima belas ribu rupiah untuk bisa bergabung dalam rombongan festival. Biasanya apabila tak ada pasar malam, setiap malam sabtu dan minggu Pak Barbie berjualan di pasar malam Batu Ampar.

Aku sangat kagum dengan perjuangan Pak Barbie yang wajahnya selalu dihiasi senyum yang ramah, meski beberapa giginya telah tanggal dan rambutnya memutih. Lalu aku tanya, apakah dengan berjualan seperti ini si bapak bisa menutupi semua kebutuhan keluarga yang begitu banyak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun