Mohon tunggu...
Jagat Alit
Jagat Alit Mohon Tunggu... Novelis - Konten Kreator

Mantan Super Hero. Sekarang, Pangsiun. Semoga Berkah Amin

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Syair Berdarah 16- Pedang Takdir dan Teror Lain

30 Agustus 2024   12:11 Diperbarui: 30 Agustus 2024   12:31 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan menuju ibukota masih sangat jauh. Dengan kesaktian Galih Sukma perjalanan itu pasti bisa ditempuh dengan cepat. Tapi, Galih Sukma memilih berjalan biasa, sambil menyirap kabar tentang Negeri Benua Lokananta. 

Selain meluaskan pengalamannya, siapa tahu di sepanjang perjalanan ada saja orang yang membutuhkan pertolongannya.
Baik menolong kesulitan, menolong penyembuhan penyakit bahkan menolong dari gangguan makhluk halus seperti pengalamannya di Desa Krasak.

Tanpa disadari, Galih Sukma mengelus Gelang Naga Kemala yang bergetar ketika ia mengingat desa itu, terutama ketika terbayang wajah cantik dari Ni Sasi Manah.

Pertemuan hanya sesat tapi ternyata berkesan mendalam bagi Galih Sukma. 

Wajah, mata, senyum, suara, dari Ni Sasi Manah selalu muncul di sela-sela waktu santainya.

Anehnya, di kala Galih Sukma mengingat Ni Sasi Manah, Gelang Naga Kemala selalu bergetar, dan getarannya membuat nyaman hatinya.

"Ah, jangan mengada-ada. Tugasmu masih banyak. Jangan pikirkan kesenangan sendiri," tegur batinnya mengingatkan tujuan perjalanannya.

"Tapi sedikit melamun, tidak salah bukan?" tentang batinnya sendiri mencari pembenaran. 

Terjadilah pertentangan batin di dalam dirinya, yang membuat Galih Sukma akhirnya sadar dan tertawa sendiri, ia merasakan bahwa petualangannya ini, membuka wawasan baru, bertemu orang baru, bertemu orang yang menarik hatinya. 

Setelah selama ini hanya hidup bersama dengan gurunya Ki Mahendra dan keluarga Jatayu, burung rajawali Ki Mahendra.

Akhirnya ia bertemu dengan orang yang menarik hatinya, seperti Ni Sasi Manah membuat hatinya gembira dan bersemangat. Sepertinya masa remajanya yang monoton akan segera berubah menjadi penuh warna.

"Aih, jangan-jangan aku sudah jatuh cinta?" batin Galih Sukma terkejut.

Seperti diguyur air es saja Galih Sukma ketika menyadari bahwa dirinya telah jatuh cinta. Perasaan yang pertama kali dirasakannya dengan lawan jenis. 

"Galih Sukma... Galih Sukma, sadar, SADAR. Plak!" ucapan keras sambil menampar wajahnya sendiri.

Tamparan itu membuat separuh wajahnya menjadi panas. Kelakuan konyol yang membuat Galih Sukma menyengir sendiri.

"Lebih baik aku berlatih Pedang Naga Kemala daripada berpikir ngelantur dan ngaco belo," batinnya cepat memutuskan.

Maka, dengan Jurus Rajawali Mengepakkan Sayap, tubuhnya yang tinggi besar itu melesat cepat ke arah tanah lapang tersembunyi di balik barisan pohon Jati muda.

*

Galih Sukma dianugerahi Tuhan kecerdasan dan ingatan kuat. Apalagi dia juga berjodoh dengan guru yang tepat. Guru yang mampu memanfaatkan potensi luar biasa itu untuk mendidiknya menjadi calon pendekar besar.

Pengertian dan pemahaman yang menjadi dasar dari semua ilmu di dunia ini sudah menjadi pondasi kuat untuk menguasai ilmu-ilmu kesaktian lainnya.

Dengan bekal pedang di tangan kanannya, walaupun dia tidak pernah belajar ilmu pedang, cukup beberapa kali gerakan coba-coba saja, Galih Sukma akhirnya berhasil menciptakan jurus pedang yang dinamainya Jurus Pedang Takdir.

Getaran pedang yang berasal dari Gelang Mestika Naga Kemala seakan menjadi bagian takdir dari kehidupan selanjutnya.

Pedang itu sudah menyatu dengan jiwanya, bisa menjadi pedang terbang yang bisa dikendalikan olehnya.

Dari ujung mata pedang bisa mengalirkan tenaga dalam Pukulan Tangan Geledek dan Pukulan Tangan Beracun miliknya.
Kombinasi tenaga dalam yang saling berlawanan mampu menjadi lambaran gelombang serangan yang dahsyat.

"Hiaaa... Hiaaa... Syuut... Singggg!"

Gerakan pedang yang sangat cepat bagaikan gulungan badai itu membuat Galih Sukma terus berlatih dengan semangat, sampai senja mulai turun dan langit berwarna kesumba.

