Ia kembali kosentrasi mempercepat serangan kepada Si Iblis Wanita yang mencecarnya dengan suara cemeti yang meledak-ledak di udara, dan tawa genit yang melengking, menggetarkan jantungnya.
Untung saja, suara seruling bagai jeritan naga marah di angkasa membelah cuitan angin yang dingin melabrak datang, langsung terjun ke gelanggang.
Sabetan seruling baja biru mengaung mengusung ajian Bianglala Pengejar Roh, mengagetkan si Iblis Cantik, yang dengan sigap memutar cemeti ekor sembilannya menjadi baling-baling memunahkan terjangan Santika.
Hrastu Bhumi, segera memberi kode untuk mengeroyok Santika.
" Santika hati-hati, yang gundul pucat, itu Hrastu Bhumi," teriak Kinanti memperingatkan Santika.
Santika melengak mendengar teriakan Kinanti. Ia membatin, beda sekali Hrastu Bhumi yang sekarang dengan yang dulu, bak bumi dengan langit. Kalau tidak diberitahu, tak akan percaya jika si tinggi kurus pucat itu adalah Hrastu Bhumi. Belum sempat memperhatikan dengan seksama, angin panas dan angin dingin telah melabraknya.
Dua laki-laki kurus ternyata kembar identik. Sama persis perawakan dan bentuk wajahnya, tidak ada perbedaan secara lahiriah.
Yang membedakan adalah pakaiannya yang satu serba kuning, yang lainnya warna biru.
Kulit keduanya sama-sama hitam, begitu kontrasnya dengan warna pakaiannya.
Satu lagi, tenaga dalam yang dimiliki berbeda. Yang kuning tenaga dalamnya berprebawa panas mengedigkan.
Yang biru tenaga dalam dingin membekukan.
Santika tidak ayal lagi, apalagi Hrastu Bhumi membantu mengeroyok dengan merapal ajian barunya, Badai Es Menerjang Bukit.
Santika, membentengi tiga serangan tingkat tinggi. Diputarnya seruling biru, sekaligus merapal ajian Bayangaan Seruling Pencabut Nyawa di lambari tenaga dalamnya Kasih Pemutus Duka.
Sinar putih terang benderang menyelimuti tubuh birunya.
Dari putaran seruling yang menjadi benteng pelindung, meloncat cahaya putih bagai loncatan meteor.