Sebuah Pengantar
Kehidupan dimulai dengan sebuah tarikan nafas awal yang kemudian bergulir mengikuti jejak usia demi menjalani takdir yang tergaris dan tercatat di Lauhul Mahfudz
Pagi
Yang bernas adalah milik-Mu
Ketika sang Surya begitu perkasa berbagi kehangatan
Dan, jiwa-jiwa terbangun dalam kesyukuran yang tiada tara
Karena lelehan embun di ujung dedaunan adalah pertanda
Karena aroma menyeruak dari rerumputan basah adalah saksi
Nikmat Allah manakah, yang akan kau dustakan?
Yang semarak penuh sinar keemasan yang semula lembut menghangat kemudian
Dan dimulainya harmoni nyanyian alam yang melankoli mewarnai hati yang tahmid menyesap denyar-denyar nikmat.
Hati yang bersandar dalam kepasrahan Lillah.
Sehingga dengan suka cita akan memaknai setiap pergantian pagi, berdetiknya hari adalah luasan cinta kasih-Nya.
Lalu,
Nikmat Allah manakah, yang akan kau dustakan?
Malam, Kembali Ke Pagi
Pagi adalah Awal
Pagi pun Akhir
Yang mengawali setiap usaha yang diperam oleh doa dan pengharapan di setiap sepertiga malam, dua pertiga malam, atau di ujung imsak dengan hati mengiba, membasahi sajadah-sajadah yang kumal dan telah lepas satu demi satu rajutan benangnya karena telah usang di makan usia
Bukan untuk menghiba-Mu namun lapuk berdebu di sandaran kursi yang melompong kosong menatap langit-langit.
Pagi adalah perjuangan, setelah rentetan ritual pemikat hati yang teriris oleh sesapan dosa dan kesadaran lelah, hingga dengan langkah kaki rapuh dan bayang mata menghitam bergambar kecemasan, berharap pagi adalah gerbang menuju keindahan hari-hari selanjutnya.
Sadarkah betapa degil hatimu karena dengan pongah berkitmat bahwa nikmat Allah manakah, yang akan kau dustakan?
Allah pagi adalah sunnah-Mu
Pembuka hamparan dunia yang beraneka warna dan harum semerbak bagai padang bunga.
Karena hati bening, dan semua kepatuhan karena cinta dan syukur tiada henti kepada-Mu.
Atau...
Menjadikan pagi sebagai pintu nestapa meski sinar surya begitu cemerlangnya, karena hatimu hitam dan keluh kesah adalah senjata yang kau sembunyikan di balik punggung-punggungmu yang tegak karena sombongmu.
Menganggap semua hasil kecemerlangan hidup karena akalmu.
Menghakimi semua tepuk sorak kemenangan karena keperkasaanmu.
Sehingga dengan mudah membuang jauh setiap tanya akan,
Nikmat Allah manakah, yang akan kau dustakan?
Nikmat Allah manakah, yang akan kau dustakan?
Saat Surya menggulir melintasi arah edarnya meninggalkan pagi yang sudah kehilangan embun dan beburungan liar bergegas bertebaran di muka bumi menjemput rezeki-Mu
Sekali lagi tidak terketukkah?
Sekerat hati membatu penuh jelaga dan getar dawamkan syukur!
Pagi adalah milik-Nya
Syukur adalah milik diri ini
Hanya sederhana untuk menyanding cinta kasih-Nya!
Dan mulai pancangkan kepada diri bahwa
semua adalah karena kehendak-Nya
semua adalah karena kuasanya-Nya
Manusia adalah jiwa-jiwa yang mempunyai kebebasan memilih ke mana akan pergi dan tempat mana yang akan dipilih untuk pulang nanti!
Pagi adalah sebuah tanda jika bisa.
Atau kau punya tanda sendiri, untuk memplokamirkan diri sebagai hamba yang tunduk dan patuh
Mengamini bahwa ada awal ada pula akhir.
Awal adalah Allah
Akhir adalah Allah jualah!
Tempat kembali dan memandang wajah-Nya.
Kali ini biarlah pagi menjadi saksi terbarukannya kesadaran bahwa diri ini pula milik-Mu.
Dan nikmat Tuhanmu yang manakah akan kau dustakan?
Ki Jagat Alit
bukan budak cinta kali ini
TAPI, Hamba Pencinta ( hamcin)
#penjarahati
#semestajagatalit-religi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H