*

Kita tinggalkan sementara Galih Sukma yang giat berlatih di dalam perjalanannya menuju ibukota Benua Lokananta.

Kita ikuti kejadian yang mengerikan di tempat lain.

"HIAAATTT... DUKKK... DUKKK!"

Wijaya murid utama Partai Rajawali, berusaha menahan gempuran lawannya yang tinggi besar berpakaian serba hitam dan memakai penutup muka hitam juga. 

Dua serangan lawan adalah jurus yang sangat dikenalnya karena ia bersahabat baik dengan salah satu pemilik jurus itu. Mereka sering melakukan latihan bersama jika  bertemu di pengembaraan.
Kandara sahabatnya pemilik jurus itu adalah murid utama Partai Elang. 

"Siapa, kamu? Mengapa menyerangku?" tegur keras Wijaya sambil bergerak mundur melakukan tangkisan dari serangan lawan yang semakin kuat.

"Huuuhhhh!"

Lawannya hanya mendengus tanpa menjawab. Tapi kembangan jurus selanjutnya semakin kuat dan mematikan menyerangnya.

"Hiiaaattt... Hiaatt...!"
"Aaaah... Dukkk... Dukkk... Dukkk... Dukkk!"

Wijaya sangat terkejut, ternyata lawan menggunakan jurus yang sama dengan jurusnya tapi lebih kuat dan berbahaya. Kedua lengannya sampai terasa panas dan nyeri ketika dia harus menangkis pukulan dan tendangan berantai dari Jurus Sayap Rajawali miliknya sendiri.

Rasa terkejutnya itu, membuat Wijaya berkurang kewaspadaannya, akibatnya...

"Buuagghh... Buaaghhh!"

Dua pukulan keras susulan merupakan kembangan dari Jurus Tinju Elang yang lebih keras dan kejam menghantam perut dan dadanya.

Dengan mata terbuka penasaran dan mulut melengkung menahan sakit, tubuh tidak berdaya Wijaya, melayang terbang ke belakang menghantam pohon Asem besar di pinggir hutan itu.

"BRUUKK... Kamu... Kamu?"

Tubuh tidak berdayanya terbanting karena dua pukulan itu menghancurkan isi perut dan dadanya. Dengan suara terputus-putus tidak percaya, Wijaya bertanya penasaran, tapi nyawanya lebih cepat terbang sebelum semua rasa penasarannya mendapatkan jawaban.

"HOOEEEKK!"

Wijaya muntah darah dan tewas seketika.

"HA... HA... HA... HA!" suara tertawa jumawa keluar dari lawan tinggi besar serba hitam itu. 

Dia mengeluarkan selembar kain merah darah dari balik pakaian luarnya dan dilemparkan jatuh di atas tubuh kaku dari Wijaya, lalu, sekali bergerak, tubuhnya menghilang dari tempat itu.

Hanya selembar kain merah darah bertulisan:

Ini, Syair Darah
Pembuka Gerbang Kematian
Membasmi semuanya
Para penjilat Raja Benua Kerta!

Menjadi satu-satunya saksi, bahwa ada pembunuh lain yang menggunakan simbol kematian yang sama, Syair Berdarah.

Yang menandakan Teror Syair Berdarah berlanjut.

*

Jauh di tempat persembunyian...

"HA... HA... HA... RASAKAN PEMBALASANKU!"

Datuk Iblis Mata Satu tertawa besar kegirangan. Karena semua rencananya berjalan lancar.
Negeri Benua Lokananta menjadi geger dan penuh teror. Semua itu karena sepak terjangnya.

"Bagus hasil kerjamu, Bleduk Maut," suara Datuk Iblis Mata Satu terdengar puas sambil mengarahkan sebelah pandangannya ke arah kanan di mana, sosok gumpalan asap berwarna hitam pekat dengan wujud berubah-ubah, mengambang besar di sana.

Kemudian, Datuk Iblis Mata Satu berpaling ke arah kiri. Ada sosok pemuda tampan tinggi besar dengan sorot mata tajam kejam dan juga genit sedang tersenyum sinis ke arahnya.

"Kamu juga, hebat Kaloka," suaranya terdengar senang dan memuji. Pemuda tinggi besar yang telah membunuh Wijaya dengan kejam.

"Kalian memang bisa diandalkan. Anak-anakku yang membanggakan. Ha... Ha... Ha... Ha!"

Bleduk Maut dan Kaloka ternyata anaknya Datuk Iblis Mata Satu.

Bagaimana bisa?

Anaknya satu berwujud asap atau sebangsa siluman dan satunya berujud manusia biasa?

Begitu dendamnya Datuk Iblis Mata Satu dengan Baginda Raja Benua Kerta dan Ki Mahendra, sehingga dendam kesumatnya dibawa sampai ke anak turunannya.

Dia tidak bisa membalas karena lumpuh dan kehilangan kesaktiannya tapi anak-anaknya menjadi kaki tangannya melakukan balas dendam.

Siapakah sesungguhnya Bleduk Maut, Datuk Iblis Mata Satu dan Kaloka itu?

Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun